Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENTAKOSTA DI LAPANGAN SANTO PETRUS (VATIKAN) 9 Juni 2019 : ROH KUDUS MEREMAJAKAN PARA RASUL


Bacaan Ekaristi : Kis. 2:1-11; Mzm. 104:1ab,24ac, 29bc-30,31,34; Rm. 8:8-17; Yoh. 14:15-16,23b-26.

Pentakosta tiba, bagi para murid, setelah lima puluh hari ketidakpastian. Benar, Yesus telah bangkit. Dengan sangat gembira, mereka telah melihat-Nya, mendengarkan kata-kata-Nya dan bahkan makan bersama dengan-Nya. Namun mereka tidak mengatasi keraguan dan ketakutan mereka: mereka bertemu di balik pintu yang tertutup (bdk. Yoh 20:19.26), tidak yakin akan masa depan dan tidak siap untuk mewartakan Tuhan yang bangkit. Kemudian Roh Kudus datang dan kekhawatiran mereka lenyap. Sekarang para rasul menunjukkan diri mereka tanpa rasa takut, bahkan di hadapan orang-orang dikirim untuk menangkap mereka. Sebelumnya, mereka khawatir akan keselamatan hidup mereka; sekarang mereka tidak takut mati. Sebelumnya, mereka telah berkumpul di Ruang Atas; sekarang mereka pergi untuk membawa kabar ke setiap bangsa. Sebelum kenaikan Yesus, mereka menantikan kerajaan Allah datang kepada mereka (bdk. Kis 1:6); sekarang mereka dipenuhi semangat untuk melakukan perjalanan ke negeri-negeri tak dikenal. Sebelumnya, mereka hampir tidak pernah berbicara di depan umum, dan ketika mereka melakukannya, mereka sering melakukan kekeliruan, seperti ketika Petrus menyangkal Yesus; sekarang mereka berbicara dengan terus terang kepada semua orang. Perjalanan para murid tampaknya telah mencapai garis akhir ketika tiba-tiba mereka diremajakan oleh Roh Kudus. Diliputi dengan ketidakpastian, ketika mereka berpikir segalanya sudah berakhir, mereka diubahrupa oleh sukacita yang memberi mereka kelahiran baru. Roh Kudus melakukan hal ini. Roh Kudus jauh dari kenyataan yang abstrak : Ia adalah Pribadi yang paling berwujud dan dekat, Pribadi yang mengubah hidup kita. Bagaimana Ia melakukan hal ini? Marilah kita memperhatikan para Rasul. Roh Kudus tidak menjadikan segalanya lebih mudah bagi mereka, Ia tidak melakukan berbagai mukjizat yang spektakuler, Ia tidak mengenyahkan berbagai kesulitan dan seteru mereka. Roh Kudus membawa kerukunan ke dalam kehidupan para murid yang tidak rukun, kerukunan-Nya, karena Ia adalah kerukunan.


Kerukunan di dalam diri manusia. Jauh di lubuk hati, di dalam hati mereka, para murid perlu diubah. Kisah mereka mengajarkan kita bahwa melihat Tuhan yang bangkit saja tidak memadai kecuali kita menyambut-Nya di dalam hati kita. Tidak ada gunanya mengetahui bahwa Yesus yang bangkit hidup kecuali kita juga hidup sebagai orang-orang yang bangkit. Roh Kudus yang membuat Yesus hidup di dalam diri kita; Ia membangkitkan lubuk hati kita. Itulah sebabnya ketika Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, Ia mengulangi kata-kata, “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19.21), dan mecurahkan Roh Kudus. Damai sejahtera bukanlah perkara menyelesaikan berbagai masalah lahiriah - Allah tidak menghindarkan murid-murid-Nya dari kesusahan dan penganiayaan. Damai sejahtera adalah tentang menerima Roh Kudus. Damai sejahtera yang diberikan kepada para rasul, damai sejahtera yang tidak membebaskan dari berbagai masalah tetapi dalam berbagai masalah, ditawarkan kepada kita masing-masing. Dipenuhi dengan damai sejahtera-Nya, hati kita seperti laut yang dalam, yang tetap penuh kedamaian, bahkan ketika permukaannya tersapu ombak. Damai sejahtera adalah kerukunan yang begitu mendalam sehingga bahkan dapat mengubah penganiayaan menjadi berkat. Namun seberapa sering kita memilih untuk tetap berada di permukaan! Daripada mencari Roh Kudus, kita mencoba untuk tetap terapung, berpikir bahwa segalanya akan membaik setelah masalah ini atau itu selesai, begitu saya tidak lagi melihat orang itu, setelah segalanya menjadi lebih baik. Tetapi melakukan hal demikian adalah tetap berada di permukaan: ketika satu masalah hilang, masalah lainnya tiba, dan sekali lagi kita menjadi cemas dan tidak nyaman. Menghindari orang-orang yang tidak berpikir seperti kita tidak akan membawa ketenangan. Menyelesaikan berbagai masalah yang bersifat sesaat tidak akan membawa damai sejahtera. Yang membedakan adalah damai sejahtera Yesus, kerukunan Roh Kudus.

Pada kiprah kehidupan dewasa ini yang hingar-bingar, kerukunan tampak tersapu. Tertarik dalam ribuan arah, kita menghadapi resiko kelelahan saraf dan karenanya kita bereaksi buruk terhadap segalanya. Kemudian kita mencari penyesuaian cepat, mengeluarkan satu demi satu pil dengan cepat untuk terus berjalan, satu demi satu sensasi untuk merasa hidup. Tetapi lebih dari segalanya, kita membutuhkan Roh Kudus : Ia mengatur kegilaan kita. Roh Kudus adalah damai sejahtera di tengah-tengah kegelisahan, keyakinan di tengah-tengah keputusasaan, sukacita dalam kesedihan, keremajaan dalam penuaan, keberanian dalam saat pencobaan. Di tengah arus badai kehidupan, Ia menurunkan jangkar pengharapan. Seperti yang dikatakan Santo Paulus kepada kita hari ini, Roh Kudus mencegah kita jatuh kembali ke dalam ketakutan, karena Ia membuat kita menyadari bahwa kita adalah anak-anak yang terkasih (bdk. Rm 8:15). Ia adalah Sang Penghibur, yang membawakan kita kasih Allah yang lembut. Tanpa Roh Kudus, kehidupan Kristiani kita berantakan, tiada kasih yang menyatukan segalanya. Tanpa Roh Kudus, Yesus tetap menjadi sosok dari masa lalu; bersama Roh Kudus, Ia adalah pribadi yang hidup di zaman kita. Tanpa Roh Kudus, Kitab Suci adalah sebuah huruf mati; bersama Roh Kudus, Kitab Suci adalah sebuah sabda kehidupan. Kekristenan tanpa Roh Kudus adalah moralisme tanpa sukacita; bersama Roh Kudus,kekristenan adalah kehidupan.

Roh Kudus tidak hanya membawa kerukunan di dalam diri kita tetapi juga di antara kita. Ia menjadikan kita Gereja, membangun berbagai bagian menjadi satu bangunan besar yang selaras. Santo Paulus menjelaskan hal ini dengan baik ketika, berbicara tentang Gereja, ia sering mengulangi satu kata, “rupa”: rupa-rupa karunia, rupa-rupa pelayanan, rupa-rupa kegiatan” (1 Kor 12:4-6). Kita berbeda dalam keanekaragaman mutu dan karunia kita. Roh Kudus menyalurkannya dengan daya cipta sehingga tidak semuanya serupa. Atas dasar keanekaragaman ini, Ia membangun kesatuan. Sejak awal penciptaan, Ia telah melakukan hal ini. Karena Ia adalah pakar dalam mengubah kekacauan menjadi alam semesta, dalam menciptakan kerukunan.

Di dunia dewasa ini, tiadanya kerukunan telah menyebabkan perpecahan yang mencolok. Ada orang-orang yang memiliki terlalu banyak dan ada orang-orang yang tidak memiliki apa-apa, orang-orang yang ingin hidup sampai seratus tahun dan orang-orang yang bahkan tidak sudi dilahirkan. Di zaman komputer, jarak semakin meningkat : semakin banyak kita menggunakan media sosial, kita menjadi semakin sedikit berjiwa sosial. Kita membutuhkan Roh kesatuan untuk meregenerasi kita sebagai Gereja, sebagai umat Allah, dan sebagai keluarga umat manusia. Selalu ada godaan untuk membangun "sarang", berpegang teguh pada kelompok kecil kita, pada hal-hal dan orang-orang yang kita sukai, melawan semua kontaminasi. Ini hanya sebuah langkah kecil dari sarang menuju sekte : berapa kali kita mendefinisikan jatidiri kita sebagai seteru seseorang atau sesuatu! Sebaliknya, Roh Kudus menyatukan mereka yang jauh, menyatukan mereka yang terpisah, membawa pulang mereka yang tercerai-berai. Ia memadukan berbagai nada ke dalam satu keselarasan karena sebelum segalanya Ia melihat kebaikan. Ia melihat individu sebelum melihat kesalahan mereka, pribadi sebelum tindakan mereka. Roh Kudus membentuk Gereja dan dunia sebagai tempat putra dan putri, saudara dan saudari. Kata benda ini muncul sebelum kata sifat apa pun. Dewasa ini terbiasa melontarkan kata sifat dan, sayangnya, bahkan penghinaan. Kemudian kita menyadari bahwa hal ini berbahaya, bagi mereka yang dihina tetapi juga bagi mereka yang menghina. Membalas kejahatan demi kejahatan, beralih dari korban menjadi penyerang, bukanlah cara untuk menjalani kehidupan. Orang-orang yang hidup oleh Roh Kudus, bagaimanapun, membawa damai sejahtera di mana ada perselisihan, kerukunan di mana ada pertikaian. Orang-orang yang secara rohani membalas kejahatan dengan kebaikan. Mereka menanggapi kesombongan dengan kelembutan, kebencian dengan kebaikan, teriakan dengan keheningan, pergunjingan dengan doa, kekalahan dengan dorongan.

Menjadi bersifat rohani untuk menikmati kerukunan Roh Kudus, kita perlu mengadopsi cara-Nya dalam melihat sesuatu. Kemudian segalanya berubah : bersama Roh Kudus, Gereja adalah umat Allah yang kudus, misinya adalah menyebarkan sukacita, ketika orang lain menjadi saudara dan saudari kita, semua dikasihi oleh Bapa yang sama. Namun, tanpa Roh Kudus, Gereja menjadi sebuah organisasi, misinya menjadi propaganda, persekutuannya sebagai pengerahan tenaga. Roh Kudus adalah kebutuhan pertama dan terakhir Gereja (bdk. Santo Paulus VI, Audiensi Umum, 29 November 1972). Ia “datang ke tempat Ia dikasihi, ke tempat Ia diundang, ke tempat Ia diharapkan” (Santo Bonaventura, Khotbah untuk Hari Minggu IV setelah Paskah). Marilah kita setiap hari memohon karunia Roh Kudus. Roh Kudus, kerukunan Allah, Engkau yang mengubah ketakutan menjadi kepercayaan dan mementingkan diri menjadi karunia diri, datanglah kepada kami. Anugerahilah kami sukacita kebangkitan dan hati muda yang abadi. Roh Kudus, kerukunan kami, Engkau yang menjadikan kami satu tubuh, curahkanlah damai sejahtera-Mu bagi Gereja dan dunia kami. Jadikanlah kami pengrajin kerukunan, penabur kebaikan, rasul pengharapan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.