Bacaan
Ekaristi : Kej 11:1-9; Yl 3:1-5; Rm 8:22-27; Yoh 7:37-39
Malam
ini juga, malam hari terakhir Masa Paskah, Hari Raya Pentakosta, Yesus ada di
antara kita dan memberitakan dengan lantang : "Barangsiapa haus, baiklah
ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang
dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air
hidup" (Yoh 7:37-38).
"Aliran-aliran
air hidup" Roh Kuduslah yang muncul dari rahim Yesus, dari lambung-Nya
yang tertikam tombak (bdk. Yoh 19:37), serta yang membasuh dan menyuburkan
Gereja, sang mempelai mistik yang diwakili oleh Maria, sebuah malam baru, di
kaki salib.
Roh
Kudus muncul dari rahim belas kasih Yesus yang bangkit, memenuhi rahim kita
dengan "suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang
tumpah ke luar" dengan belas kasih (bdk. Luk 6:38) serta mengubah rupa
kita menjadi rahim Gereja belas kasih, yakni, dalam "seorang ibu dengan
hati yang terbuka" untuk semua orang! Betapa saya berharap agar umat yang
tinggal di Roma sudi mengenali Gereja, mengenali kita untuk hal ini lebih
daripada sekedar belas kasih - bukan untuk hal-hal lain -, untuk hal ini lebih
daripada sekedar kemanusiaan dan kelembutan, sangatlah dibutuhkan! Kamu akan
merasa di rumah, "rumah keibuan" di mana kamu selalu disambut dan di
mana kamu selalu dapat kembali. Gereja akan selalu merasa disambut,
didengarkan, dipahami dengan baik, dibantu untuk mengambil langkah maju ke arah
kerajaan Allah ... Betapa seorang ibu tahu bagaimana melakukannya, bahkan
dengan anak-anaknya yang sekarang sudah dewasa.
Pemikiran
tentang keibuan Gereja ini mengingatkan saya bahwa 75 tahun yang lalu, pada
tanggal 11 Juni 1944, Paus Pius XII melakukan tindakan syukur dan permohonan
khusus kepada Perawan Maria, untuk melindungi kota Roma. Beliau melakukannya di
Gereja Santo Ignatius, di mana gambar Madonna Kasih Ilahi yang dihormati telah
dibawa. Kasih Ilahi adalah Roh Kudus, yang muncul dari hati Kristus. Ia adalah
"batu karang rohani" yang menyertai umat Allah di padang gurun,
sehingga menarik dari air hidup dapat memuaskan dahaga mereka di sepanjang jalan
(bdk 1 Kor 10:4). Dalam semak-semak yang tidak terbakar, gambar Perawan dan
Bunda Maria, ada Kristus yang bangkit yang berbicara kepada kita, menyampaikan
kepada kita api Roh Kudus, mengundang kita untuk turun di antara umat untuk
mendengar jeritan, mengutus kita untuk membuka jalan salib kebebasan yang
mengarah ke tanah yang dijanjikan oleh Allah.
Kita
mengetahuinya : hari ini juga ada, seperti di setiap waktu, orang-orang yang
mencoba membangun "sebuah kota dan sebuah menara yang mencapai
langit" (bdk. Kej 11.4). Ini adalah rancangan manusia, bahkan rancangan
kita, bahkan dibuat untuk melayani "aku" yang lebih besar, menuju
langit di mana tidak ada lagi ruang untuk Allah. Allah membiarkan kita
melakukannya untuk sementara waktu, sehingga kita dapat mengalami apa titik
kejahatan dan kesedihan hingga kita dapat tiba tanpa Dia ... Tetapi Roh
Kristus, Sang Empunya sejarah, menanti untuk mengenyahkan semuanya, membuat
kita memulai kembali! Kita selalu sedikit "ketat" dengan mata dan
hati kita; akhirnya membiarkan diri kita kehilangan cakrawala; kita tiba untuk
meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita telah memahami segalanya, mempertimbangkan
semua peubah, meramalkan apa yang akan terjadi dan bagaimana itu akan terjadi
... Rancangan-rancangan kita yang memperdaya dirinya sendiri ke dalam menggapai
langit. Sebaliknya, Roh Kudus menerobos ke dunia dari atas, dari rahim Allah,
di sana di mana Sang Putera dilahirkan, dan memperbarui segalanya.
Apa
yang kita rayakan hari ini, bersama-sama, di kota Roma kita? Kita merayakan
keutamaan Roh Kudus, yang membuat kita menjadi kelu di hadapan ketidakpastian
rencana Allah, dan kemudian mengejutkan dengan sukacita : "Maka inilah apa
yang dimiliki Allah bagi kita!" : perjalanan Gereja ini, perlintasan ini,
Keluaran ini, kedatangan menuju tanah terjanji ini, kota Yerusalem dengan
pintu-pintunya yang selalu terbuka untuk semua orang, di mana berbagai bahasa
manusia tersusun dalam keselarasan Roh Kudus, karena Roh Kudus adalah
keselarasan.
Dan
jika kita memiliki rasa sakit saat kelahiran, kita memahami bahwa rintihan
kita, bahwa orang-orang yang tinggal di kota ini dan rintihan seluruh ciptaan
tidak lain adalah rintihan Roh Kudus itu sendiri : itulah kelahiran dunia baru.
Allah adalah Bapa dan ibu, Allah adalah bidan, Allah adalah rintihan, Allah
adalah Sang Putera yang diperanakkan di dunia dan kita, Gereja, melayani
kelahiran ini. Bukan melayani diri kita sendiri, bukan melayani ambisi kita,
begitu banyak impian kekuasaan, tidak : tetapi melayani yang dilakukan Allah,
keajaiban-keajaiban yang dilakukan Allah.
"Jika
kebanggaan dan keunggulan moral yang tak disalahgunakan tidak menumpulkan
pendengaran kita, kita akan menyadari bahwa di bawah jeritan begitu banyak
orang, tidak ada yang lain selain rintihan Roh Kudus semata. Roh Kuduslah yang
sekali lagi mendorong untuk tidak puas, untuk mencoba kembali ke jalan; Roh
Kuduslah yang akan menyelamatkan kita dari setiap "pengorganisasian
kembali" keuskupan (Pidato pada Konvensi Keuskupan, 9 Mei 2019). Bahayanya
adalah keinginan untuk mengacaukan kebaruan Roh Kudus ini dengan metode
"pengorganisasian kembali" segalanya. Tidak, ini bukan Roh Allah. Roh
Allah membuncah segalanya dan membuat kita memulai bukan dari awal, tetapi dari
jalan baru.
Marilah
kita menatang Roh Kudus dan membawanya ke jantung kota untuk mendengarkan
jeritan-Nya, rintihan-Nya. Kepada Musa, Allah mengatakan bahwa jeritan
tersembunyi dari umat telah sampai kepada-Nya : Ia mendengarnya, Ia melihat
penindasan dan penderitaan ... Dan Ia memutuskan untuk campur tangan dengan mengutus
Musa untuk membangkitkan dan memelihara impian kebebasan bangsa Israel serta
mengungkapkan kepada mereka bahwa impian ini adalah kehendak-Nya sendiri :
menjadikan Israel bangsa yang bebas, bangsanya, terikat kepada-Nya dengan
perjanjian kasih, dipanggil untuk bersaksi tentang kesetiaan Tuhan kepada semua
bangsa.
Tetapi
agar Musa dapat memenuhi perutusannya, Allah ingin ia "turun"
bersama-Nya di tengah-tengah bangsa Israel. Hati Musa harus menjadi seperti
hati Allah, penuh perhatian dan peka terhadap penderitaan dan impian manusia,
terhadap orang-orang yang menangis secara diam-diam ketika mereka mengangkat
tangan mereka ke Surga, karena mereka tidak lagi memiliki keberpihakan di bumi.
Itu adalah rintihan Roh Kudus, dan Musa harus mendengarkannya, bukan dengan
telinga, tetapi dengan hati. Hari ini Ia meminta kita, umat Kristiani, untuk
belajar mendengarkan dengan hati. Dan Sang Empunya mendengarkan ini adalah Roh
Kudus. Bukalah hatimu karena Ia mengajarkan kita untuk mendengarkan dengan
hati. Bukalah hati.
Dan
untuk mendengarkan jeritan kota Roma, kita juga membutuhkan Tuhan untuk
menatang kita dan membuat kita "turun", turun dari posisi kita, turun
di antara saudara-saudara yang tinggal di kota kita, untuk mendengarkan mereka
yang membutuhkan keselamatan, jeritan yang menjangkau kita dan yang biasanya
tidak kita dengar. Ini bukan tentang menjelaskan hal-hal intelektual dan
ideologis. Ini membuat saya menangis ketika saya melihat Gereja yang percaya
untuk setia kepada Tuhan, memperbarui diri ketika ia mencari jalan fungsionalistik
semata, jalan yang tidak berasal dari Roh Allah. Gereja ini tidak tahu
bagaimana turun, dan jika tidak turun itu bukanlah Roh Kudus yang
memerintahkan. Ini tentang membuka mata dan telinga, tetapi terutama hati,
mendengarkan dengan hati. Maka kita akan benar-benar pergi. Kemudian kita akan
merasakan di dalam diri kita api Pentakosta, yang mendorong kita untuk berseru
kepada para pria dan wanita di kota ini bahwa perbudakan mereka telah berakhir
dan bahwa Kristus adalah jalan yang menuntun ke kota surgawi. Inilah sebabnya
kita membutuhkan iman, saudara dan saudari. Hari ini kita memohon karunia iman
untuk menempuh jalan ini.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.