Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA VIGILI PENTAKOSTA DI LAPANGAN SANTO PETRUS (VATIKAN) 8 Juni 2019


Bacaan Ekaristi : Kej 11:1-9; Yl 3:1-5; Rm 8:22-27; Yoh 7:37-39


Malam ini juga, malam hari terakhir Masa Paskah, Hari Raya Pentakosta, Yesus ada di antara kita dan memberitakan dengan lantang : "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup" (Yoh 7:37-38).


"Aliran-aliran air hidup" Roh Kuduslah yang muncul dari rahim Yesus, dari lambung-Nya yang tertikam tombak (bdk. Yoh 19:37), serta yang membasuh dan menyuburkan Gereja, sang mempelai mistik yang diwakili oleh Maria, sebuah malam baru, di kaki salib.

Roh Kudus muncul dari rahim belas kasih Yesus yang bangkit, memenuhi rahim kita dengan "suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar" dengan belas kasih (bdk. Luk 6:38) serta mengubah rupa kita menjadi rahim Gereja belas kasih, yakni, dalam "seorang ibu dengan hati yang terbuka" untuk semua orang! Betapa saya berharap agar umat yang tinggal di Roma sudi mengenali Gereja, mengenali kita untuk hal ini lebih daripada sekedar belas kasih - bukan untuk hal-hal lain -, untuk hal ini lebih daripada sekedar kemanusiaan dan kelembutan, sangatlah dibutuhkan! Kamu akan merasa di rumah, "rumah keibuan" di mana kamu selalu disambut dan di mana kamu selalu dapat kembali. Gereja akan selalu merasa disambut, didengarkan, dipahami dengan baik, dibantu untuk mengambil langkah maju ke arah kerajaan Allah ... Betapa seorang ibu tahu bagaimana melakukannya, bahkan dengan anak-anaknya yang sekarang sudah dewasa.

Pemikiran tentang keibuan Gereja ini mengingatkan saya bahwa 75 tahun yang lalu, pada tanggal 11 Juni 1944, Paus Pius XII melakukan tindakan syukur dan permohonan khusus kepada Perawan Maria, untuk melindungi kota Roma. Beliau melakukannya di Gereja Santo Ignatius, di mana gambar Madonna Kasih Ilahi yang dihormati telah dibawa. Kasih Ilahi adalah Roh Kudus, yang muncul dari hati Kristus. Ia adalah "batu karang rohani" yang menyertai umat Allah di padang gurun, sehingga menarik dari air hidup dapat memuaskan dahaga mereka di sepanjang jalan (bdk 1 Kor 10:4). Dalam semak-semak yang tidak terbakar, gambar Perawan dan Bunda Maria, ada Kristus yang bangkit yang berbicara kepada kita, menyampaikan kepada kita api Roh Kudus, mengundang kita untuk turun di antara umat untuk mendengar jeritan, mengutus kita untuk membuka jalan salib kebebasan yang mengarah ke tanah yang dijanjikan oleh Allah.

Kita mengetahuinya : hari ini juga ada, seperti di setiap waktu, orang-orang yang mencoba membangun "sebuah kota dan sebuah menara yang mencapai langit" (bdk. Kej 11.4). Ini adalah rancangan manusia, bahkan rancangan kita, bahkan dibuat untuk melayani "aku" yang lebih besar, menuju langit di mana tidak ada lagi ruang untuk Allah. Allah membiarkan kita melakukannya untuk sementara waktu, sehingga kita dapat mengalami apa titik kejahatan dan kesedihan hingga kita dapat tiba tanpa Dia ... Tetapi Roh Kristus, Sang Empunya sejarah, menanti untuk mengenyahkan semuanya, membuat kita memulai kembali! Kita selalu sedikit "ketat" dengan mata dan hati kita; akhirnya membiarkan diri kita kehilangan cakrawala; kita tiba untuk meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita telah memahami segalanya, mempertimbangkan semua peubah, meramalkan apa yang akan terjadi dan bagaimana itu akan terjadi ... Rancangan-rancangan kita yang memperdaya dirinya sendiri ke dalam menggapai langit. Sebaliknya, Roh Kudus menerobos ke dunia dari atas, dari rahim Allah, di sana di mana Sang Putera dilahirkan, dan memperbarui segalanya.

Apa yang kita rayakan hari ini, bersama-sama, di kota Roma kita? Kita merayakan keutamaan Roh Kudus, yang membuat kita menjadi kelu di hadapan ketidakpastian rencana Allah, dan kemudian mengejutkan dengan sukacita : "Maka inilah apa yang dimiliki Allah bagi kita!" : perjalanan Gereja ini, perlintasan ini, Keluaran ini, kedatangan menuju tanah terjanji ini, kota Yerusalem dengan pintu-pintunya yang selalu terbuka untuk semua orang, di mana berbagai bahasa manusia tersusun dalam keselarasan Roh Kudus, karena Roh Kudus adalah keselarasan.

Dan jika kita memiliki rasa sakit saat kelahiran, kita memahami bahwa rintihan kita, bahwa orang-orang yang tinggal di kota ini dan rintihan seluruh ciptaan tidak lain adalah rintihan Roh Kudus itu sendiri : itulah kelahiran dunia baru. Allah adalah Bapa dan ibu, Allah adalah bidan, Allah adalah rintihan, Allah adalah Sang Putera yang diperanakkan di dunia dan kita, Gereja, melayani kelahiran ini. Bukan melayani diri kita sendiri, bukan melayani ambisi kita, begitu banyak impian kekuasaan, tidak : tetapi melayani yang dilakukan Allah, keajaiban-keajaiban yang dilakukan Allah.

"Jika kebanggaan dan keunggulan moral yang tak disalahgunakan tidak menumpulkan pendengaran kita, kita akan menyadari bahwa di bawah jeritan begitu banyak orang, tidak ada yang lain selain rintihan Roh Kudus semata. Roh Kuduslah yang sekali lagi mendorong untuk tidak puas, untuk mencoba kembali ke jalan; Roh Kuduslah yang akan menyelamatkan kita dari setiap "pengorganisasian kembali" keuskupan (Pidato pada Konvensi Keuskupan, 9 Mei 2019). Bahayanya adalah keinginan untuk mengacaukan kebaruan Roh Kudus ini dengan metode "pengorganisasian kembali" segalanya. Tidak, ini bukan Roh Allah. Roh Allah membuncah segalanya dan membuat kita memulai bukan dari awal, tetapi dari jalan baru.

Marilah kita menatang Roh Kudus dan membawanya ke jantung kota untuk mendengarkan jeritan-Nya, rintihan-Nya. Kepada Musa, Allah mengatakan bahwa jeritan tersembunyi dari umat telah sampai kepada-Nya : Ia mendengarnya, Ia melihat penindasan dan penderitaan ... Dan Ia memutuskan untuk campur tangan dengan mengutus Musa untuk membangkitkan dan memelihara impian kebebasan bangsa Israel serta mengungkapkan kepada mereka bahwa impian ini adalah kehendak-Nya sendiri : menjadikan Israel bangsa yang bebas, bangsanya, terikat kepada-Nya dengan perjanjian kasih, dipanggil untuk bersaksi tentang kesetiaan Tuhan kepada semua bangsa.

Tetapi agar Musa dapat memenuhi perutusannya, Allah ingin ia "turun" bersama-Nya di tengah-tengah bangsa Israel. Hati Musa harus menjadi seperti hati Allah, penuh perhatian dan peka terhadap penderitaan dan impian manusia, terhadap orang-orang yang menangis secara diam-diam ketika mereka mengangkat tangan mereka ke Surga, karena mereka tidak lagi memiliki keberpihakan di bumi. Itu adalah rintihan Roh Kudus, dan Musa harus mendengarkannya, bukan dengan telinga, tetapi dengan hati. Hari ini Ia meminta kita, umat Kristiani, untuk belajar mendengarkan dengan hati. Dan Sang Empunya mendengarkan ini adalah Roh Kudus. Bukalah hatimu karena Ia mengajarkan kita untuk mendengarkan dengan hati. Bukalah hati.

Dan untuk mendengarkan jeritan kota Roma, kita juga membutuhkan Tuhan untuk menatang kita dan membuat kita "turun", turun dari posisi kita, turun di antara saudara-saudara yang tinggal di kota kita, untuk mendengarkan mereka yang membutuhkan keselamatan, jeritan yang menjangkau kita dan yang biasanya tidak kita dengar. Ini bukan tentang menjelaskan hal-hal intelektual dan ideologis. Ini membuat saya menangis ketika saya melihat Gereja yang percaya untuk setia kepada Tuhan, memperbarui diri ketika ia mencari jalan fungsionalistik semata, jalan yang tidak berasal dari Roh Allah. Gereja ini tidak tahu bagaimana turun, dan jika tidak turun itu bukanlah Roh Kudus yang memerintahkan. Ini tentang membuka mata dan telinga, tetapi terutama hati, mendengarkan dengan hati. Maka kita akan benar-benar pergi. Kemudian kita akan merasakan di dalam diri kita api Pentakosta, yang mendorong kita untuk berseru kepada para pria dan wanita di kota ini bahwa perbudakan mereka telah berakhir dan bahwa Kristus adalah jalan yang menuntun ke kota surgawi. Inilah sebabnya kita membutuhkan iman, saudara dan saudari. Hari ini kita memohon karunia iman untuk menempuh jalan ini.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.