Bacaan
Ekaristi : Kej. 14:18-20; Mzm. 110:1,2,3,4; 1Kor. 11:23-26; Luk. 9:11b-17.
Hari
ini, sabda Allah membantu kita untuk semakin dalam menghargai dua kata kerja
yang sederhana namun penting untuk kehidupan sehari-hari : mengucap dan
memberi.
Mengucap.
Dalam Bacaan Pertama, Melkisedek mengucapkan : "Diberkatilah kiranya Abram
oleh Allah Yang Mahatinggi ... dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi" (Kej
14:19-20). Bagi Melkisedek, mengucap adalah memberkati. Ia memberkati Abraham,
di dalam dirinya semua kaum keluarga di muka bumi akan mendapat berkat (bdk.
Kej 12:3; Gal 3:8). Segalanya dimulai dengan berkat : ucapan kebaikan
menciptakan sebuah sejarah kebaikan. Hal yang sama terjadi dalam Injil :
sebelum penggandaan roti, Yesus memberkati roti-roti tersebut : "Dan
setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit,
mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada
murid-murid-Nya" (Luk 9:16). Berkat mengubah lima roti menjadi makanan
yang cukup untuk sejumlah besar orang banyak : berkat mengeluarkan sebuah riam
kebaikan.
Mengapa
memberkati itu baik? Karena memberkati mengubah sebuah ucapan menjadi karunia.
Ketika kita memberkati, kita tidak sedang melakukan sesuatu untuk diri kita
sendiri, tetapi untuk orang lain. Berkat bukanlah tentang mengucapkan kata-kata
manis atau frasa usang; memberkati adalah tentang mengucapkan kebaikan, mengucapkan
dengan kasih. Itulah yang dilakukan Melkisedek, ketika ia secara spontan
memberkati Abram, yang tidak mengucapkan atau melakukan apa pun untuknya. Yesus
melakukan hal yang sama, dan Ia menunjukkan apa yang dimaksud berkat dengan
membagi-bagikan roti secara cuma-cuma. Berapa kali juga, kita telah diberkati,
di gereja atau di rumah kita? Berapa kali kita menerima ucapan pemberi
semangat, atau tanda salib di dahi kita? Kita diberkati pada hari pembaptisan
kita, dan kita diberkati di akhir setiap Misa. Ekaristi itu sendiri merupakan
sebuah sekolah berkat. Allah memberkati kita, anak-anak-Nya yang tercinta, dan
dengan demikian mendorong kita untuk terus maju. Dan kita, pada gilirannya,
memuji Tuhan dalam jemaah kita (bdk. Mzm 68:27), menemukan kembali sukacita
pujian yang membebaskan dan menyembuhkan hati. Kita datang ke Misa, yakin bahwa
kita akan diberkati oleh Tuhan, dan kita pergi untuk memberkati orang lain pada
gilirannya, menjadi saluran kebaikan di dunia.
Penting
bagi kita para gembala untuk terus memberkati umat Allah. Para imam yang
terkasih, jangan takut untuk memanjatkan berkat, karena Tuhan ingin memberkati
umat-Nya; Ia senang membuat kita merasakan kasih sayang-Nya untuk kita. Hanya
sebagai orang-orang yang diberkati, kita dapat memberkati orang lain dengan
urapan kasih yang sama. Sungguh menyedihkan memikirkan betapa mudahnya
orang-orang dewasa ini mengucapkan bukan kata-kata berkat tetapi penghinaan dan
cemoohan. Dalam hiruk pikuk umum, kita kehilangan kendali dan melampiaskan
kemarahan kita pada segala sesuatu dan semua orang. Sedihnya, mereka yang
berteriak paling keras, paling marah, sering menarik bagi orang lain dan
membujuk mereka. Marilah kita menghindari terjangkit oleh kesombongan itu;
janganlah kita membiarkan diri kita dikuasai oleh kepahitan, karena kita makan
Roti yang mengandung segala rasa manis di dalamnya. Umat Allah suka memuji, tidak mengeluh; kita diciptakan untuk memberkati,
bukan bersungut-sungut. Di hadapan Ekaristi, Yesus yang menjadi roti, roti yang
sederhana ini yang berisi seluruh kenyataan Gereja, marilah kita belajar
memberkati semua yang kita miliki, memuji Allah, memberkati dan tidak mengutuk
semua orang yang telah menuntun kita ke saat ini, serta mengucapkan kata-kata
pemberi semangat kepada orang lain.
Kata
kerja kedua adalah memberi. Dengan demikian "mengucap" diikuti dengan
"memberi". Inilah perkara dengan Abraham yang, setelah diberkati oleh
Melkisedek, "memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya" (Kej
14:20). Demikian pula halnya dengan Yesus yang setelah mendaraskan berkat,
memberikan roti untuk dibagikan di antara orang banyak. Hal ini memberitahu
kita sesuatu yang sangat indah. Roti bukan hanya sesuatu untuk dimakan; roti
adalah sebuah sarana untuk berbagi. Anehnya, kisah penggandaan roti tidak
menyebutkan penggandaan itu sendiri. Sebaliknya, kata-kata yang menonjol adalah
: "memecah-mecahkan", "memberikan" dan
"membagi-bagikan" (bdk. Luk 9:16). Akibatnya, penekanannya bukan pada
penggandaan tetapi tindakan berbagi. Hal ini penting. Yesus tidak
mempertunjukkan sebuah trik sulap; Ia tidak mengubah lima roti menjadi lima
ribu roti dan kemudian mengumumkan : “Di sana! Bagikanlah roti-roti itu!”
Tidak. Yesus pertama-tama berdoa, kemudian memberkati kelima roti itu dan mulai
memecah-mecahkannya, percaya kepada Bapa. Dan kelima roti itu tidak pernah
habis. Ini bukanlah sebuah trik sulap; ini adalah tindakan mempercayai Allah
dan pemeliharaan-Nya.
Di
dunia, kita selalu berusaha meningkatkan laba kita, meningkatkan pendapatan
kita. Tetapi mengapa? Apakah memberi, atau memiliki? Berbagi atau menimbun?
“Ekonomi” Injil berlipat ganda melalui berbagi, memberi makan melalui penyaluran.
“Ekonomi” Injil tidak memuaskan keserakahan beberapa orang, tetapi memberi
hidup kepada dunia (bdk. Yoh 6:33). Kata kerja yang digunakan Yesus bukanlah
memiliki tetapi memberikan.
Ia
langsung memberitahu para murid-Nya : "Kamu harus memberi mereka
makan!" (Luk 9:13). Kita dapat membayangkan berbagai pikiran yang
terlintas dalam benak mereka : “Kami tidak memiliki cukup roti untuk diri kami
sendiri, dan sekarang kami diharuskan memikirkan orang lain? Mengapa kami harus
memberi mereka makan, jika mereka datang untuk mendengarkan Guru kami? Jika
mereka tidak membawa makanan sendiri, biarkan mereka pulang, atau berilah kami
uang agar kami bisa membelinya”. Cara berpikir ini tidak salah, tetapi itu
bukanlah cara berpikir Yesus. Ia tidak akan memiliki berbagai pikiran tersebut :
"Kamu harus memberi mereka makan". Apa pun yang kita miliki dapat
menghasilkan buah jika kita memberikannya - itulah yang ingin dikatakan Yesus
kepada kita - dan tidak masalah apakah itu besar atau kecil. Tuhan melakukan
hal-hal besar dengan kerendahan hati kita, seperti yang Ia lakukan dengan
kelima roti. Ia tidak melakukan berbagai mukjizat yang spektakuler, tetapi
menggunakan hal-hal sederhana, memecah-mecahkan roti di tangan-Nya, memberikan,
menyalurkan, dan membagi-bagikannya. Kemahakuasaan Allah sederhana, berupa
kasih semata. Dan kasih dapat mencapai hal-hal besar dengan hal-hal kecil.
Ekaristi mengajarkan kita hal ini : karena di sana kita menemukan Allah sendiri
terkandung dalam sepotong roti. Menjadi sederhana dan penting, roti yang
dipecah-pecahkan dan dibagi-bagikan, Ekaristi yang kita terima memungkinkan
kita untuk melihat hal-hal seperti yang dilihat Allah. Ekaristi mengilhami kita
untuk memberikan diri kita bagi orang lain. Ekaristi adalah penangkal pola
pikir yang mengatakan : "Maaf, itu bukan persoalanku", atau :
"Aku tidak punya waktu, aku tidak dapat membantumu, itu bukan
urusanku".
Di
kota kita yang lapar akan kasih dan perhatian, yang menderita penuaan dan
penelantaran, yang mengandung begitu banyak orang lanjut usia yang hidup
sendirian, keluarga-keluarga dalam kesulitan, orang-orang muda yang berjuang
untuk mendapatkan roti dan mewujudkan impian mereka, Tuhan bersabda kepada kamu
masing-masing : "Kamu sendiri harus memberi mereka makan!". Kamu
mungkin menjawab : “Tetapi aku punya sedikit; aku tidak sanggup melakukannya”.
Itu tidak benar; "sedikit"-mu bernilai besar di mata Yesus, asalkan
kamu tidak menyimpannya untuk dirimu sendiri, tetapi lakukanlah. Dan kamu tidak
sendirian, karena kamu memiliki Ekaristi, roti untuk perjalanan, roti Yesus.
Malam ini juga, kita akan dipelihara oleh tubuh-Nya yang diserahkan untuk kita.
Jika kita menerimanya di dalam hati kita, roti ini akan mengeluarkan kekuatan
kasih di dalam diri kita. Kita akan merasa diberkati dan dikasihi, serta kita
akan ingin memberkati dan mengasihi pada gilirannya, mulai di sini, di kota
kita, di jalan-jalan di mana kita akan melakukan prosesi malam ini. Tuhan
datang ke jalan-jalan kita untuk mengucap berkat bagi kita dan memberi kita
keberanian. Ia meminta agar kita juga menjadi berkat dan karunia bagi orang
lain.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.