Bacaan
Ekaristi : Kej. 28:10-22a; Mzm. 91:1-2,3-4,14-15ab; Mat. 9:18-26.
Hari
ini sabda Allah berbicara kepada kita tentang keselamatan dan pembebasan.
Keselamatan.
Selama perjalanannya dari Bersyeba ke Haran, Yakub memutuskan untuk berhenti
dan beristirahat di tempat yang sunyi. Dalam mimpi, ia melihat sebuah tangga :
pijakannya terletak di bumi dan puncaknya sampai di langit (bdk. Kej 28:10-22).
Tangga, tempat malaikat Allah naik dan turun, melambangkan hubungan antara yang
ilahi dan yang manusiawi, tergenapi secara historis dalam penjelmaan Kristus
(bdk. Yoh 1:51), yang merupakan karunia pewahyuan dan keselamatan yang penuh
kasih dari Bapa. Tangga adalah sebuah kiasan tindakan ilahi yang mendahului
segala kegiatan manusiawi. Tangga adalah kebalikan dari Menara Babel, yang
dibangun oleh orang-orang dengan kekuatan mereka sendiri, yang ingin mencapai
surga untuk menjadi allah. Namun dalam hal ini, Allahlah yang turun; Tuhanlah
yang mewahyukan diri-Nya; Allahlah yang menyelamatkan. Dan Imanuel, Allah
beserta kita, menggenapi janji saling memiliki antara Tuhan dan umat manusia,
dalam tanda kasih yang menjelma dan murah hati yang memberi kehidupan dalam
kelimpahan.
Menghadapi
pewahyuan ini, Yakub membuat sebuah tindakan percaya kepada Tuhan, yang menjadi
karya pengakuan dan penyembahan yang menandai saat pokok dalam sejarah
keselamatan. Ia meminta Tuhan untuk melindunginya dalam perjalanan yang sulit
yang harus ia lakukan, dan berkata : "Tuhan akan menjadi Allahku"
(Kej 28:21).
Mengucapkan
kata-kata sang bapa bangsa, kita mengulangi dalam Mazmur : "Allahku, yang
kupercayai". Dialah perlindungan dan kekuatan kita, perisai dan pagar
tembok kita, jangkar kita di saat-saat pencobaan. Tuhan adalah tempat
perlindungan bagi umat beriman yang memanggil-Nya pada masa-masa kesusahan
besar. Karena memang pada saat-saat seperti itulah doa kita menjadi lebih
murni, ketika kita menyadari bahwa keamanan yang ditawarkan dunia hanya
memiliki sedikit nilai, dan hanya Allah yang tersisa. Hanya Allahlah yang
membuka surga bagi mereka yang hidup di bumi. Hanya Allahlah yang
menyelamatkan.
Kepercayaan
penuh dan mutlak ini dimiliki juga baik oleh kepala rumat ibadat dan perempuan yang
sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan dalam Injil (lih. Mat
9:18-26). Inilah adegan pembebasan. Keduanya mendekat kepada Yesus untuk
mendapatkan apa yang tidak dapat diberikan oleh orang lain kepada mereka :
pembebasan dari penyakit dan dari maut. Di satu sisi, ada putri dari salah
seorang penguasa kota; di sisi lain, seorang perempuan yang menderita penyakit
yang membuatnya menjadi orang terlantar, terpinggirkan, dan najis. Tetapi Yesus
tidak membeda-bedakan : pembebasan diberikan dengan murah hati kepada mereka
masing-masing. Kerinduan mereka menempatkan baik perempuan maupun gadis
tersebut di antara "orang-orang kecil" yang harus dikasihi dan
dibangkitkan.
Yesus
menyatakan kepada murid-murid-Nya tentang perlunya pilihan untuk mengistimewakan
orang-orang kecil, yaitu orang-orang yang harus diberi barisan depan dalam
menjalankan kegiatan amal. Ada banyak bentuk kemiskinan saat ini; seperti yang
ditulis Santo Yohanes Paulus II : “Kaum miskin, dalam berbagai kondisi
penderitaan mereka, adalah orang-orang yang tertindas, orang-orang yang berada
di pinggiran masyarakat, orang-orang tua, orang-orang sakit, orang-orang muda,
siapa saja dan semua orang yang dianggap dan diperlakukan sebagai 'orang-orang
kecil'” (Seruan Apostolik Vita Consecrata, 82).
Pada
ulang tahun keenam kunjungan ke Lampedusa ini, pikiran saya tertuju kepada
"orang-orang kecil" yang setiap hari berseru kepada Tuhan, meminta
untuk dibebaskan dari kejahatan yang menimpa mereka. Orang-orang kecil ini
diterlantarkan dan diperdaya sehingga meninggal di padang gurun; orang-orang
kecil ini disiksa, dilecehkan dan ditindas di kamp-kamp tahanan; orang-orang
kecil ini menghadapi gelombang laut yang tak kenal ampun; orang-orang kecil ini
dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama sehingga tidak bisa disebut
sementara. Ini hanya beberapa orang kecil yang Yesus minta agar kita kasihi dan
bangkitkan. Sayangnya pinggiran keberadaan kota-kota kita padat dihuni oleh
orang-orang yang terlantar, terpinggirkan, tertindas, terdiskriminasi, dilecehkan,
dieksploitasi, ditelantarkan, miskin dan menderita. Dalam semangat Sabda
Bahagia kita dipanggil untuk menghibur mereka dalam kesengsaraan mereka dan
menawarkan belas kasih kepada mereka; untuk memuaskan rasa lapar dan dahaga
mereka akan keadilan; memperkenankan mereka mengalami kebapaan Allah yang penuh
kepedulian; menunjukkan kepada mereka jalan menuju Kerajaan Surga. Mereka
adalah pribadi-pribadi; ini bukan sekadar masalah sosial atau migran! “Ini
bukan hanya tentang migran”, dalam arti ganda, para migran adalah orang-orang
yang pertama dari segenap pribadi manusia, dan mereka adalah lambang dari semua
orang yang ditolak oleh masyarakat global saat ini.
Kita
dengan sendirinya kembali ke gambar tangga Yakub. Dalam Kristus Yesus, hubungan
antara bumi dan surga dijamin dan dapat diakses oleh semua orang. Namun menaiki
tangga ini membutuhkan keteguhan hati, upaya dan rahmat. Orang-orang yang
paling lemah dan paling rentan harus ditolong. Saya suka berpikir bahwa kita
bisa menjadi para malaikat yang naik dan turun, mengambil di bawah sayap kita
orang-orang kecil, orang-orang lumpuh, orang-orang sakit, orang-orang terlantar
: jika sebaliknya, orang-orang kecil akan tinggal di belakang dan hanya akan
mengalami kemiskinan yang melanda bumi, tanpa sekilas pun mengalami kecerahan
surga dalam kehidupan ini.
Saudara
dan saudari sekalian, ini adalah sebuah tanggung jawab yang luar biasa, yang
tak seorangpun terbebas jika kita ingin memenuhi misi keselamatan dan
pembebasan di mana Tuhan sendiri telah memanggil kita untuk bekerja sama. Saya
tahu bahwa banyak dari kalian, yang tiba hanya beberapa bulan yang lalu, sudah
membantu saudara-saudari yang datang lebih kemudian. Saya ingin mengucapkan
terima kasih atas teladan kemanusiaan, rasa syukur dan kesetiakawanan yang
paling indah ini.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.