Bacaan
Ekaristi : Kol 3:12-17; Luk 6:27-38
Saudara
dan saudari yang terkasih,
Kita
telah mendengar bagian dari Khotbah di Bukit, yang diambil dari Injil Lukas.
Setelah memilih murid-murid-Nya dan memberitakan Sabda Bahagia, Yesus
menambahkan, “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah
musuhmu" (Luk 6:27). Hari ini, perkataan-Nya juga ditujukan kepada kita,
yang mendengarnya di Stadion ini.
Yesus
berbicara secara gamblang, sederhana dan tegas ketika Ia menelusuri sebuah
jalan, sebuah jalan sempit yang menuntut kebajikan tertentu. Karena Yesus bukan
seorang yang mengawang-awang, seseorang yang mengabaikan kenyataan. Ia sedang
berbicara tentang musuh tertentu, musuh yang sesungguhnya, macam musuh yang Ia
paparkan dalam Sabda Bahagia sebelumnya (ayat 22) : orang-orang yang membenci
kita, mengucilkan kita, mencela kita dan mencemarkan nama baik kita.
Banyak
dari kamu masih dapat menceritakan kisah kekerasan, kebencian dan pertikaianmu
sendiri; beberapa tentang hal-hal yang terjadi padamu secara pribadi, hal-hal
lainnya tentang orang-orang yang telah meninggal dan orang-orang yang masih
hidup yang kamu kenal, karena takut bahwa luka masa lalu akan menganga kembali
dan menjungkirkan kemajuan menuju perdamaian yang telah dibuat, seperti di Cabo
Delgado.
Yesus
tidak sedang memanggil kita menuju kasih yang maya, terlalu sempurna bagi
dunia, atau teoretis, seperti yang dipuji-puji dalam pidato yang bagus. Jalan
yang Ia usulkan adalah jalan yang sudah Ia ambil, jalan yang menuntun-Nya untuk
mengasihi orang-orang yang mengkhianati-Nya, yang menghakimi-Nya secara tidak adil,
yang membunuh-Nya.
Tidaklah
mudah berbicara tentang rekonsiliasi sementara luka dari tahun-tahun pertikaian
masih menganga, atau mengambil langkah menuju pengampunan, yang tidak sama
dengan melupakan rasa sakit atau menghapus ingatan atau cita-cita kita (bdk.
Evangelii Gaudium, 100). Meskipun begitu, Yesus Kristus memanggil kita untuk
mengasihi dan berbuat baik. Hal ini berarti lebih dari sekadar mengabaikan
orang-orang yang menyakiti kita, atau berusaha menghindari berjumpa mereka.
Yesus memerintahkan kita untuk menunjukkan kemurahan hati yang aktif, tidak
pilih-pilih dan luar biasa terhadap orang-orang yang telah menyakiti kita.
Yesus juga tidak berhenti di situ. Ia juga meminta kita untuk memberkati mereka
dan mendoakan mereka. Dengan kata lain, membicarakan mereka dengan kata-kata
berkat, dengan kata-kata kehidupan bukan kematian, mengucapkan nama mereka
bukan dalam penghinaan atau balas dendam, tetapi membangun ikatan baru yang
membawa kedamaian. Inilah patokan tinggi yang ditetapkan Sang Guru di hadapan
kita!
Dengan
mengundang kita untuk melakukan hal ini, Yesus ingin mengakhiri selamanya
praktek umum menjadi orang Kristiani namun hidup di bawah hukum balas dendam.
Kita tidak bisa melihat ke masa depan, atau membangun bangsa, masyarakat yang
adil, berdasarkan kekerasan. Aku tidak bisa mengikuti Yesus jika aku menjalani
hidupku dengan aturan "mata ganti mata, dan gigi ganti gigi".
Tidak
ada keluarga, tidak ada kelompok orang-orang terdekat, tidak ada kelompok
etnis, apalagi sebuah negara, memiliki masa depan jika kekuatan yang
mempersatukan mereka, membawa mereka bersama-sama dan menyelesaikan perbedaan
mereka adalah balas dendam dan kebencian. Kita tidak bisa berdamai dan bersatu
demi balas dendam, atau memperlakukan orang lain dengan kekerasan yang sama
dengan yang mereka lakukan kepada kita, atau merencanakan peluang untuk balas
dendam di bawah pertanda baik yang tampaknya sah. “Senjata dan kekerasan, tidak
pernah bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru menciptakan
pertikaian-pertikaian baru yang lebih serius dan parah” (Evangelii Gaudium,
60). Sebuah "keadilan" yang lahir dari kekerasan selalu merupakan
pilinan tanpa pelarian, dan biayanya sangat tinggi. Namun jalan lain mungkin,
karena tidak melupakan bahwa rakyat kita memiliki hak untuk perdamaian sangat
penting. Kamu memiliki hak untuk perdamaian.
Menjadikan
perintah-Nya lebih nyata dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
Yesus mengusulkan kaidah emas pertama, yang berada dalam jangkauan semua orang.
“Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga
demikian kepada mereka” (Luk 6:31). Dan Ia membantu kita menyadari apa yang
paling penting dalam cara bertindak terhadap orang lain : saling mengasihi,
saling membantu dan meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
“Saling
mengasihi”, Yesus memberitahu kita. Paulus menerjemahkan ini sebagai
“Kenakanlah belas kasihan dan kemurahan” (Kol. 3:12). Dunia mengabaikan dan
terus mengabaikan kebaikan, belas kasihan. Membunuh atau menelantarkan orang
cacat dan orang tua, mengenyahkan orang yang terluka dan lemah, atau
menunjukkan dirinya lebih peduli dengan penderitaan hewan. Dunia belum
melaksanakan kebaikan dan kemurahan hati yang menuntun kita untuk memikirkan
kebutuhan sesama kita yang tercinta sebagai kebutuhan kita.
Mengatasi
masa perpecahan dan kekerasan tidak hanya menyerukan tindakan rekonsiliasi atau
perdamaian, dalam arti tidak adanya pertikaian. Mengatasi masa perpecahan dan
kekerasan juga menyerukan kepada semua orang untuk setiap hari berketetapan hati
guna memerhatikan secara penuh dan aktif yang membuat kita memperlakukan orang
lain dengan belas kasihan dan kebaikan yang sama yang dengannya kita sendiri
ingin diperlakukan. Suatu sikap belas kasihan dan kebaikan terutama terhadap
orang-orang yang, karena kedudukannya dalam masyarakat, serta merta menghadapi
penolakan dan pengucilan. Bukan sikap kaum lemah melainkan sikap kaum kuat,
sikap pria dan wanita yang menyadari bahwa tidak perlu menganiaya, merendahkan
atau menghancurkan orang lain demi merasakan diri kita penting, tetapi
sebaliknya ... Dan sikap ini adalah kekuatan kenabian yang ditunjukkan Yesus
Kristus sendiri kepada kita oleh keinginan-Nya untuk dikenali dalam diri mereka
(bdk. Mat 25:35-45) dan dengan mengajarkan kita jalan pelayanan.
Mozambik
adalah negeri yang melimpah kekayaan alam dan budayanya, namun secara bertolak
belakang, sejumlah besar penduduknya hidup di bawah tingkat kemiskinan. Dan
kadang-kadang tampaknya orang-orang yang mendekati untuk membantu diduga
memiliki kepentingan lain. Sayangnya, hal yang sama terjadi pada
saudara-saudari di negeri ini, yang membiarkan diri mereka dirusak. Berpikir
bahwa inilah harga yang harus dibayar untuk bantuan asing sangat berbahaya.
"Tidaklah
demikian di antara kamu" (Mat 20:26; bdk. ayat 26-28). Kata-kata Yesus
mendesak kita untuk memelopori cara bertindak yang berbeda : cara bertindak
kerajaan-Nya. Menjadi benih, di sini dan sekarang, benih sukacita dan harapan,
perdamaian dan rekonsiliasi. Yang digerakkan Roh Kudus bukanlah suatu kesibukan
yang kacau, melainkan terutama suatu sikap perhatian terhadap orang lain,
mengakui dan menghargai mereka sebagai saudara dan saudari kita, bahkan sampai
pada titik mengenali dengan kehidupan dan penderitaan mereka. Inilah barometer
terbaik untuk mengukur segala jenis ideologi yang akan memanipulasi kaum miskin
dan situasi ketidakadilan demi kepentingan politik atau pribadi (bdk. Evangelii
Gaudium, 199). Dengan cara ini, di semua tempat di mana kita saling bertemu,
kita bisa menjadi benih dan alat perdamaian dan rekonsiliasi.
Kita
ingin perdamaian berkuasa di hati kita dan dalam kehidupan rakyat kita. Kita
menginginkan sebuah masa depan yang damai. Kita menginginkan “damai sejahtera
Kristus memerintah dalam hati kita” (Kol 3.15), seperti yang dengan sangat baik
dikatakan dalam surat Santo Paulus. Di sini Paulus menggunakan kata yang
diambil dari dunia olahraga, yang membangkitkan pengadil yang menyelesaikan
masalah yang disengketakan. “Semoga damai sejahtera Kristus bertindak sebagai
pengadil di dalam hatimu”. Jika kedamaian Kristus bertindak sebagai pengadil di
dalam hati kita, kapan pun kita merasakan pertentangan atau kita merasa
terpecah belah di antara dua perasaan yang berlawanan, “kita seharusnya
memainkan permainan Kristus”, dan membiarkan keputusannya membuat kita berada
di jalur kasih, jalan belas kasihan, dalam pilihan kaum yang paling miskin dan
perlindungan alam. Jalan damai.
Jika
Yesus bertugas sebagai pengadil terhadap emosi yang saling bertentangan di
dalam hati kita, dalam keputusan yang rumit dari negara kita, maka Mozambik
akan memastikan masa depan harapan. Maka negaramu akan melantunkan
"mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada
Allah di dalam hatimu” (Kol 3:16).
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.