Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI STADION ZIMPETO, MAPUTO (MOZAMBIK) 6 September 2019


Bacaan Ekaristi : Kol 3:12-17; Luk 6:27-38

Saudara dan saudari yang terkasih,

Kita telah mendengar bagian dari Khotbah di Bukit, yang diambil dari Injil Lukas. Setelah memilih murid-murid-Nya dan memberitakan Sabda Bahagia, Yesus menambahkan, “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu" (Luk 6:27). Hari ini, perkataan-Nya juga ditujukan kepada kita, yang mendengarnya di Stadion ini.


Yesus berbicara secara gamblang, sederhana dan tegas ketika Ia menelusuri sebuah jalan, sebuah jalan sempit yang menuntut kebajikan tertentu. Karena Yesus bukan seorang yang mengawang-awang, seseorang yang mengabaikan kenyataan. Ia sedang berbicara tentang musuh tertentu, musuh yang sesungguhnya, macam musuh yang Ia paparkan dalam Sabda Bahagia sebelumnya (ayat 22) : orang-orang yang membenci kita, mengucilkan kita, mencela kita dan mencemarkan nama baik kita.

Banyak dari kamu masih dapat menceritakan kisah kekerasan, kebencian dan pertikaianmu sendiri; beberapa tentang hal-hal yang terjadi padamu secara pribadi, hal-hal lainnya tentang orang-orang yang telah meninggal dan orang-orang yang masih hidup yang kamu kenal, karena takut bahwa luka masa lalu akan menganga kembali dan menjungkirkan kemajuan menuju perdamaian yang telah dibuat, seperti di Cabo Delgado.

Yesus tidak sedang memanggil kita menuju kasih yang maya, terlalu sempurna bagi dunia, atau teoretis, seperti yang dipuji-puji dalam pidato yang bagus. Jalan yang Ia usulkan adalah jalan yang sudah Ia ambil, jalan yang menuntun-Nya untuk mengasihi orang-orang yang mengkhianati-Nya, yang menghakimi-Nya secara tidak adil, yang membunuh-Nya.

Tidaklah mudah berbicara tentang rekonsiliasi sementara luka dari tahun-tahun pertikaian masih menganga, atau mengambil langkah menuju pengampunan, yang tidak sama dengan melupakan rasa sakit atau menghapus ingatan atau cita-cita kita (bdk. Evangelii Gaudium, 100). Meskipun begitu, Yesus Kristus memanggil kita untuk mengasihi dan berbuat baik. Hal ini berarti lebih dari sekadar mengabaikan orang-orang yang menyakiti kita, atau berusaha menghindari berjumpa mereka. Yesus memerintahkan kita untuk menunjukkan kemurahan hati yang aktif, tidak pilih-pilih dan luar biasa terhadap orang-orang yang telah menyakiti kita. Yesus juga tidak berhenti di situ. Ia juga meminta kita untuk memberkati mereka dan mendoakan mereka. Dengan kata lain, membicarakan mereka dengan kata-kata berkat, dengan kata-kata kehidupan bukan kematian, mengucapkan nama mereka bukan dalam penghinaan atau balas dendam, tetapi membangun ikatan baru yang membawa kedamaian. Inilah patokan tinggi yang ditetapkan Sang Guru di hadapan kita!

Dengan mengundang kita untuk melakukan hal ini, Yesus ingin mengakhiri selamanya praktek umum menjadi orang Kristiani namun hidup di bawah hukum balas dendam. Kita tidak bisa melihat ke masa depan, atau membangun bangsa, masyarakat yang adil, berdasarkan kekerasan. Aku tidak bisa mengikuti Yesus jika aku menjalani hidupku dengan aturan "mata ganti mata, dan gigi ganti gigi".

Tidak ada keluarga, tidak ada kelompok orang-orang terdekat, tidak ada kelompok etnis, apalagi sebuah negara, memiliki masa depan jika kekuatan yang mempersatukan mereka, membawa mereka bersama-sama dan menyelesaikan perbedaan mereka adalah balas dendam dan kebencian. Kita tidak bisa berdamai dan bersatu demi balas dendam, atau memperlakukan orang lain dengan kekerasan yang sama dengan yang mereka lakukan kepada kita, atau merencanakan peluang untuk balas dendam di bawah pertanda baik yang tampaknya sah. “Senjata dan kekerasan, tidak pernah bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru menciptakan pertikaian-pertikaian baru yang lebih serius dan parah” (Evangelii Gaudium, 60). Sebuah "keadilan" yang lahir dari kekerasan selalu merupakan pilinan tanpa pelarian, dan biayanya sangat tinggi. Namun jalan lain mungkin, karena tidak melupakan bahwa rakyat kita memiliki hak untuk perdamaian sangat penting. Kamu memiliki hak untuk perdamaian.

Menjadikan perintah-Nya lebih nyata dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, Yesus mengusulkan kaidah emas pertama, yang berada dalam jangkauan semua orang. “Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka” (Luk 6:31). Dan Ia membantu kita menyadari apa yang paling penting dalam cara bertindak terhadap orang lain : saling mengasihi, saling membantu dan meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

“Saling mengasihi”, Yesus memberitahu kita. Paulus menerjemahkan ini sebagai “Kenakanlah belas kasihan dan kemurahan” (Kol. 3:12). Dunia mengabaikan dan terus mengabaikan kebaikan, belas kasihan. Membunuh atau menelantarkan orang cacat dan orang tua, mengenyahkan orang yang terluka dan lemah, atau menunjukkan dirinya lebih peduli dengan penderitaan hewan. Dunia belum melaksanakan kebaikan dan kemurahan hati yang menuntun kita untuk memikirkan kebutuhan sesama kita yang tercinta sebagai kebutuhan kita.

Mengatasi masa perpecahan dan kekerasan tidak hanya menyerukan tindakan rekonsiliasi atau perdamaian, dalam arti tidak adanya pertikaian. Mengatasi masa perpecahan dan kekerasan juga menyerukan kepada semua orang untuk setiap hari berketetapan hati guna memerhatikan secara penuh dan aktif yang membuat kita memperlakukan orang lain dengan belas kasihan dan kebaikan yang sama yang dengannya kita sendiri ingin diperlakukan. Suatu sikap belas kasihan dan kebaikan terutama terhadap orang-orang yang, karena kedudukannya dalam masyarakat, serta merta menghadapi penolakan dan pengucilan. Bukan sikap kaum lemah melainkan sikap kaum kuat, sikap pria dan wanita yang menyadari bahwa tidak perlu menganiaya, merendahkan atau menghancurkan orang lain demi merasakan diri kita penting, tetapi sebaliknya ... Dan sikap ini adalah kekuatan kenabian yang ditunjukkan Yesus Kristus sendiri kepada kita oleh keinginan-Nya untuk dikenali dalam diri mereka (bdk. Mat 25:35-45) dan dengan mengajarkan kita jalan pelayanan.

Mozambik adalah negeri yang melimpah kekayaan alam dan budayanya, namun secara bertolak belakang, sejumlah besar penduduknya hidup di bawah tingkat kemiskinan. Dan kadang-kadang tampaknya orang-orang yang mendekati untuk membantu diduga memiliki kepentingan lain. Sayangnya, hal yang sama terjadi pada saudara-saudari di negeri ini, yang membiarkan diri mereka dirusak. Berpikir bahwa inilah harga yang harus dibayar untuk bantuan asing sangat berbahaya.

"Tidaklah demikian di antara kamu" (Mat 20:26; bdk. ayat 26-28). Kata-kata Yesus mendesak kita untuk memelopori cara bertindak yang berbeda : cara bertindak kerajaan-Nya. Menjadi benih, di sini dan sekarang, benih sukacita dan harapan, perdamaian dan rekonsiliasi. Yang digerakkan Roh Kudus bukanlah suatu kesibukan yang kacau, melainkan terutama suatu sikap perhatian terhadap orang lain, mengakui dan menghargai mereka sebagai saudara dan saudari kita, bahkan sampai pada titik mengenali dengan kehidupan dan penderitaan mereka. Inilah barometer terbaik untuk mengukur segala jenis ideologi yang akan memanipulasi kaum miskin dan situasi ketidakadilan demi kepentingan politik atau pribadi (bdk. Evangelii Gaudium, 199). Dengan cara ini, di semua tempat di mana kita saling bertemu, kita bisa menjadi benih dan alat perdamaian dan rekonsiliasi.

Kita ingin perdamaian berkuasa di hati kita dan dalam kehidupan rakyat kita. Kita menginginkan sebuah masa depan yang damai. Kita menginginkan “damai sejahtera Kristus memerintah dalam hati kita” (Kol 3.15), seperti yang dengan sangat baik dikatakan dalam surat Santo Paulus. Di sini Paulus menggunakan kata yang diambil dari dunia olahraga, yang membangkitkan pengadil yang menyelesaikan masalah yang disengketakan. “Semoga damai sejahtera Kristus bertindak sebagai pengadil di dalam hatimu”. Jika kedamaian Kristus bertindak sebagai pengadil di dalam hati kita, kapan pun kita merasakan pertentangan atau kita merasa terpecah belah di antara dua perasaan yang berlawanan, “kita seharusnya memainkan permainan Kristus”, dan membiarkan keputusannya membuat kita berada di jalur kasih, jalan belas kasihan, dalam pilihan kaum yang paling miskin dan perlindungan alam. Jalan damai.

Jika Yesus bertugas sebagai pengadil terhadap emosi yang saling bertentangan di dalam hati kita, dalam keputusan yang rumit dari negara kita, maka Mozambik akan memastikan masa depan harapan. Maka negaramu akan melantunkan "mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu” (Kol 3:16).

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.