Bacaan
Ekaristi : 1Tim. 3:1-13; Mzm. 101:1-2ab,2cd-3ab,5,6; Luk. 7:11-17.
Keutamaan
belas kasihan adalah pokok permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya pada
Misa harian Selasa pagi 17 September 2019 di Casa Santa Marta, Vatikan. Belas
kasihan adalah bahasa Allah, sedangkan sering kali bahasa manusia adalah bahasa
ketidakpedulian. Beliau mengajak umat yang hadir untuk membuka hati terhadap
belas kasihan dan tidak “menutup diri” dengan bersikap acuh tak acuh.
Bapa
Suci berkaca pada Bacaan Injil hari itu (Luk. 7:11-17) yang menceritakan
pertemuan Yesus dengan seorang janda di kota Nain yang sedang berduka atas
kematian putra satu-satunya saat ia dibawa ke kubur. Penginjil tidak mengatakan
bahwa Yesus memiliki belas kasihan, kata Paus Fransiskus, tetapi "Tuhan
tergerak hati-Nya oleh belas kasihan", seolah-olah Ia telah diliputi oleh
perasaan tersebut.
Selanjutnya
Paus Fransiskus menjelaskan bahwa dengan memandang melalui "lensa"
belas kasihan Yesus melihat dan memahami kenyataan perempuan itu. “Belas
kasihan memungkinkan kamu melihat kenyataan; belas kasihan laksana lensa hati :
belas kasihan memungkinkan kita untuk menerima dan memahami berbagai dimensi
yang sesungguhnya. Dalam Injil, Yesus sering tergerak hati-Nya oleh belas
kasihan. Dan belas kasihan juga merupakan bahasa Allah”, kata Bapa Suci.
Paus
Fransiskus mencatat bahwa belas kasihan telah muncul di dalam Kitab Suci jauh
sebelum kedatangan Kristus: belas kasihan adalah Allah yang berkata kepada
Musa, "Aku telah menyaksikan penderitaan umat-Ku", dan berkat belas
kasihan Allah mengutus Musa untuk menyelamatkan umat-Nya. "Allah kita
adalah Allah belas kasihan, dan belas kasihan - bisa kita katakan - adalah
kelemahan Allah, tetapi juga merupakan kekuatan-Nya", beliau mengatakan.
Lalu
Paus Fransiskus menguraikan fakta bahwa belas kasihan bukanlah rasa iba,
perasaan, beliau menjelaskan, yang kita rasakan misalnya ketika melihat seekor
anjing mati di jalan. Ketika belas kasihan muncul, beliau menjelaskan,
"kita terlibat dalam masalah orang lain".
Paus
Fransiskus merujuk kembali pada perumpamaan Injil tentang penggandaan roti.
Beliau mengingatkan bahwa ketika Yesus mengatakan kepada para murid-Nya untuk
memberi makan orang banyak sementara mereka ingin menyingkirkan orang-orang
yang hadir dan menyuruh mereka untuk memberi makan. "Para murid itu
bijaksana", kata Paus Fransiskus, "Saya percaya bahwa pada saat itu
Yesus sedang marah, di dalam hati-Nya", dan ketika Ia mendengar jawaban
mereka Ia mendesak mereka "untuk memberi makan!".
"Tuhan
berbelas kasihan karena Ia melihat orang-orang ini seperti domba tanpa
gembala", kata Paus Fransiskus, seraya mencatat bahwa Injil berbicara, di
satu sisi, tentang sikap belas kasihan Yesus, dan di sisi lain, sikap
mementingkan diri dari para murid yang “mencari penyelesaian dengan tanpa
kompromi, yang tidak membuat tangan mereka kotor, seolah-olah membiarkan
orang-orang itu tetap demikian" : "Jika belas kasihan adalah bahasa
Allah, maka sering kali bahasa manusia adalah bahasa ketidakpedulian",
beliau mengatakan.
Kita
harus bertanya pada diri sendiri, Bapa Suci berkata : "Berapa kali kita
berpaling ...? Dengan melakukan hal itu kita menutup pintu terhadap belas
kasihan". Beliau mengajak umat yang hadir "untuk memeriksa hati
nurani" dan bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka memperkenankan
Roh Kudus membawa serta mereka di sepanjang jalan menuju belas kasihan.
"Itulah keutamaan Allah", kata Paus Fransiskus.
Selanjutnya
Paus Fransiskus mengakhiri permenungan tentang Injil hari ini terutama ketika
Tuhan berkata kepada ibu yang berduka : "Jangan menangis".
Dengan
belaian belas kasihan-Nya, Yesus mengembalikan pemuda itu kepada ibunya, kata
Paus Fransiskus, sambil mencatat bahwa penginjil menggunakan kata
"kembali" yang menyiratkan tindakan keadilan.
“Belas
kasihan membawa serta kita di sepanjang jalan menuju keadilan sejati. Kita
harus senantiasa mengembalikan apa yang menjadi hak orang lain, dan hal ini
senantiasa menyelamatkan kita dari keegoisan, dari ketidakpedulian, dari
ketertutupan kita”.
Dan
beliau berdoa agar Tuhan juga memiliki belas kasihan terhadap kita
masing-masing : “Kita membutuhkannya”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.