Bacaan
Ekaristi : Yes 52:7-10; 1Kor 2:1-5; Mat 5:1-12a
Di
sini, di hadapan altar ini yang didedikasikan untuk Maria Ratu Perdamaian, di
gunung ini yang daripadanya kita dapat melihat kota dan laut nun jauh, kita
adalah sekumpulan besar orang, sebuah lautan wajah datang dari Mauritius dan
pulau-pulau lain di wilayah Samudra Hindia ini untuk mendengarkan Yesus
memberitakan Sabda Bahagia. Kita telah mendengar sabda kehidupan yang sama
bahwa hari ini, seperti dua ribu tahun yang lalu, memiliki kekuatan dan api
yang mampu menghangatkan hati yang terdingin. Bersama-sama kita dapat berkata
kepada Tuhan : Kami percaya kepada-Mu, dan dengan terang iman dan setiap denyut
hati kami, kami memahami kebenaran perkataan nabi Yesaya : mengabarkan berita
damai dan memberitakan kabar baik, mengabarkan berita selamat ... Allah kita
telah memerintah.
Sabda
Bahagia “seakan merupakan kartu jatidiri orang kristiani. Maka kalau seseorang
bertanya: 'Apa yang mesti dilakukan untuk menjadi orang kristiani yang baik?',
jawabannya sederhana. Kita perlu melakukan, masing-masing dengan caranya
sendiri, apa yang dikatakan Yesus dalam Sabda Bahagia. Dalam Sabda Bahagia
tergambar wajah Sang Guru. Kita dipanggil untuk menampilkannya di dalam hidup
kita sehari-hari” (Gaudete et Exsultate, 63). Demikian juga dengan “rasul
persatuan Mauritius”, Beato Jacques-Désiré Laval, sangat dihormati di
negeri-negeri ini. Mengasihi Kristus dan kaum miskin begitu menandai hidupnya
sehingga ia tidak dapat membayangkan pemberitaan Injil yang “tersendiri dan
bebas kuman”. Ia tahu bahwa penginjilan berarti menjadi segalanya bagi semua
orang (bdk. 1 Kor 9:19-22), dan oleh karena itu ia belajar bahasa budak yang
baru saja dibebaskan dan mengajarkan mereka Kabar Baik keselamatan dalam bahasa
yang sederhana. Ia mampu mengumpulkan umat beriman, mendidik mereka untuk perutusan
dan membangun komunitas-komunitas kristiani kecil di lingkungan, kota-kota dan
desa-desa terdekat: komunitas kecil, yang banyak di antaranya memunculkan
paroki-paroki masa kini. Perhatian pastoralnya mendapatkan kepercayaan dari
kaum miskin dan kaum terusir, serta menjadikan mereka yang pertama datang
bersama-sama dan menemukan tanggapan atas penderitaan mereka. Melalui
penjangkauan misionernya dan kasihnya, Pastor Laval memberikan sebuah masa
muda, sebuah kehidupan baru bagi Gereja Mauritius, di mana hari ini kita
diminta untuk terus maju.
Kita
perlu memupuk momentum misioner ini, karena dapat terjadi bahwa, sebagai Gereja
Kristus, kita dapat menyerah pada godaan kehilangan antusiasme kita untuk
penginjilan dengan berlindung pada keamanan duniawi yang perlahan tapi pasti
tidak hanya memengaruhi perutusan tetapi sebenarnya menghambat dan mencegahnya
mempersatukan orang-orang (bdk. Evangelii Gaudium, 26). Momentum misioner
selalu memiliki wajah yang muda dan menyegarkan. Karena kaum mudalah yang,
dengan daya hidup dan kemurahan hati mereka, dapat memberinya keindahan dan
kesegaran masa muda, ketika mereka menantang komunitas kristiani untuk
memperbarui dan mendesak kita untuk berlari cepat ke arah yang baru (bdk.
Christus Vivit, 37).
Hal
ini tidak selalu mudah. Berarti belajar untuk mengakui kehadiran kaum muda dan
memberi ruang bagi mereka di dalam komunitas kita dan di dalam masyarakat kita.
Hal yang sulit untuk dikatakan, tetapi meskipun pertumbuhan ekonomi negaramu
telah dikenal dalam beberapa dekade terakhir, kaum mudalah yang paling
menderita. Mereka menganggur, yang tidak hanya menciptakan ketidakpastian akan
masa depan, tetapi juga mencegah mereka untuk percaya bahwa mereka memainkan
peran penting dalam sejarah bersamamu. Ketidakpastian akan masa depan membuat
mereka merasa bahwa mereka berada di pinggiran masyarakat; membuat mereka
rentan dan tak berdaya di hadapan bentuk-bentuk perbudakan baru di abad kedua
puluh satu ini. Kaum muda kita adalah perutusan utama kita! Kita harus
mengundang mereka untuk menemukan kebahagiaan mereka di dalam Yesus; bukan
dengan berbicara kepada mereka secara tersendiri atau nun jauh, tetapi dengan
belajar bagaimana memberi ruang bagi mereka, “belajar bahasa mereka”,
mendengarkan cerita mereka, menghabiskan waktu bersama mereka dan membuat
mereka merasa bahwa mereka juga diberkati oleh Allah.
Janganlah
kita menghilangkan wajah muda Gereja dan masyarakat. Jangan biarkan mereka yang
berurusan dengan kematian merampok buah pertama negeri ini!
Pastor
Laval memberitahu kaum muda kita, dan semua orang yang, seperti mereka,
merasakan tanpa suara, hanya hidup dari hari ke hari, untuk menerima
pemberitaan Yesaya : “Bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama, hai
reruntuhan Yerusalem! Sebab TUHAN telah menghibur umat-Nya, telah menebus
Yerusalem!” (Yes 52:9). Meskipun kita mungkin merasa kewalahan dan
terperangkap, harapan kita kepada Yesus mengundang kita menuju kepastian yang
diperbarui dalam kemenangan Allah, tidak hanya melalui sejarah tetapi juga di
dalam jalinan tersembunyi dari seluruh "sejarah" kecil tersebut yang
saling terkait dan meyakinkan kita tentang kemenangan Dia yang telah memberi
kita kerajaan surga.
Menghayati
pesan Injil berarti kita tidak dapat terus berharap bahwa segala sesuatu di
sekitar kita akan sempurna, karena sering kali kehausan akan kekuasaan dan
kepentingan duniawi bertentangan dengan diri kita. Santo Yohanes Paulus II
mencatat bahwa : "suatu masyarakat terasing jika bentuk organisasi sosial,
produksi dan konsumsinya membuatnya semakin sulit untuk menawarkan pemberian
diri dan membangun kesetiakawanan di antara orang-orang" (Centesimus
Annus, 41c). Dalam masyarakat seperti itu, menghayati Sabda Bahagia menjadi
sulit : setiap upaya untuk melakukannya akan dipandang negatif, dicurigai, dan
konyol (bdk. Gaudete et Exsultate, 91). Hal ini benar, namun kita tidak
seharusnya membiarkan diri kita menyerah pada keputusasaan.
Di
kaki gunung ini, yang hari ini saya inginkan menjadi Bukit Sabda Bahagia, kita
juga harus menemukan lagi panggilan Kristus untuk "berbahagia". Hanya
umat Kristiani yang bersukacita yang membangkitkan dalam diri orang lain
keinginan untuk mengikuti jalan ini. Kata "berbahagia" berarti
"terberkati". Kata tersebut menjadi persamaan untuk kata "kudus",
karena kata tersebut mengungkapkan bahwa mereka yang setia kepada Allah dan
menghidupi sabda-Nya, dengan pemberian diri mereka, mencapai kebahagiaan sejati
(bdk. Gaudete et Exsultate, 64).
Ketika
kita mendengar dugaan yang mengancam bahwa “jumlah kita sedang semakin
berkurang”, kita hendaknya tidak terlalu khawatir dengan kemerosotan wahana
pengudusan ini atau itu di dalam Gereja, tetapi hendaknya khawatir dengan
berkurangnya pria dan wanita yang ingin mengalami kebahagiaan di jalan
kekudusan. Kita seharusnya prihatin dengan berkurangnya pria dan wanita yang
membiarkan hati mereka berkobar dengan seluruh pesan yang paling indah dan
membebaskan tersebut.
Memang,
“jika ada sesuatu yang harus sungguh-sungguh mengacaukan hati dan mengganggu
nurani, yang dimaksud tentulah kenyataan bahwa ada begitu banyak
saudara-saudari kita yang hidup tanpa kekuatan, tanpa cahaya dan penghiburan
yang seharusnya bisa diperoleh dari persahabatan dengan Yesus Kristus, hidup
tanpa komunitas beriman yang menopang mereka, tanpa makna dan tujuan hidup”
(Evangelii Gaudium, 49).
Ketika
kaum muda melihat rancangan kehidupan kristiani dilakukan dengan sukacita, hal
ini menggairahkan dan mendorong mereka. Mereka juga merasakan keinginan untuk
mengatakan, dalam begitu banyak kata : “Aku juga ingin mendaki Bukit Sabda
Bahagia ini; aku juga ingin bertemu pandang dengan Yesus dan belajar dari-Nya
jalan menuju sukacita yang sesungguhnya”.
Saudara
dan saudari yang terkasih, marilah kita mendoakan komunitas-komunitas kita,
agar mereka dapat memberikan kesaksian atas sukacita kehidupan Kristiani dan
melihat mekarnya panggilan menuju kekudusan dalam beraneka ragam bentuk
kehidupan yang tawarkan Roh Kudus kepada kita. Marilah kita berdoa kepada-Nya
untuk keuskupan ini dan untuk semua orang yang telah berusaha untuk datang ke
sini hari ini. Beato Pastor Laval, yang relikuinya kita hormati, juga mengalami
saat-saat kekecewaan dan kesulitan dengan komunitas Kristiani, tetapi pada
akhirnya, Tuhan memenangkan hatinya. Karena ia telah menaruh kepercayaan pada
kuasa Tuhan. Marilah kita berdoa agar kuasa serupa dapat menjamah hati banyak
pria dan wanita di negeri ini, dan juga hati kita, agar kebaruannya selalu bisa
memperbarui hidup kita dan komunitas kita (bdk. Evangelii Gaudium, 11).
Janganlah kita lupa bahwa Roh Kuduslah yang memanggil dengan kuasa, yang
membangun Gereja.
Patung
Maria, Bunda yang melindungi dan menyertai kita, mengingatkan kita bahwa ia
sendiri disebut "berbahagia". Marilah kita mohon kepadanya untuk
memberikan karunia keterbukaan terhadap Roh Kudus. Bunda Maria mengalami
dukacita yang menusuk hatinya laksana sebuah pedang, dan melewati ambang batas
kesedihan yang paling menyakitkan ketika ia menyaksikan kematian Putranya.
Semoga ia mendapatkan bagi kita sukacita yang berkanjang yang tidak pernah
goyah atau memudar. Sukacita yang terus-menerus menuntun kita untuk mengalami
dan memberitakan bahwa “Yang Mahatinggi telah melakukan perbuatan-perbuatan
besar, dan kuduslah nama-Nya”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.