Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI MONUMEN MARIA RATU PERDAMAIAN, PORT-LOUIS (MAURITIUS) 9 September 2019


Bacaan Ekaristi : Yes 52:7-10; 1Kor 2:1-5; Mat 5:1-12a

Di sini, di hadapan altar ini yang didedikasikan untuk Maria Ratu Perdamaian, di gunung ini yang daripadanya kita dapat melihat kota dan laut nun jauh, kita adalah sekumpulan besar orang, sebuah lautan wajah datang dari Mauritius dan pulau-pulau lain di wilayah Samudra Hindia ini untuk mendengarkan Yesus memberitakan Sabda Bahagia. Kita telah mendengar sabda kehidupan yang sama bahwa hari ini, seperti dua ribu tahun yang lalu, memiliki kekuatan dan api yang mampu menghangatkan hati yang terdingin. Bersama-sama kita dapat berkata kepada Tuhan : Kami percaya kepada-Mu, dan dengan terang iman dan setiap denyut hati kami, kami memahami kebenaran perkataan nabi Yesaya : mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, mengabarkan berita selamat ... Allah kita telah memerintah.


Sabda Bahagia “seakan merupakan kartu jatidiri orang kristiani. Maka kalau seseorang bertanya: 'Apa yang mesti dilakukan untuk menjadi orang kristiani yang baik?', jawabannya sederhana. Kita perlu melakukan, masing-masing dengan caranya sendiri, apa yang dikatakan Yesus dalam Sabda Bahagia. Dalam Sabda Bahagia tergambar wajah Sang Guru. Kita dipanggil untuk menampilkannya di dalam hidup kita sehari-hari” (Gaudete et Exsultate, 63). Demikian juga dengan “rasul persatuan Mauritius”, Beato Jacques-Désiré Laval, sangat dihormati di negeri-negeri ini. Mengasihi Kristus dan kaum miskin begitu menandai hidupnya sehingga ia tidak dapat membayangkan pemberitaan Injil yang “tersendiri dan bebas kuman”. Ia tahu bahwa penginjilan berarti menjadi segalanya bagi semua orang (bdk. 1 Kor 9:19-22), dan oleh karena itu ia belajar bahasa budak yang baru saja dibebaskan dan mengajarkan mereka Kabar Baik keselamatan dalam bahasa yang sederhana. Ia mampu mengumpulkan umat beriman, mendidik mereka untuk perutusan dan membangun komunitas-komunitas kristiani kecil di lingkungan, kota-kota dan desa-desa terdekat: komunitas kecil, yang banyak di antaranya memunculkan paroki-paroki masa kini. Perhatian pastoralnya mendapatkan kepercayaan dari kaum miskin dan kaum terusir, serta menjadikan mereka yang pertama datang bersama-sama dan menemukan tanggapan atas penderitaan mereka. Melalui penjangkauan misionernya dan kasihnya, Pastor Laval memberikan sebuah masa muda, sebuah kehidupan baru bagi Gereja Mauritius, di mana hari ini kita diminta untuk terus maju.

Kita perlu memupuk momentum misioner ini, karena dapat terjadi bahwa, sebagai Gereja Kristus, kita dapat menyerah pada godaan kehilangan antusiasme kita untuk penginjilan dengan berlindung pada keamanan duniawi yang perlahan tapi pasti tidak hanya memengaruhi perutusan tetapi sebenarnya menghambat dan mencegahnya mempersatukan orang-orang (bdk. Evangelii Gaudium, 26). Momentum misioner selalu memiliki wajah yang muda dan menyegarkan. Karena kaum mudalah yang, dengan daya hidup dan kemurahan hati mereka, dapat memberinya keindahan dan kesegaran masa muda, ketika mereka menantang komunitas kristiani untuk memperbarui dan mendesak kita untuk berlari cepat ke arah yang baru (bdk. Christus Vivit, 37).

Hal ini tidak selalu mudah. Berarti belajar untuk mengakui kehadiran kaum muda dan memberi ruang bagi mereka di dalam komunitas kita dan di dalam masyarakat kita. Hal yang sulit untuk dikatakan, tetapi meskipun pertumbuhan ekonomi negaramu telah dikenal dalam beberapa dekade terakhir, kaum mudalah yang paling menderita. Mereka menganggur, yang tidak hanya menciptakan ketidakpastian akan masa depan, tetapi juga mencegah mereka untuk percaya bahwa mereka memainkan peran penting dalam sejarah bersamamu. Ketidakpastian akan masa depan membuat mereka merasa bahwa mereka berada di pinggiran masyarakat; membuat mereka rentan dan tak berdaya di hadapan bentuk-bentuk perbudakan baru di abad kedua puluh satu ini. Kaum muda kita adalah perutusan utama kita! Kita harus mengundang mereka untuk menemukan kebahagiaan mereka di dalam Yesus; bukan dengan berbicara kepada mereka secara tersendiri atau nun jauh, tetapi dengan belajar bagaimana memberi ruang bagi mereka, “belajar bahasa mereka”, mendengarkan cerita mereka, menghabiskan waktu bersama mereka dan membuat mereka merasa bahwa mereka juga diberkati oleh Allah.

Janganlah kita menghilangkan wajah muda Gereja dan masyarakat. Jangan biarkan mereka yang berurusan dengan kematian merampok buah pertama negeri ini!

Pastor Laval memberitahu kaum muda kita, dan semua orang yang, seperti mereka, merasakan tanpa suara, hanya hidup dari hari ke hari, untuk menerima pemberitaan Yesaya : “Bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama, hai reruntuhan Yerusalem! Sebab TUHAN telah menghibur umat-Nya, telah menebus Yerusalem!” (Yes 52:9). Meskipun kita mungkin merasa kewalahan dan terperangkap, harapan kita kepada Yesus mengundang kita menuju kepastian yang diperbarui dalam kemenangan Allah, tidak hanya melalui sejarah tetapi juga di dalam jalinan tersembunyi dari seluruh "sejarah" kecil tersebut yang saling terkait dan meyakinkan kita tentang kemenangan Dia yang telah memberi kita kerajaan surga.

Menghayati pesan Injil berarti kita tidak dapat terus berharap bahwa segala sesuatu di sekitar kita akan sempurna, karena sering kali kehausan akan kekuasaan dan kepentingan duniawi bertentangan dengan diri kita. Santo Yohanes Paulus II mencatat bahwa : "suatu masyarakat terasing jika bentuk organisasi sosial, produksi dan konsumsinya membuatnya semakin sulit untuk menawarkan pemberian diri dan membangun kesetiakawanan di antara orang-orang" (Centesimus Annus, 41c). Dalam masyarakat seperti itu, menghayati Sabda Bahagia menjadi sulit : setiap upaya untuk melakukannya akan dipandang negatif, dicurigai, dan konyol (bdk. Gaudete et Exsultate, 91). Hal ini benar, namun kita tidak seharusnya membiarkan diri kita menyerah pada keputusasaan.

Di kaki gunung ini, yang hari ini saya inginkan menjadi Bukit Sabda Bahagia, kita juga harus menemukan lagi panggilan Kristus untuk "berbahagia". Hanya umat Kristiani yang bersukacita yang membangkitkan dalam diri orang lain keinginan untuk mengikuti jalan ini. Kata "berbahagia" berarti "terberkati". Kata tersebut menjadi persamaan untuk kata "kudus", karena kata tersebut mengungkapkan bahwa mereka yang setia kepada Allah dan menghidupi sabda-Nya, dengan pemberian diri mereka, mencapai kebahagiaan sejati (bdk. Gaudete et Exsultate, 64).

Ketika kita mendengar dugaan yang mengancam bahwa “jumlah kita sedang semakin berkurang”, kita hendaknya tidak terlalu khawatir dengan kemerosotan wahana pengudusan ini atau itu di dalam Gereja, tetapi hendaknya khawatir dengan berkurangnya pria dan wanita yang ingin mengalami kebahagiaan di jalan kekudusan. Kita seharusnya prihatin dengan berkurangnya pria dan wanita yang membiarkan hati mereka berkobar dengan seluruh pesan yang paling indah dan membebaskan tersebut.

Memang, “jika ada sesuatu yang harus sungguh-sungguh mengacaukan hati dan mengganggu nurani, yang dimaksud tentulah kenyataan bahwa ada begitu banyak saudara-saudari kita yang hidup tanpa kekuatan, tanpa cahaya dan penghiburan yang seharusnya bisa diperoleh dari persahabatan dengan Yesus Kristus, hidup tanpa komunitas beriman yang menopang mereka, tanpa makna dan tujuan hidup” (Evangelii Gaudium, 49).

Ketika kaum muda melihat rancangan kehidupan kristiani dilakukan dengan sukacita, hal ini menggairahkan dan mendorong mereka. Mereka juga merasakan keinginan untuk mengatakan, dalam begitu banyak kata : “Aku juga ingin mendaki Bukit Sabda Bahagia ini; aku juga ingin bertemu pandang dengan Yesus dan belajar dari-Nya jalan menuju sukacita yang sesungguhnya”.

Saudara dan saudari yang terkasih, marilah kita mendoakan komunitas-komunitas kita, agar mereka dapat memberikan kesaksian atas sukacita kehidupan Kristiani dan melihat mekarnya panggilan menuju kekudusan dalam beraneka ragam bentuk kehidupan yang tawarkan Roh Kudus kepada kita. Marilah kita berdoa kepada-Nya untuk keuskupan ini dan untuk semua orang yang telah berusaha untuk datang ke sini hari ini. Beato Pastor Laval, yang relikuinya kita hormati, juga mengalami saat-saat kekecewaan dan kesulitan dengan komunitas Kristiani, tetapi pada akhirnya, Tuhan memenangkan hatinya. Karena ia telah menaruh kepercayaan pada kuasa Tuhan. Marilah kita berdoa agar kuasa serupa dapat menjamah hati banyak pria dan wanita di negeri ini, dan juga hati kita, agar kebaruannya selalu bisa memperbarui hidup kita dan komunitas kita (bdk. Evangelii Gaudium, 11). Janganlah kita lupa bahwa Roh Kuduslah yang memanggil dengan kuasa, yang membangun Gereja.

Patung Maria, Bunda yang melindungi dan menyertai kita, mengingatkan kita bahwa ia sendiri disebut "berbahagia". Marilah kita mohon kepadanya untuk memberikan karunia keterbukaan terhadap Roh Kudus. Bunda Maria mengalami dukacita yang menusuk hatinya laksana sebuah pedang, dan melewati ambang batas kesedihan yang paling menyakitkan ketika ia menyaksikan kematian Putranya. Semoga ia mendapatkan bagi kita sukacita yang berkanjang yang tidak pernah goyah atau memudar. Sukacita yang terus-menerus menuntun kita untuk mengalami dan memberitakan bahwa “Yang Mahatinggi telah melakukan perbuatan-perbuatan besar, dan kuduslah nama-Nya”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.