Bacaan
Ekaristi : Rm. 1:16-25; Mzm. 19:2-3,4-5; Luk. 11:37-41.
Dalam
homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 15 Oktober 2019, di Casa Santa Marta,
Vatikan, Paus Fransiskus mengatakan bahwa Yesus tidak mentolerir kemunafikan.
“Kita harus disembuhkan dari kemunafikan”, katanya, “dan penyembuhnya adalah mengetahui
bagaimana mengarahkan jari pada diri kita di hadapan Allah”, karena barangsiapa
yang tidak dapat melakukannya “bukan orang kristiani yang baik”.
Dalam
Bacaan Injil (Luk. 11:37-41), Yesus diundang makan siang oleh seorang Farisi yang
mengeritik-Nya karena Ia tidak melakukan ritual pencucian diri sebelum duduk di
meja makan. Paus Fransiskus menjelaskan bahwa perilaku ini tidak dapat
ditolerir dan bersifat munafik karena orang-orang Farisi mengundang Yesus untuk
makan siang "guna menghakimi-Nya, bukan untuk bersahabat dengan-Nya".
Inilah tepatnya kemunafikan, katanya, “tampil satu arah tetapi bertindak lain”.
Yesus
sering menyebut orang-orang Farisi yang munafik “kuburan yang dicat putih”. Ini
bukan penghinaan, kata Paus Fransiskus, "suatu kebenaran". Beliau
kemudian menjelaskan bahwa "sikap munafik berasal dari sang pendusta
besar, iblis". Paus Fransiskus mengatakan iblis adalah "sosok munafik
yang luar biasa", seraya menambahkan bahwa semua orang munafik adalah
"ahli warisnya". Yesus, lanjut Paus Fransiskus, suka “membuka kedok”
orang-orang munafik yang menggunakan bahasa iblis, karena Ia tahu bahwa inilah
sikap yang akan mengarah pada wafat-Nya.
Paus
Fransiskus melanjutkan dengan mengatakan bahwa siapa pun yang mungkin berpikir
"bentuk kemunafikan ini tidak ada" salah besar. Meskipun tidak
"lumrah", kata Paus Fransiskus, kemunafikan "umumnya muncul
dalam satu cara tetapi kenyataannya lain". Contoh dari hal ini, kata Paus
Fransiskus, adalah dalam perebutan kekuasaan. Kecemburuan membuat kamu
bertindak dengan cara tertentu, dengan racun di dalam hati, racun untuk
membunuh, karena kemunafikan “selalu membunuh”.
Penyembuhan
atas kemunafikan ini, lanjut Paus Fransiskus, adalah dengan belajar untuk
“mengarahkan jari pada diri kita sendiri. Kita harus terbuka di hadapan Allah
dan melepaskan apa yang kita miliki di dalam diri kita. Latihan rohani ini,
katanya, tidaklah umum, "tetapi kita harus berusaha melakukannya".
Kita harus melihat kemunafikan dan kejahatan yang kita miliki di dalam hati
kita, karena iblis memang menabur kejahatan. Tetapi barangsiapa yang tidak
dapat mengarahkan jari pada dirinya sendiri, "bukan orang Kristiani yang
baik".
Mengakhiri
homilinya, Paus Fransiskus mengingat doa Petrus yang dikatakannya kepada Yesus,
"Enyahlah daripadaku, karena aku orang berdosa, ya Tuhan", guna mengingatkan
umat yang hadir tentang pentingnya mengakui kesalahan kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.