Bacaan
Ekaristi : Kel. 17:8-13; Mzm. 121:1-2,3-4,5-6,7-8; 2Tim. 3:14-4:2; Luk. 18:1-8.
Saya
ingin bercermin pada tiga kata yang diambil dari bacaan-bacaan yang baru saja
kita dengar : sebuah kata benda, sebuah kata kerja dan sebuah kata sifat. Kata
benda adalah gunung : Yesaya berbicara tentang hal itu ketika ia bernubuat
tentang gunung Tuhan, yang menjulang tinggi di atas bukit-bukit, segala bangsa
akan berduyun-duyun ke sana (bdk. Yes 2:2). Kita melihat kembali gambaran
gunung dalam Injil ketika Yesus, setelah kebangkitan-Nya, memberitahu
murid-murid-Nya untuk menemui-Nya di gunung Galilea; Galilea dihuni berbagai
bangsa : "Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain" (bdk. Mat 4:15). Maka,
tampaknya gunung adalah tempat yang paling disukai Allah untuk berjumpa dengan
umat manusia. Gunung adalah tempat Ia bertemu kita, seperti yang kita lihat
dalam Kitab Suci, dimulai dengan Gunung Sinai dan Gunung Karmel, seluruh jalan
menuju Yesus, yang mewartakan Sabda Bahagia di gunung, berubah rupa di Gunung
Tabor, memberikan nyawa-Nya di Gunung Kalvari dan naik ke surga dari Bukit
Zaitun. Gunung, tempat perjumpaan agung antara Allah dan manusia, juga
merupakan tempat Yesus menghabiskan beberapa jam dalam doa (bdk. Mrk 6:46)
untuk menyatukan surga dan bumi, dan untuk mempersatukan kita,
saudara-saudari-Nya, dengan Bapa.
Apa
yang dikatakan gunung kepada kita? Kita dipanggil untuk mendekat kepada Allah
dan sesama. Terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dalam keheningan dan doa,
menghindari desas-desus dan pergunjingan yang melemahkan kita. Dan terhadap
sesama, yang, dari gunung, dapat dilihat dalam sudut pandang lain : sudut pandang
Allah yang memanggil semua orang. Dari atas, sesama dilihat sebagai sebuah
komunitas, yang keindahannya sedap dipandang, diketemukan hanya dengan
memandang mereka secara keseluruhan. Gunung itu mengingatkan kita bahwa
saudara-saudari kita hendaknya tidak dipilih-pilih tetapi dirangkul, tidak
hanya dengan pandangan kita tetapi juga dengan seluruh hidup kita. Gunung itu
mempersatukan Allah dan saudara-saudari kita dalam satu rangkulan, yaitu doa.
Gunung itu membawa kita naik dan menjauh dari banyak hal yang bersifat
sementara, dan memanggil kita untuk menemukan kembali apa yang penting, apa
yang abadi: Allah dan saudara-saudari kita. Misi dimulai di gunung: di sana,
kita menemukan apa yang benar-benar penting. Di tengah bulan misioner ini,
marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri : apa yang benar-benar penting
dalam hidupku? Menuju puncak apa yang ingin kunaiki?
Sebuah
kata kerja menyertai kata benda “gunung”: kata kerja "naik". Yesaya
mendesak kita, "Mari, kita naik ke gunung Tuhan" (2:3). Kita tidak
dilahirkan untuk tetap berpijak di tanah, puas dengan hal-hal biasa, kita
dilahirkan untuk mencapai ketinggian dan di sana bertemu Allah dan
saudara-saudari kita. Namun, hal ini berarti bahwa kita harus naik :
meninggalkan kehidupan yang mendatar dan melawan gaya gravitasi yang disebabkan
oleh egoisme kita, keluar dari ego kita. Naik membutuhkan usaha yang besar,
tetapi naik adalah satu-satunya cara untuk dapat memandang segala sesuatu
dengan lebih baik. Seperti yang diketahui oleh pendaki gunung, hanya ketika
kamu tiba di puncak kamu bisa mendapatkan pemandangan yang paling indah; baru
kemudian kamu menyadari bahwa kamu tidak akan memiliki pandangan itu kalau
bukan karena jalan menanjak itu.
Dan
seperti di gunung-gunung kita tidak bisa mendaki dengan baik jika kita
terbebani oleh bungkusan kita, jadi dalam hidup kita harus membersihkan diri
kita dari hal-hal yang tidak berguna. Ini juga merupakan rahasia misi :
pergilah, kamu harus meninggalkan sesuatu, mewartakan, kamu harus meninggalkan
terlebih dahulu. Pewartaan yang dapat dipercaya tidak dibuat dengan kata-kata
yang indah, tetapi dengan kehidupan yang patut dicontoh : kehidupan pelayanan
yang mampu menghindari seluruh hal materi yang menciutkan hati dan membuat
orang acuh tak acuh serta berpandangan isi perut; sebuah kehidupan yang
meninggalkan hal-hal yang tidak berguna yang melibatkan hati untuk menemukan
waktu bagi Allah dan sesama. Kita dapat bertanya pada diri kita sendiri:
bagaimana aku berupaya untuk naik? Apakah aku dapat menghindari beratnya bagasi
keduniawian yang tidak berguna untuk mendaki gunung Tuhan? Apakah perjalananku
mendaki atau perjalanan keduniawian?
Jika
gunung mengingatkan kita tentang apa yang penting - Allah dan saudara-saudari
kita - dan kata kerja naik memberitahu kita bagaimana menuju ke sana, sebuah
kata ketiga bahkan lebih penting untuk perayaan hari ini. Kata tersebut adalah
kata sifat "segala", yang terus-menerus muncul kembali dalam
bacaan-bacaan yang telah kita dengar : "segala bangsa", kata Yesaya
(2:2); "Segala bangsa", kita ulangi dalam Mazmur; Allah menginginkan
"segala bangsa diselamatkan", tulis Paulus (1 Tim 2:4); “Pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku", kata Yesus dalam Injil (Mat 28:19).
Tuhan dengan sengaja mengulangi kata segala tersebut. Ia tahu bahwa kita selalu
menggunakan kata "aku" dan "kami" : barang-barangku, bangsa
kita, komunitas kita ... Tetapi Ia terus menggunakan kata segala. Segala,
karena tidak ada seorang pun yang dikecualikan dari hati-Nya, dari
keselamatan-Nya; segalanya, sehingga hati kita dapat melampaui batas-batas
kemanusiaan dan partikularisme yang berlandasan egoisme yang tidak berkenan
kepada Allah. Segala, karena setiap orang adalah harta yang berharga, dan makna
hidup hanya ditemukan dalam memberikan harta ini kepada sesama. Inilah misi
kita : naik gunung untuk mendoakan semua orang dan turun dari gunung dengan
menjadi karunia bagi semua orang.
Naik
dan turun : umat Kristiani, oleh karena itu, selalu bergerak, keluar-batas.
Pergi sebenarnya adalah keharusan Yesus dalam Injil. Kita bertemu banyak orang
setiap hari, tetapi - kita bisa bertanya - apakah kita benar-benar berjumpa
orang-orang yang kita temui? Apakah kita menerima undangan Yesus atau sekadar
menjalankan usaha kita? Setiap orang mengharapkan sesuatu dari orang lain, tetapi
orang Kristiani pergi menuju orang lain. Memberikan kesaksian kepada Yesus
tidak pernah berkenaan dengan mendapatkan pujian dari sesama, tetapi berkenaan
dengan mengasihi orang-orang yang bahkan tidak mengenal Tuhan. Mereka yang
memberikan kesaksian tentang Yesus pergi kepada semua orang, bukan hanya kepada
kenalan mereka sendiri atau kelompok kecil mereka. Yesus juga mengatakan
kepadamu, “Pergilah, jangan lewatkan kesempatan untuk memberikan kesaksian akan
Aku!” Saudaraku, saudariku, Tuhan mengharapkan darimu sebuah kesaksian yang
tidak dapat diberikan oleh siapa pun di tempatmu. “Semoga Anda dapat mengenali
sabda itu, yakni pesan Yesus yang hendak disampaikan Allah ke dunia dalam
hidupmu … dengan demikian misi Anda yang berharga tidak akan hilang" (Gaudete
et Exsultate, 24).
Petunjuk
apa yang diberikan Tuhan kepada kita untuk disampaikan kepada orang lain? Hanya
satu, dan sangat sederhana : jadikanlah murid-Ku. Tetapi, hati-hati :
murid-murid-Nya, bukan murid-murid kita. Gereja mewartakan Injil dengan baik
hanya jika ia menjalani kehidupan seorang murid. Dan seorang murid mengikuti
sang Guru setiap hari dan berbagi sukacita dalam pemuridan dengan sesama. Bukan
dengan menguasai, memberi mandat, proselitisasi, tetapi dengan memberi
kesaksian, merendahkan diri berdampingan dengan murid-murid lain dan
mempersembahkan dengan cinta kasih yang kita terima. Inilah misi kita :
memberikan udara segar dan bersih bagi mereka yang terbenam dalam polusi dunia
kita; membawa ke dunia kedamaian yang memenuhi diri kita dengan sukacita setiap
kali kita bertemu Yesus di gunung dalam doa; yang ditunjukkan oleh hidup kita,
dan mungkin bahkan dengan perkataan kita, bahwa Allah mengasihi semua orang dan
tidak pernah lelah terhadap siapa pun.
Saudara-saudari
yang terkasih, kita masing-masing memiliki dan merupakan “sebuah perutusan di
atas bumi ini” (Evangelii Gaudium, 273). Kita berada di sini untuk
memberi kesaksian, memberkati, menghibur, membangkitkan, dan memancarkan
keindahan Yesus. Milikilah keberanian! Yesus sangat berharap dari Anda! Kita
dapat mengatakan bahwa Tuhan “prihatin” berkenaan dengan orang-orang yang belum
mengenal bahwa mereka adalah anak-anak Bapa yang terkasih, saudara-saudari yang
baginya ia menyerahkan nyawa-Nya dan mengutus Roh Kudus. Apakah Anda ingin memadamkan
keprihatinan Yesus? Pergi dan tunjukkan kasih kepada semua orang, karena hidup
Anda adalah perutusan yang berharga: hidup Anda bukan beban yang harus
ditanggung, tetapi karunia yang harus ditawarkan. Milikilah keberanian, dan
marilah kita dengan berani pergi keluar kepada semua orang!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.