Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XXIX (HARI MINGGU MISI SEDUNIA) 20 Oktober 2019 : BERCERMIN PADA TIGA KATA : “GUNUNG”, “NAIK” DAN “SEGALA”


Bacaan Ekaristi : Kel. 17:8-13; Mzm. 121:1-2,3-4,5-6,7-8; 2Tim. 3:14-4:2; Luk. 18:1-8.

Saya ingin bercermin pada tiga kata yang diambil dari bacaan-bacaan yang baru saja kita dengar : sebuah kata benda, sebuah kata kerja dan sebuah kata sifat. Kata benda adalah gunung : Yesaya berbicara tentang hal itu ketika ia bernubuat tentang gunung Tuhan, yang menjulang tinggi di atas bukit-bukit, segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana (bdk. Yes 2:2). Kita melihat kembali gambaran gunung dalam Injil ketika Yesus, setelah kebangkitan-Nya, memberitahu murid-murid-Nya untuk menemui-Nya di gunung Galilea; Galilea dihuni berbagai bangsa : "Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain" (bdk. Mat 4:15). Maka, tampaknya gunung adalah tempat yang paling disukai Allah untuk berjumpa dengan umat manusia. Gunung adalah tempat Ia bertemu kita, seperti yang kita lihat dalam Kitab Suci, dimulai dengan Gunung Sinai dan Gunung Karmel, seluruh jalan menuju Yesus, yang mewartakan Sabda Bahagia di gunung, berubah rupa di Gunung Tabor, memberikan nyawa-Nya di Gunung Kalvari dan naik ke surga dari Bukit Zaitun. Gunung, tempat perjumpaan agung antara Allah dan manusia, juga merupakan tempat Yesus menghabiskan beberapa jam dalam doa (bdk. Mrk 6:46) untuk menyatukan surga dan bumi, dan untuk mempersatukan kita, saudara-saudari-Nya, dengan Bapa.


Apa yang dikatakan gunung kepada kita? Kita dipanggil untuk mendekat kepada Allah dan sesama. Terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dalam keheningan dan doa, menghindari desas-desus dan pergunjingan yang melemahkan kita. Dan terhadap sesama, yang, dari gunung, dapat dilihat dalam sudut pandang lain : sudut pandang Allah yang memanggil semua orang. Dari atas, sesama dilihat sebagai sebuah komunitas, yang keindahannya sedap dipandang, diketemukan hanya dengan memandang mereka secara keseluruhan. Gunung itu mengingatkan kita bahwa saudara-saudari kita hendaknya tidak dipilih-pilih tetapi dirangkul, tidak hanya dengan pandangan kita tetapi juga dengan seluruh hidup kita. Gunung itu mempersatukan Allah dan saudara-saudari kita dalam satu rangkulan, yaitu doa. Gunung itu membawa kita naik dan menjauh dari banyak hal yang bersifat sementara, dan memanggil kita untuk menemukan kembali apa yang penting, apa yang abadi: Allah dan saudara-saudari kita. Misi dimulai di gunung: di sana, kita menemukan apa yang benar-benar penting. Di tengah bulan misioner ini, marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri : apa yang benar-benar penting dalam hidupku? Menuju puncak apa yang ingin kunaiki?

Sebuah kata kerja menyertai kata benda “gunung”: kata kerja "naik". Yesaya mendesak kita, "Mari, kita naik ke gunung Tuhan" (2:3). Kita tidak dilahirkan untuk tetap berpijak di tanah, puas dengan hal-hal biasa, kita dilahirkan untuk mencapai ketinggian dan di sana bertemu Allah dan saudara-saudari kita. Namun, hal ini berarti bahwa kita harus naik : meninggalkan kehidupan yang mendatar dan melawan gaya gravitasi yang disebabkan oleh egoisme kita, keluar dari ego kita. Naik membutuhkan usaha yang besar, tetapi naik adalah satu-satunya cara untuk dapat memandang segala sesuatu dengan lebih baik. Seperti yang diketahui oleh pendaki gunung, hanya ketika kamu tiba di puncak kamu bisa mendapatkan pemandangan yang paling indah; baru kemudian kamu menyadari bahwa kamu tidak akan memiliki pandangan itu kalau bukan karena jalan menanjak itu.

Dan seperti di gunung-gunung kita tidak bisa mendaki dengan baik jika kita terbebani oleh bungkusan kita, jadi dalam hidup kita harus membersihkan diri kita dari hal-hal yang tidak berguna. Ini juga merupakan rahasia misi : pergilah, kamu harus meninggalkan sesuatu, mewartakan, kamu harus meninggalkan terlebih dahulu. Pewartaan yang dapat dipercaya tidak dibuat dengan kata-kata yang indah, tetapi dengan kehidupan yang patut dicontoh : kehidupan pelayanan yang mampu menghindari seluruh hal materi yang menciutkan hati dan membuat orang acuh tak acuh serta berpandangan isi perut; sebuah kehidupan yang meninggalkan hal-hal yang tidak berguna yang melibatkan hati untuk menemukan waktu bagi Allah dan sesama. Kita dapat bertanya pada diri kita sendiri: bagaimana aku berupaya untuk naik? Apakah aku dapat menghindari beratnya bagasi keduniawian yang tidak berguna untuk mendaki gunung Tuhan? Apakah perjalananku mendaki atau perjalanan keduniawian?

Jika gunung mengingatkan kita tentang apa yang penting - Allah dan saudara-saudari kita - dan kata kerja naik memberitahu kita bagaimana menuju ke sana, sebuah kata ketiga bahkan lebih penting untuk perayaan hari ini. Kata tersebut adalah kata sifat "segala", yang terus-menerus muncul kembali dalam bacaan-bacaan yang telah kita dengar : "segala bangsa", kata Yesaya (2:2); "Segala bangsa", kita ulangi dalam Mazmur; Allah menginginkan "segala bangsa diselamatkan", tulis Paulus (1 Tim 2:4); “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku", kata Yesus dalam Injil (Mat 28:19). Tuhan dengan sengaja mengulangi kata segala tersebut. Ia tahu bahwa kita selalu menggunakan kata "aku" dan "kami" : barang-barangku, bangsa kita, komunitas kita ... Tetapi Ia terus menggunakan kata segala. Segala, karena tidak ada seorang pun yang dikecualikan dari hati-Nya, dari keselamatan-Nya; segalanya, sehingga hati kita dapat melampaui batas-batas kemanusiaan dan partikularisme yang berlandasan egoisme yang tidak berkenan kepada Allah. Segala, karena setiap orang adalah harta yang berharga, dan makna hidup hanya ditemukan dalam memberikan harta ini kepada sesama. Inilah misi kita : naik gunung untuk mendoakan semua orang dan turun dari gunung dengan menjadi karunia bagi semua orang.

Naik dan turun : umat Kristiani, oleh karena itu, selalu bergerak, keluar-batas. Pergi sebenarnya adalah keharusan Yesus dalam Injil. Kita bertemu banyak orang setiap hari, tetapi - kita bisa bertanya - apakah kita benar-benar berjumpa orang-orang yang kita temui? Apakah kita menerima undangan Yesus atau sekadar menjalankan usaha kita? Setiap orang mengharapkan sesuatu dari orang lain, tetapi orang Kristiani pergi menuju orang lain. Memberikan kesaksian kepada Yesus tidak pernah berkenaan dengan mendapatkan pujian dari sesama, tetapi berkenaan dengan mengasihi orang-orang yang bahkan tidak mengenal Tuhan. Mereka yang memberikan kesaksian tentang Yesus pergi kepada semua orang, bukan hanya kepada kenalan mereka sendiri atau kelompok kecil mereka. Yesus juga mengatakan kepadamu, “Pergilah, jangan lewatkan kesempatan untuk memberikan kesaksian akan Aku!” Saudaraku, saudariku, Tuhan mengharapkan darimu sebuah kesaksian yang tidak dapat diberikan oleh siapa pun di tempatmu. “Semoga Anda dapat mengenali sabda itu, yakni pesan Yesus yang hendak disampaikan Allah ke dunia dalam hidupmu … dengan demikian misi Anda yang berharga tidak akan hilang" (Gaudete et Exsultate, 24).

Petunjuk apa yang diberikan Tuhan kepada kita untuk disampaikan kepada orang lain? Hanya satu, dan sangat sederhana : jadikanlah murid-Ku. Tetapi, hati-hati : murid-murid-Nya, bukan murid-murid kita. Gereja mewartakan Injil dengan baik hanya jika ia menjalani kehidupan seorang murid. Dan seorang murid mengikuti sang Guru setiap hari dan berbagi sukacita dalam pemuridan dengan sesama. Bukan dengan menguasai, memberi mandat, proselitisasi, tetapi dengan memberi kesaksian, merendahkan diri berdampingan dengan murid-murid lain dan mempersembahkan dengan cinta kasih yang kita terima. Inilah misi kita : memberikan udara segar dan bersih bagi mereka yang terbenam dalam polusi dunia kita; membawa ke dunia kedamaian yang memenuhi diri kita dengan sukacita setiap kali kita bertemu Yesus di gunung dalam doa; yang ditunjukkan oleh hidup kita, dan mungkin bahkan dengan perkataan kita, bahwa Allah mengasihi semua orang dan tidak pernah lelah terhadap siapa pun.

Saudara-saudari yang terkasih, kita masing-masing memiliki dan merupakan “sebuah perutusan di atas bumi ini” (Evangelii Gaudium, 273). Kita berada di sini untuk memberi kesaksian, memberkati, menghibur, membangkitkan, dan memancarkan keindahan Yesus. Milikilah keberanian! Yesus sangat berharap dari Anda! Kita dapat mengatakan bahwa Tuhan “prihatin” berkenaan dengan orang-orang yang belum mengenal bahwa mereka adalah anak-anak Bapa yang terkasih, saudara-saudari yang baginya ia menyerahkan nyawa-Nya dan mengutus Roh Kudus. Apakah Anda ingin memadamkan keprihatinan Yesus? Pergi dan tunjukkan kasih kepada semua orang, karena hidup Anda adalah perutusan yang berharga: hidup Anda bukan beban yang harus ditanggung, tetapi karunia yang harus ditawarkan. Milikilah keberanian, dan marilah kita dengan berani pergi keluar kepada semua orang!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.