Bacaan
Ekaristi : Rm. 8:18-25; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Luk. 13:18-21.
Pengharapan
laksana melempar sauh ke pantai lain. Paus Fransiskus menggunakan gambaran ini
dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 29 Oktober 2019, di Casa Santa
Marta, Vatikan untuk mendesak umat agar hidup "dalam ketegangan"
menuju perjumpaan dengan Tuhan. Jika tidak demikian mereka akhirnya akan
memburuk dan kehidupan kristiani akan beresiko menjadi "sebuah ajaran
filosofis".
Permenungan
Bapa Suci dimulai dengan Bacaan Pertama liturgi hari itu (Rm. 8:18-25). Di sana
Rasul Paulus "melantunkan sebuah kidung pujian pengharapan". Tentu
saja "beberapa umat Roma" telah datang berkeluh kesah dan Paulus
mendesak kita untuk melihat ke depan. "Aku yakin, bahwa penderitaan zaman
sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan
kepada kita", katanya. Ia juga berbicara tentang seluruh makhluk
"dengan sangat rindu" menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.
"Inilah pengharapan : hidup bersujud menuju pernyataan Tuhan, menuju
perjumpaan dengan Tuhan", Paus Fransiskus menekankan. Mungkin ada berbagai
penderitaan dan masalah tetapi" ini besok", sedangkan hari ini
"kamu memiliki jaminan "janji bahwa Roh Kuduslah yang
"menanti" kita dan "bekerja" sudah sejak saat ini.
Pengharapan sebenarnya "laksana melemparkan sauh ke pantai lain" dan
berpegang erat pada tali. Tetapi "bukan hanya kita", tetapi segala
makhluk "dalam pengharapan akan dimerdekakan", akan masuk ke dalam
kemuliaan anak-anak Allah. Dan kita juga, yang memiliki "karunia sulung
Roh", uang jaminan, "keluhan dalam hati menantikan pengangkatan".
Pengharapan
adalah hidup dalam ketegangan ini, senantiasa; memahami bahwa kita tidak dapat
membuat sarang di sini : kehidupan kristiani adalah "dalam ketegangan yang
berkesinambungan". Jika seorang kristiani kehilangan sudut pandang ini,
kehidupannya menjadi statis dan segala hal yang tidak bergerak tanpa gerakan.
Marilah kita berpikir tentang air: ketika air : ketika air itu diam, ia tidak
mengalir, tidak bergerak, ia mandek. Seorang kristiani yang tidak mampu
melakukan peregangan, berada dalam ketegangan, sedang kehilangan sesuatu :
akhirnya ia akan tersendat. Baginya, kehidupan kristiani akan menjadi ajaran
filosofis, ia akan hidup seperti itu, ia akan mengatakan bahwa itu adalah iman
tetapi tanpa harapan itu bukanlah iman.
Paus
Fransiskus kemudian mencatat bagaimana "sulitnya untuk memahami
pengharapan". Jika kita berbicara tentang iman, kita merujuk pada
"iman kepada Allah yang menciptakan kita, pada Yesus yang menebus kita;
dan mendaraskan Syahadat dan memahami hal-hal yang nyata tentang iman".
Jika kita berbicara tentang amal kasih, itu menyangkut "berbuat baik
kepada sesama, kepada orang lain, banyak karya amal yang dilakukan untuk orang
lain". Tetapi pengharapan sulit dipahami : pengharapan adalah
"keutamaan-keutamaan yang paling rendah hati" yang "hanya
dimiliki oleh kaum miskin".
Jika
kita ingin menjadi pria dan wanita pengharapan, kita harus menjadi miskin,
miskin, tidak terikat pada apa pun. Miskin. Dan terbuka. Pengharapan itu rendah
hati, dan pengharapan adalah keutamaan yang kita perbuat - dapat dikatakan -
setiap hari : setiap hari kita harus mengambilnya kembali, setiap hari kita
harus mengambil tali dan melihat bahwa sauh telah ditambatkan di sana dan aku
memegangnya; setiap hari kita harus ingat bahwa kita memiliki jaminan, bahwa
Rohlah yang bekerja di dalam diri kita dengan hal-hal kecil.
Untuk
memperjelas bagaimana hidup dalam pengharapan, Paus Fransiskus kemudian merujuk
pada pengajaran Yesus dalam Bacaan Injil hari itu (Luk 13:18-21) ketika Ia
membandingkan hal Kerajaan Allah dengan biji sesawi yang ditaburkan di kebun.
"Marilah kita tunggu sampai ia tumbuh". Kita tidak pergi setiap hari
untuk melihat bagaimana kelanjutannya, karena jika kita pergi setiap hari
"ia tidak akan pernah tumbuh", Paus Fransiskus menunjukkan, merujuk
pada "kesabaran" karena, seperti yang dikatakan Paulus,
"pengharapan membutuhkan kesabaran". "Kesabaran memahami bahwa
kita menabur, tetapi Allahlah yang memberi pertumbuhan". "Pengharapan
itu buatan tangan, kecil", beliau melanjutkan, "pengharapan adalah
menabur sebutir biji-bijian dan membiarkan tanah memberi pertumbuhan".
Berbicara
tentang pengharapan, Yesus, dalam Injil hari ini, juga menggunakan gambaran
"ragi" yang diambil seorang perempuan dan dicampur ke dalam tepung
terigu tiga sukat. Ragi tidak disimpan di lemari pendingin tetapi "diaduk
sampai khamir seluruhnya", seperti biji-bijian yang terkubur di bawah
tanah.
Karena
alasan ini, pengharapan adalah keutamaan yang tidak dapat dilihat : pengharapan
bekerja dari bawah; pengharapan membuat kita berangkat dan melihat dari bawah.
Tidaklah mudah untuk hidup dalam pengharapan, tetapi saya hendak mengatakan
bahwa pengharapan seharusnya merupakan udara yang dihirup oleh umat kristiani,
udara pengharapan; di sisi lain, ia tidak bisa berjalan, ia tidak bisa
berangkat karena ia tidak tahu ke mana harus pergi. Pengharapan - ya, benar -
memberi kita jaminan : pengharapan tidak mengecewakan. Tidak pernah. Jika kamu
berharap, kamu tidak akan kecewa. Kita harus membuka diri terhadap janji Tuhan
itu, bersandar pada janji itu, tetapi memahami bahwa Rohlah yang bekerja di
dalam diri kita. Semoga Tuhan memberi kita, bagi kita semua, rahmat hidup dalam
ketegangan ini, dalam ketegangan tetapi bukan melalui saraf, masalah, bukan :
dalam ketegangan melalui Roh Kudus yang melemparkan kita ke pantai lain dan
membuat kita tetap berharap.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.