Bacaan
Ekaristi : Rm. 8:31b-39; Mzm. 109:21-22,26-27,30-31; Luk. 13:31-35
Roh
Kudus membantu kita untuk memahami “kasih Kristus bagi kita” dan mempersiapkan
hati kita untuk “memperkenankan diri kita dikasihi” oleh Tuhan. Paus Fransiskus
menyatakan hal tersebut dalam homilinya pada Misa harian Kamis pagi, 31 Oktober
2019 dengan mengacu pada Bacaan Pertama liturgi hari itu (Rm 8:31b-39).
Santo
Paulus, Paus Fransiskus mengatakan, dapat tampak "terlalu sombong"
atau "terlalu yakin pada dirinya sendiri" bagi sebagian orang ketika
ia menegaskan bahwa "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih
Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau
ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?".
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa Santo Paulus benar-benar sedang menunjukkan kepada
kita bahwa “kita berada di atas angin” melalui kasih Kristus. Sesungguhnya
sejak Tuhan memanggil Paulus jalan menuju Damaskus, sang rasul bagi
bangsa-bangsa bukan Yahudi tersebut “berusaha untuk memahami misteri Kristus”.
Ia
telah “jatuh cinta pada Kristus”, kata Paus Fransiskus, terperangkap dalam
“kasih yang kuat” dan bukan dalam “semcam kisah opera sabun”. Santo Paulus
merasakan Tuhan menyertainya melalui segala macam masa baik dan buruk.
“Ia
merasakan hal ini dalam kasih. saya bertanya pada diri saya sendiri: apakah
saya mengasihi Tuhan seperti dia? Ketika masa-masa sulit datang, seberapa
sering kita merasakan keinginan untuk mengatakan : ‘Tuhan telah meninggalkanku.
Ia tidak mengasihiku lagi' dan kemudian berusaha untuk meninggalkan Tuhan pada
gilirannya. Tetapi Paulus yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkannya.
Ia telah memahami kasih Kristus dalam hidupnya sendiri. Inilah jalan yang
ditunjukkan Paulus kepada kita : jalan kasih setiap saat, melalui tebal dan
tipis, di setiap saat. Inilah keagungan Paulus".
Kasih
Kristus, Paus Fransiskus menambahkan, "tidak dapat dilukiskan". Kasih
Kristus tak terukur.
“Sungguh
Ia diutus oleh Bapa untuk menyelamatkan kita. Ia melakukannya dengan kasih. Ia
memberikan hidup-Nya demi aku : tidak ada kasih yang lebih besar daripada
memberikan hidupmu demi orang lain. Kita dapat berpikir tentang seorang ibu -
kasih seorang ibu, misalnya - yang memberikan hidupnya demi anaknya,
menemaninya melalui kehidupan di saat-saat sulit ... Kasih Yesus dekat dengan
kita, dan bukan kasih yang tak berwujud. Kasih Yesus adalah kasih
Kamu-Aku/Aku-Kamu - kita masing-masing - dengan nama dan nama keluarga kita
sendiri”.
Dalam
Bacaan Injil (Luk. 13:31-35), Paus Fransiskus berfokus pada "sesuatu yang
berwujud dalam kasih Yesus". Berbicara tentang Yerusalem, Yesus mengenang
saat-saat Ia berusaha mengumpulkan anak-anak Yerusalem, “sama seperti induk
ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya", tetapi ia tidak mau.
Maka Ia menangis.
“Kasih
Kristus mendorong-Nya untuk menangis, menangisi kita masing-masing. Kelembutan
apakah yang kita temukan dalam ungkapan ini. Yesus bisa saja mengutuk
Yerusalem, mengatakan hal-hal yang mengerikan ... Tetapi Ia meratap karena
Yerusalem tidak sudi membiarkan dirinya dikasihi seperti anak-anak ayam. Inilah
kasih Allah yang lembut di dalam Yesus. Inilah tepatnya yang dipahami Paulus.
Jika kita tidak dapat merasakan atau memahami kasih Allah yang lembut di dalam
diri Yesus demi kita masing-masing, maka kita tidak akan pernah, tidak akan
pernah, dapat memahami kasih Kristus. Kasih Kristus adalah semacam kasih yang
menunggu dengan sabar, seperti kasih yang Ia memainkan sebagai kartu
terakhir-Nya dengan Yudas : 'Sahabat', menawarkan kepadanya suatu jalan keluar,
bahkan hingga kesudahan. Ia bahkan mengasihi orang-orang berdosa yang paling buruk
dengan kelembutan ini, hingga kesudahan. Saya tidak yakin kita berpikir tentang
Yesus yang begitu lembut - Yesus yang menangis, ketika Ia menangis di depan
kuburan Lazarus, ketika Ia menangis di sini memandang ke Yerusalem".
Akhirnya,
Paus Fransiskus mendesak kita untuk bertanya kepada diri kita sendiri apakah
Yesus menangisi kita, bahkan ketika kita sering memilih untuk "mengambil
jalan lain". Kasih Tuhan, beliau mengakhiri homilinya, "diungkapkan
dalam air mata Yesus yang lembut", yang menyebabkan Santo Paulus
"sangat jatuh cinta kepada Kristus sehingga tidak ada yang dapat
mengenyahkan-Nya".
_____
(Peter
Suriadi - Bogor, 31 Oktober 2019)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.