Bacaan
Ekaristi : 2Mak. 12:43-46; Mzm. 130:1-2,3-4,5-6a,6b-7,8; 1Kor. 15:12-34; Yoh.
6:37-40.
Perayaan
Pengenangan Arwah Semua Orang Beriman di sebuah katakombe - bagi saya inilah
pertama kalinya dalam hidup saya memasuki sebuah katakombe, ini merupakan
sebuah kejutan - menceritakan banyak hal kepada kita. Kita dapat memikirkan
kehidupan orang-orang itu, yang harus bersembunyi, yang memiliki budaya
menguburkan orang mati dan merayakan Ekaristi di sini ... Inilah momen sejarah
yang buruk, tetapi belum teratasi : bahkan hingga hari ini. Ada banyak. Banyak
katakombe di negara-negara lain, di mana mereka bahkan harus berpura-pura
mengadakan pesta atau ulang tahun untuk merayakan Ekaristi, karena di tempat
itu dilarang melakukannya. Bahkan dewasa ini umat kristiani teraniaya, melebihi
abad-abad pertama, lebih banyak. Ini - katakombe, penganiayaan, umat kristiani
- dan Bacaan-bacaan ini, membuat saya memikirkan tiga kata : jatidiri, tempat
dan pengharapan.
Jatidiri
orang-orang yang berkumpul di sini untuk merayakan Ekaristi dan memuji Tuhan
ini, sama dengan jatidiri saudara-saudara kita dewasa ini di begitu banyak,
begitu banyak negara di mana menjadi seorang kristiani adalah kejahatan,
dilarang, mereka tidak berhak. Hal yang sama. Jatidiri inilah yang telah kita
dengar : jatidirinya adalah Sabda Bahagia. Jatidiri umat kristiani adalah hal
ini : Sabda Bahagia. Tidak ada yang lain. Jika kamu melakukan hal ini, jika
kamu hidup seperti ini, kamu adalah seorang kristiani. "Tidak, tetapi
lihatlah, aku milik lembaga itu, lembaga itu ..., aku milik gerakan ini
...". Ya, ya, semua hal tersebut baik; tetapi hal ini adalah khayalan di
depan kenyataan ini. Kartu jatidirimu adalah ini [Bapa Suci menunjukkan Injil],
dan jika kamu tidak memiliki ini, gerakan atau kepemilikan lainnya tidak ada
gunanya. Jika kamu tidak hidup seperti ini, kamu bukan seorang kristiani.
Secara sederhana. Tuhan mengatakannya. "Ya, tetapi itu tidak mudah, aku
tidak tahu bagaimana hidup seperti ini ...". Ada perikop lain dari Injil
yang membantu kita lebih memahami hal ini, dan perikop Injil itu juga akan
menjadi “tatacara agung” yang dengannya kita akan dihakimi. Perikop tersebut
adalah Matius 25. Dengan dua perikop Injil ini, Sabda Bahagia, dan tatacara
agung ini, kita akan menunjukkan, dengan menjalankan hal ini, jatidiri kita
sebagai umat kristiani. Tanpa hal ini, tidak ada jatidiri. Ada fiksi menjadi
umat kristiani, tetapi bukan jatidiri.
Inilah
jatidiri umat kristiani. Kata kedua : tempat. Orang-orang yang datang ke sini
untuk bersembunyi, agar aman, bahkan untuk menguburkan orang mati; dan
orang-orang yang merayakan Ekaristi hari ini secara rahasia, di negara-negara
di mana itu dilarang ... Saya memikirkan biarawati di Albania yang berada di
kamp pendidikan ulang, pada saat komunisme, dan para imam dilarang untuk
memberikan sakramen, dan biarawati ini, di sana, ia membaptis secara rahasia.
Orang-orang, umat kristiani tahu bahwa biarawati ini membaptis dan para ibu
membawa anak-anak mereka kepadanya; tetapi di sana tidak ada gelas, sesuatu
untuk menyiram air ... ia melakukannya dengan sepatu : ia mengambil air dari
sungai dan membaptis dengan sepatu. Tempat umat kristiani ada di mana-mana,
kita tidak memiliki tempat istimewa dalam hidup. Beberapa orang ingin
memilikinya, mereka adalah umat kristiani yang “memenuhi syarat”. Tetapi hal
ini beresiko berkutat dengan “orang-orang yang memenuhi syarat” dan menjatuhkan
“umat kristiani”. Umat kristiani, apa tempat mereka? “Jiwa orang benar ada di
tangan Allah” (Keb 3:1): tempat umat kristiani ada di tangan Allah, tempat yang
Ia inginkan. Tangan Allah, yang meliputi, yakni tangan Putra-Nya yang ingin
membawa serta bilur-bilur untuk ditunjukkan kepada Bapa dan menjadi pengantara
bagi kita. Tempat umat kristiani adalah pengantaraan Yesus di hadapan Bapa. Di
tangan Allah. Dan kita yakin di sana, apa pun terjadi, bahkan salib pun
terjadi. Jatidiri kita [menunjuk pada Injil] mengatakan bahwa kita akan
berbahagia jika mereka menganiaya kita, jika mereka mengatakan segalanya
terhadap kita; tetapi jika kita berada di tangan Allah, memohonkan kasih, kita
yakin. Inilah tempat kita. Dan hari ini kita dapat bertanya pada diri kita
sendiri : tetapi di manakah aku merasa paling terjamin? Di tangan Allah atau
dengan hal-hal lain, dengan jaminan-jaminan lainnya yang kita “sewa” tetapi
yang pada akhirnya akan runtuh, yang tidak memiliki kemantapan?
Umat
kristiani ini, dengan kartu jatidiri ini, yang telah hidup dan hidup di tangan
Allah, adalah manusia pengharapan. Dan inilah kata ketiga yang datang kepada
saya hari ini : pengharapan. Kita mendengarnya dalam Bacaan Kedua : penglihatan
akhir di mana segalanya dilakukan kembali, di mana segalanya diciptakan
kembali, negeri tempat kita semua pergi. Dan untuk masuk ke sana, kita tidak memerlukan
hal yang aneh-aneh, kita tidak perlu bersikap dibuat-buat : kita hanya perlu
menunjukkan kartu jatidiri tersebut : "Tidak apa-apa, teruskan".
Pengharapan kita berada di surga, pengharapan kita berlabuh di sana dan kita,
dengan tali di tangan kita, menopang diri kita dengan memandangi tepian sungai
yang harus kita lintasi.
Jatidiri
: Sabda Bahagia dan Matius 25. Tempat : tempat yang paling aman, di tangan
Allah, diliputi oleh kasih. Pengharapan, masa depan : sauh, di sana, di tepian
lainnya, tetapi aku berpegangan erat pada tali. Hal ini penting, selalu
berpegangan erat pada tali! Sering kali kita hanya sudi melihat tali, bahkan
sauh, bahkan pantai lainnya; tetapi kamu, peganglah tali agar kamu dapat tiba
dengan selamat.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.