Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PENGENANGAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN DI KATAKOMBE PRISKILA, ROMA (ITALIA) 2 November 2019 : JATIDIRI, TEMPAT DAN PENGHARAPAN


Bacaan Ekaristi : 2Mak. 12:43-46; Mzm. 130:1-2,3-4,5-6a,6b-7,8; 1Kor. 15:12-34; Yoh. 6:37-40.

Perayaan Pengenangan Arwah Semua Orang Beriman di sebuah katakombe - bagi saya inilah pertama kalinya dalam hidup saya memasuki sebuah katakombe, ini merupakan sebuah kejutan - menceritakan banyak hal kepada kita. Kita dapat memikirkan kehidupan orang-orang itu, yang harus bersembunyi, yang memiliki budaya menguburkan orang mati dan merayakan Ekaristi di sini ... Inilah momen sejarah yang buruk, tetapi belum teratasi : bahkan hingga hari ini. Ada banyak. Banyak katakombe di negara-negara lain, di mana mereka bahkan harus berpura-pura mengadakan pesta atau ulang tahun untuk merayakan Ekaristi, karena di tempat itu dilarang melakukannya. Bahkan dewasa ini umat kristiani teraniaya, melebihi abad-abad pertama, lebih banyak. Ini - katakombe, penganiayaan, umat kristiani - dan Bacaan-bacaan ini, membuat saya memikirkan tiga kata : jatidiri, tempat dan pengharapan.


Jatidiri orang-orang yang berkumpul di sini untuk merayakan Ekaristi dan memuji Tuhan ini, sama dengan jatidiri saudara-saudara kita dewasa ini di begitu banyak, begitu banyak negara di mana menjadi seorang kristiani adalah kejahatan, dilarang, mereka tidak berhak. Hal yang sama. Jatidiri inilah yang telah kita dengar : jatidirinya adalah Sabda Bahagia. Jatidiri umat kristiani adalah hal ini : Sabda Bahagia. Tidak ada yang lain. Jika kamu melakukan hal ini, jika kamu hidup seperti ini, kamu adalah seorang kristiani. "Tidak, tetapi lihatlah, aku milik lembaga itu, lembaga itu ..., aku milik gerakan ini ...". Ya, ya, semua hal tersebut baik; tetapi hal ini adalah khayalan di depan kenyataan ini. Kartu jatidirimu adalah ini [Bapa Suci menunjukkan Injil], dan jika kamu tidak memiliki ini, gerakan atau kepemilikan lainnya tidak ada gunanya. Jika kamu tidak hidup seperti ini, kamu bukan seorang kristiani. Secara sederhana. Tuhan mengatakannya. "Ya, tetapi itu tidak mudah, aku tidak tahu bagaimana hidup seperti ini ...". Ada perikop lain dari Injil yang membantu kita lebih memahami hal ini, dan perikop Injil itu juga akan menjadi “tatacara agung” yang dengannya kita akan dihakimi. Perikop tersebut adalah Matius 25. Dengan dua perikop Injil ini, Sabda Bahagia, dan tatacara agung ini, kita akan menunjukkan, dengan menjalankan hal ini, jatidiri kita sebagai umat kristiani. Tanpa hal ini, tidak ada jatidiri. Ada fiksi menjadi umat kristiani, tetapi bukan jatidiri.

Inilah jatidiri umat kristiani. Kata kedua : tempat. Orang-orang yang datang ke sini untuk bersembunyi, agar aman, bahkan untuk menguburkan orang mati; dan orang-orang yang merayakan Ekaristi hari ini secara rahasia, di negara-negara di mana itu dilarang ... Saya memikirkan biarawati di Albania yang berada di kamp pendidikan ulang, pada saat komunisme, dan para imam dilarang untuk memberikan sakramen, dan biarawati ini, di sana, ia membaptis secara rahasia. Orang-orang, umat kristiani tahu bahwa biarawati ini membaptis dan para ibu membawa anak-anak mereka kepadanya; tetapi di sana tidak ada gelas, sesuatu untuk menyiram air ... ia melakukannya dengan sepatu : ia mengambil air dari sungai dan membaptis dengan sepatu. Tempat umat kristiani ada di mana-mana, kita tidak memiliki tempat istimewa dalam hidup. Beberapa orang ingin memilikinya, mereka adalah umat kristiani yang “memenuhi syarat”. Tetapi hal ini beresiko berkutat dengan “orang-orang yang memenuhi syarat” dan menjatuhkan “umat kristiani”. Umat kristiani, apa tempat mereka? “Jiwa orang benar ada di tangan Allah” (Keb 3:1): tempat umat kristiani ada di tangan Allah, tempat yang Ia inginkan. Tangan Allah, yang meliputi, yakni tangan Putra-Nya yang ingin membawa serta bilur-bilur untuk ditunjukkan kepada Bapa dan menjadi pengantara bagi kita. Tempat umat kristiani adalah pengantaraan Yesus di hadapan Bapa. Di tangan Allah. Dan kita yakin di sana, apa pun terjadi, bahkan salib pun terjadi. Jatidiri kita [menunjuk pada Injil] mengatakan bahwa kita akan berbahagia jika mereka menganiaya kita, jika mereka mengatakan segalanya terhadap kita; tetapi jika kita berada di tangan Allah, memohonkan kasih, kita yakin. Inilah tempat kita. Dan hari ini kita dapat bertanya pada diri kita sendiri : tetapi di manakah aku merasa paling terjamin? Di tangan Allah atau dengan hal-hal lain, dengan jaminan-jaminan lainnya yang kita “sewa” tetapi yang pada akhirnya akan runtuh, yang tidak memiliki kemantapan?

Umat kristiani ini, dengan kartu jatidiri ini, yang telah hidup dan hidup di tangan Allah, adalah manusia pengharapan. Dan inilah kata ketiga yang datang kepada saya hari ini : pengharapan. Kita mendengarnya dalam Bacaan Kedua : penglihatan akhir di mana segalanya dilakukan kembali, di mana segalanya diciptakan kembali, negeri tempat kita semua pergi. Dan untuk masuk ke sana, kita tidak memerlukan hal yang aneh-aneh, kita tidak perlu bersikap dibuat-buat : kita hanya perlu menunjukkan kartu jatidiri tersebut : "Tidak apa-apa, teruskan". Pengharapan kita berada di surga, pengharapan kita berlabuh di sana dan kita, dengan tali di tangan kita, menopang diri kita dengan memandangi tepian sungai yang harus kita lintasi.

Jatidiri : Sabda Bahagia dan Matius 25. Tempat : tempat yang paling aman, di tangan Allah, diliputi oleh kasih. Pengharapan, masa depan : sauh, di sana, di tepian lainnya, tetapi aku berpegangan erat pada tali. Hal ini penting, selalu berpegangan erat pada tali! Sering kali kita hanya sudi melihat tali, bahkan sauh, bahkan pantai lainnya; tetapi kamu, peganglah tali agar kamu dapat tiba dengan selamat.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.