Bacaan
Ekaristi : 2Sam. 5:1-3; Mzm. 122:1-2,4-5; Kol. 1:12-20; Luk. 23:35-43.
“Yesus,
ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja" (Luk 23:42).
Pada
hari Minggu terakhir tahun liturgi ini, kita mempersatukan suara kita dengan
suara penjahat yang disalibkan di samping Yesus, yang mengakui dan menyatakan
Dia sebagai seorang raja. Di tengah teriakan ejekan dan penghinaan, setidaknya
momen kemenangan dan kejayaan memungkinkan, penjahat itu mampu berbicara dan
membuat pengakuan imannya. Kata-katanya adalah kata-kata terakhir yang didengar
Yesus, dan kata-kata Yesus sendiri sebagai jawaban adalah kata-kata terakhir
yang Ia ucapkan sebelum menyerahkan diri-Nya kepada Bapa : “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di
dalam Firdaus” (Luk 23:43).
Sejarah
penjahat tersebut yang tampaknya terkotak-kotak, dalam sekejap, memuat makna
baru : ia seharusnya berada di sana untuk menemani penderitaan Tuhan. Dan momen
itu tidak lebih daripada menegaskan seluruh makna hidup Yesus : selalu dan di
mana saja menawarkan keselamatan. Sikap penjahat yang baik membuat kengerian dan
ketidakadilan Kalvari - di mana ketidakberdayaan dan ketidakpahaman bertemu
dengan cemoohan dan ejekan dari orang-orang yang acuh tak acuh terhadap
kematian orang yang tidak bersalah - menjadi sebuah pesan harapan bagi segenap
umat manusia. "Selamatkanlah diri-Mu!" Teriakan cemoohan yang
ditujukan kepada korban yang tak berdosa yang menderita tidak akan menjadi kata
terakhir; sebaliknya, teriakan tersebut akan membangkitkan tanggapan dari
orang-orang yang memperkenankan hati mereka tersentuh, yang memilih belas
kasihan sebagai cara otentik untuk membentuk sejarah.
Hari
ini, di tempat ini, kita ingin memperbarui iman kita dan keteguhan hati kita.
Kita tahu betul sejarah kegagalan, dosa, dan keterbatasan kita, bahkan seperti
yang dilakukan oleh penjahat yang baik, tetapi kita tidak menginginkannya untuk
menjadi apa yang menentukan atau menegaskan masa kini dan masa depan kita. Kita
tahu betapa mudahnya kita semua dapat mengambil jalan teriakan yang mudah :
“Selamatkanlah diri-Mu!” dan memilih untuk tidak memikirkan tanggung jawab kita
dalam meringankan penderitaan seluruh orang yang tak berdosa di sekitar kita.
Negeri ini telah mengalami, juga seperti yang dialami beberapa negara, kekuatan
yang menghancurkan yang kita manusia mampu lakukan. Seperti penjahat yang baik,
kita ingin berbicara dan mengakui iman kita, membela dan membantu Tuhan,
manusia yang tak berdosa yang berdukacita. Kita ingin menyertai-Nya dalam
siksaan-Nya, berdiri di samping-Nya dalam keterasingan dan keputusasaan-Nya,
dan sekali lagi mendengarkan bahwa keselamatan adalah kata yang ingin diucapkan
Bapa kepada semua orang: "Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada
bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus".
Santo
Paulus Miki dan rekan-rekannya memberikan nyawa mereka dalam kesaksian yang berani
terhadap keselamatan dan kepastian itu, bersama dengan ratusan martir yang
kesaksiannya merupakan unsur yang terutama dari warisan rohani kalian. Kita
ingin mengikuti jejak mereka, berjalan dalam jejak langkah mereka dan mengakui
dengan berani bahwa kasih yang dicurahkan dalam pengorbanan Kristus yang
disalibkan demi kita mampu mengatasi segala macam kebencian, keegoisan,
cemoohan dan penyingkiran. Kasih tersebut mampu mengalahkan segala bentuk
pesimisme yang tergesa-gesa atau kelambanan yang nyaman yang melumpuhkan
berbagai perbuatan dan keputusan yang baik. Konsili Vatikan II mengingatkan
kita bahwa sayangnya mereka yang percaya bahwa, karena di sini kita tidak
memiliki kota yang tetap dan tetap memandang masa depan, kita dapat melalaikan
tanggung jawab kita terhadap dunia tempat kita tinggal adalah keliru. Mereka
gagal melihat bahwa iman yang kita anut mewajibkan kita untuk hidup dan bekerja
menurut panggilan mulia kita masing-masing (bdk. Gaudium et Spes, 43).
Iman
kita adalah iman kepada Allah yang hidup. Kristus hidup dan sedang bekerja di
tengah-tengah kita, menuntun kita semua menuju kepenuhan hidup. Ia hidup dan
ingin agar kita hidup; Ia adalah harapan kita (bdk. Christus Vivit, 1). Setiap
hari kita berdoa : Tuhan, datanglah kerajaan-Mu. Dengan kata-kata ini, kita
ingin hidup dan perbuatan kita menjadi madah pujian. Jika, sebagai murid-murid
misioner, misi kita adalah menjadi saksi dan pewarta dari hal-hal yang akan
datang, kita tidak dapat pasrah menghadapi kejahatan dalam bentuk apa pun. Sebaliknya,
kita dipanggil untuk menjadi ragi Kerajaan Kristus di mana pun kita berada :
dalam keluarga, di tempat kerja atau dalam masyarakat pada umumnya. Kita harus
menjadi sedikit terbuka yang melaluinya Roh terus mengembuskan harapan di
antara bangsa-bangsa. Kerajaan surga adalah tujuan bersama kita, tujuan yang
tidak bisa hanya tentang hari esok. Kita harus memohonkannya dan mulai
mengalaminya hari ini, di tengah ketidakpedulian yang begitu sering
mengelilingi dan membungkam orang-orang sakit dan cacat, orang-orang tua dan
terlantar, para pengungsi dan para pekerja imigran. Mereka semua adalah
sakramen Kristus yang hidup, Raja kita (bdk. Mat 25:31-46). Karena “jika kita
benar-benar memulai kembali dari permenungan akan Kristus, kita harus belajar
untuk melihat-Nya teristimewa dalam wajah orang-orang yang dengannya Ia ingin
dikenali” (Yohanes Paulus II, Novo Millennio Ineunte, 49).
Pada
hari itu di Kalvari, banyak suara tetap bungkam; suara-suara lainnya mencemooh.
Hanya suara si penjahat yang menjulang untuk membela korban yang tidak bersalah
dari penderitaannya. Pengakuan imannya adalah pengakuan yang berani. Kita
masing-masing memiliki kemungkinan yang sama : kita dapat memilih untuk tetap
bungkam, mencemooh atau bernubuat.
Saudara-saudari
yang terkasih, Nagasaki menanggung dalam jiwanya sebuah luka yang sulit
disembuhkan, sebuah bekas luka yang lahir dari penderitaan yang tak dapat
dipahami yang ditanggung oleh begitu banyak korban perang yang tidak bersalah
di masa lalu dan saat ini, ketika Perang Dunia III dilancarkan secara bertahap.
Marilah kita melambungkan suara kita di sini dan bersama-sama mendoakan semua
orang yang bahkan sekarang menderita secara jasmani dan menjerit ke surga
akibat dosa ini. Semoga semakin banyak orang menjadi seperti sang penjahat yang
baik dan memilih untuk tidak tetap bungkam dan mencemooh, tetapi sebaliknya
memberikan kesaksian kenabian terhadap sebuah kerajaan kebenaran dan keadilan,
kerajaan kekudusan dan rahmat, kerajaan kasih dan damai (bdk. Misale Romawi,
Kata Pembukaan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus, Raja Semesta).
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.