Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM DI STADION BASEBALL, NAGASAKI (JEPANG) 24 November 2019


Bacaan Ekaristi : 2Sam. 5:1-3; Mzm. 122:1-2,4-5; Kol. 1:12-20; Luk. 23:35-43.

“Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja" (Luk 23:42).

Pada hari Minggu terakhir tahun liturgi ini, kita mempersatukan suara kita dengan suara penjahat yang disalibkan di samping Yesus, yang mengakui dan menyatakan Dia sebagai seorang raja. Di tengah teriakan ejekan dan penghinaan, setidaknya momen kemenangan dan kejayaan memungkinkan, penjahat itu mampu berbicara dan membuat pengakuan imannya. Kata-katanya adalah kata-kata terakhir yang didengar Yesus, dan kata-kata Yesus sendiri sebagai jawaban adalah kata-kata terakhir yang Ia ucapkan sebelum menyerahkan diri-Nya kepada Bapa : “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43).


Sejarah penjahat tersebut yang tampaknya terkotak-kotak, dalam sekejap, memuat makna baru : ia seharusnya berada di sana untuk menemani penderitaan Tuhan. Dan momen itu tidak lebih daripada menegaskan seluruh makna hidup Yesus : selalu dan di mana saja menawarkan keselamatan. Sikap penjahat yang baik membuat kengerian dan ketidakadilan Kalvari - di mana ketidakberdayaan dan ketidakpahaman bertemu dengan cemoohan dan ejekan dari orang-orang yang acuh tak acuh terhadap kematian orang yang tidak bersalah - menjadi sebuah pesan harapan bagi segenap umat manusia. "Selamatkanlah diri-Mu!" Teriakan cemoohan yang ditujukan kepada korban yang tak berdosa yang menderita tidak akan menjadi kata terakhir; sebaliknya, teriakan tersebut akan membangkitkan tanggapan dari orang-orang yang memperkenankan hati mereka tersentuh, yang memilih belas kasihan sebagai cara otentik untuk membentuk sejarah.

Hari ini, di tempat ini, kita ingin memperbarui iman kita dan keteguhan hati kita. Kita tahu betul sejarah kegagalan, dosa, dan keterbatasan kita, bahkan seperti yang dilakukan oleh penjahat yang baik, tetapi kita tidak menginginkannya untuk menjadi apa yang menentukan atau menegaskan masa kini dan masa depan kita. Kita tahu betapa mudahnya kita semua dapat mengambil jalan teriakan yang mudah : “Selamatkanlah diri-Mu!” dan memilih untuk tidak memikirkan tanggung jawab kita dalam meringankan penderitaan seluruh orang yang tak berdosa di sekitar kita. Negeri ini telah mengalami, juga seperti yang dialami beberapa negara, kekuatan yang menghancurkan yang kita manusia mampu lakukan. Seperti penjahat yang baik, kita ingin berbicara dan mengakui iman kita, membela dan membantu Tuhan, manusia yang tak berdosa yang berdukacita. Kita ingin menyertai-Nya dalam siksaan-Nya, berdiri di samping-Nya dalam keterasingan dan keputusasaan-Nya, dan sekali lagi mendengarkan bahwa keselamatan adalah kata yang ingin diucapkan Bapa kepada semua orang: "Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus".

Santo Paulus Miki dan rekan-rekannya memberikan nyawa mereka dalam kesaksian yang berani terhadap keselamatan dan kepastian itu, bersama dengan ratusan martir yang kesaksiannya merupakan unsur yang terutama dari warisan rohani kalian. Kita ingin mengikuti jejak mereka, berjalan dalam jejak langkah mereka dan mengakui dengan berani bahwa kasih yang dicurahkan dalam pengorbanan Kristus yang disalibkan demi kita mampu mengatasi segala macam kebencian, keegoisan, cemoohan dan penyingkiran. Kasih tersebut mampu mengalahkan segala bentuk pesimisme yang tergesa-gesa atau kelambanan yang nyaman yang melumpuhkan berbagai perbuatan dan keputusan yang baik. Konsili Vatikan II mengingatkan kita bahwa sayangnya mereka yang percaya bahwa, karena di sini kita tidak memiliki kota yang tetap dan tetap memandang masa depan, kita dapat melalaikan tanggung jawab kita terhadap dunia tempat kita tinggal adalah keliru. Mereka gagal melihat bahwa iman yang kita anut mewajibkan kita untuk hidup dan bekerja menurut panggilan mulia kita masing-masing (bdk. Gaudium et Spes, 43).

Iman kita adalah iman kepada Allah yang hidup. Kristus hidup dan sedang bekerja di tengah-tengah kita, menuntun kita semua menuju kepenuhan hidup. Ia hidup dan ingin agar kita hidup; Ia adalah harapan kita (bdk. Christus Vivit, 1). Setiap hari kita berdoa : Tuhan, datanglah kerajaan-Mu. Dengan kata-kata ini, kita ingin hidup dan perbuatan kita menjadi madah pujian. Jika, sebagai murid-murid misioner, misi kita adalah menjadi saksi dan pewarta dari hal-hal yang akan datang, kita tidak dapat pasrah menghadapi kejahatan dalam bentuk apa pun. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menjadi ragi Kerajaan Kristus di mana pun kita berada : dalam keluarga, di tempat kerja atau dalam masyarakat pada umumnya. Kita harus menjadi sedikit terbuka yang melaluinya Roh terus mengembuskan harapan di antara bangsa-bangsa. Kerajaan surga adalah tujuan bersama kita, tujuan yang tidak bisa hanya tentang hari esok. Kita harus memohonkannya dan mulai mengalaminya hari ini, di tengah ketidakpedulian yang begitu sering mengelilingi dan membungkam orang-orang sakit dan cacat, orang-orang tua dan terlantar, para pengungsi dan para pekerja imigran. Mereka semua adalah sakramen Kristus yang hidup, Raja kita (bdk. Mat 25:31-46). Karena “jika kita benar-benar memulai kembali dari permenungan akan Kristus, kita harus belajar untuk melihat-Nya teristimewa dalam wajah orang-orang yang dengannya Ia ingin dikenali” (Yohanes Paulus II, Novo Millennio Ineunte, 49).

Pada hari itu di Kalvari, banyak suara tetap bungkam; suara-suara lainnya mencemooh. Hanya suara si penjahat yang menjulang untuk membela korban yang tidak bersalah dari penderitaannya. Pengakuan imannya adalah pengakuan yang berani. Kita masing-masing memiliki kemungkinan yang sama : kita dapat memilih untuk tetap bungkam, mencemooh atau bernubuat.

Saudara-saudari yang terkasih, Nagasaki menanggung dalam jiwanya sebuah luka yang sulit disembuhkan, sebuah bekas luka yang lahir dari penderitaan yang tak dapat dipahami yang ditanggung oleh begitu banyak korban perang yang tidak bersalah di masa lalu dan saat ini, ketika Perang Dunia III dilancarkan secara bertahap. Marilah kita melambungkan suara kita di sini dan bersama-sama mendoakan semua orang yang bahkan sekarang menderita secara jasmani dan menjerit ke surga akibat dosa ini. Semoga semakin banyak orang menjadi seperti sang penjahat yang baik dan memilih untuk tidak tetap bungkam dan mencemooh, tetapi sebaliknya memberikan kesaksian kenabian terhadap sebuah kerajaan kebenaran dan keadilan, kerajaan kekudusan dan rahmat, kerajaan kasih dan damai (bdk. Misale Romawi, Kata Pembukaan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus, Raja Semesta).

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.