Bacaan
Ekaristi : 1Yoh. 5:5-13; Mzm. 147:12-13,14-15,19-20; Luk. 5:12-16.
Kasih
terungkap lewat perbuatan nyata. Dengan mengacu pada Bacaan Pertama liturgi
hari itu (1Yoh. 5:5-13), yang bertemakan kasih, Paus Fransiskus menyampaikan
hal tersebut dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi 10 Januari 2020 di
Casa Santa Marta, Vatikan.
Rasul
Yohanes, kata Paus Fransiskus, memahami apa itu kasih, mengalaminya, dan
sebagaimana kasih tersebut masuk ke dalam hati Yesus, ia memahami bagaimana
kasih itu mengejawantahkan dirinya. Dalam Suratnya, Bapa Suci melanjutkan, ia
memberitahu kita bagaimana kita mengasihi dan bagaimana kita telah dikasihi.
Pertama-tama,
Paus Fransiskus menjelaskan, pada kenyataannya "kita mengasihi Allah
karena Ia terlebih dahulu mengasihi kita". Kasih, beliau melanjutkan,
berasal daripada-Nya : "Aku mulai mengasihi, atau aku bisa mulai mengasihi
karena aku tahu bahwa Ia lebih dulu mengasihiku". Dan, beliau menambahkan,
"Jika Ia tidak mengasihi kita, kita tentu saja tidak bisa mengasihi".
“Jika
seorang anak yang baru saja lahir dapat berbicara, ia pasti akan mengungkapkan
fakta bahwa ia merasa dikasihi oleh orangtuanya. Orangtua mengasihi anak mereka
sama seperti Allah mengasihi kita ... Ia mengasihi kita terlebih dahulu. Dan
hal ini melahirkan dan meningkatkan kemampuan kita untuk mengasihi”, kata Paus
Fransiskus.
Hal
kedua yang dikatakan Rasul Yohanes, lanjut Paus Fransiskus, yaitu “Jikalau
seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah', dan ia membenci saudaranya, maka ia
adalah pendusta”. Yohanes, beliau mengatakan, tidak melukiskan orang seperti
itu 'tidak tahu adat' atau seseorang 'yang salah', ia menyebutnya 'pendusta'.
Dan
Paus Fransiskus melanjutkan dengan mengulas kata 'pendusta'. Dalam Kitab Suci,
dengan jelas kata tersebut diartikan sebagai "jalan adanya setan",
sang pendusta besar, seperti yang dikatakan Perjanjian Baru kepada kita,
"bapa segala dusta".
Jadi,
Paus Fransiskus berkata, “jika kamu mengatakan kamu mengasihi Allah tetapi kamu
membenci saudaramu, kamu berada di sisi lain : kamu adalah seorang pendusta.
Tidak ada kelonggaran untuk hal ini".
Banyak
orang, lanjut Paus Fransiskus, yang menemukan pembenaran untuk tidak mengasihi
: "Ada yang mengatakan ‘Aku tidak membenci, Bapa, tetapi ada banyak orang
yang menyakitiku, atau orang-orang yang tidak dapat kuterima karena mereka
tidak tahu adat atau kurang ajar".
Paus
Fransiskus menggarisbawahi kodrat kasih yang mewujud yang ditunjukkan oleh
Yohanes ketika ia menulis "barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang
dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya".
"Jika kamu tidak mampu mengasihi orang-orang, dari orang-orang yang
terdekat sampai yang terjauh, kamu tidak bisa memberitahu kami bahwa kamu
mengasihi Allah : kamu adalah seorang pendusta", beliau mengatakan.
Paus
Fransiskus kemudian berkaca pada aspek lain yang dapat menghentikan orang-orang
dari kasih : keinginan mereka untuk tidak “mencampuri” kehidupan orang lain.
Hal ini juga, beliau mengatakan, tidak baik, karena kasih "mengungkapkan
dirinya dengan berbuat baik". Kasih sejati terungkap dalam kehidupan
sehari-hari, dengan permasalahannya, perasaan kasih sayang dan
ketidaksukaannya. Ingatlah, Paus Fransiskus mengatakan dengan mengutip Santo
Albert Hurtado asal Cili, melakukan kejahatan adalah baik, tetapi tidak berbuat
baik adalah buruk', kasih sejati "harus menuntunmu untuk berbuat baik
(...), mengotori tanganmu dalam karya kasih".
Meski
tidak mudah, Paus Fransiskus mengakui, melalui iman ada kemungkinan mengatasi
mentalitas "yang mencegah kita untuk mengasihi". Jalan iman adalah
jalan yang tidak dilakukan oleh orang-orang yang acuh tak acuh, yang mencuci
tangan permasalahan mereka, yang tidak mau ikut campur untuk membantu, yang
mengatakan mereka mengasihi Allah tetapi tidak mengasihi sesama mereka.
“Semoga
Tuhan mengajari kita kebenaran ini : pemahaman telah dikasihi terlebih dulu dan
keberanian untuk mengasihi saudara-saudara kita”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.