Bacaan
Ekaristi : 1Yoh. 4:19-5:4; Mzm. 72:2,14,15bc,17; Luk. 4:14-22a.
Untuk
berada di jalan menuju perdamaian, kita harus “tetap berada di dalam Tuhan”
melalui kasih yang terlihat dalam “perkara-perkara kecil”. Kita tidak bisa
"menjadi umat kristiani" jika kita bertindak sebagai "penabur
perang" dalam keluarga, dalam lingkungan sekitar dan tempat kerja kita.
Itulah pokok homili Paus Fransiskus yang disampaikannya dalam Misa harian Kamis
pagi, 9 Januari 2020 di kapel Casa Santa Marta, Vatikan.
Berbicara
tentang perdamaian, Paus Fransiskus mengatakan, kita akan segera memikirkan
perang dan juga terjaminnya perdamaian di dunia, di negara lain atau situasi
lain. Beliau mencatat bahkan dewasa ini, dengan banyak api peperangan yang
menyala, perdamaian segera timbul di dalam benak kita. Kita memohon kepada
Tuhan perdamaian dunia dan perdamaian semua orang.
Paus
Fransiskus mendesak untuk menanyakan pada diri sendiri tentang perdamaian di
rumah, apakah hati kita damai atau menginginkan perang, untuk mendapatkan
sesuatu yang lebih dan membuat diri kita didengar. "Perdamaian
rakyat" atau sebuah negara "ditaburkan dalam hati". Perdamaian
dunia dimulai dengan perdamaian hati. Jika kita tidak memiliki perdamaian di
dalam hati kita, kita tidak dapat memikirkan perdamaian di dunia. Dan jalan
menuju perdamaian di dalam hati, Santo Yohanes menunjukkan dalam Bacaan Pertama
liturgi hari itu, adalah tetap berada di dalam Tuhan.
Paus
Fransiskus menunjukkan bahwa Tuhan membuat perdamaian dengan mengutus Roh Kudus
untuk menciptakan perdamaian di dalam diri kita. “Jika kita tetap berada di
dalam Tuhan hati kita akan damai”, dan jika kita tetap berada di dalam Tuhan
ketika kita tergelincir pada dosa atau cela, Roh Kudus akan memperingatkan kita
tentang kekeliruan ini atau ketergelinciran ini. Menurut Paus Fransiskus, cara
untuk tetap berada di dalam Tuhan, seperti dikatakan Santo Yohanes, adalah
dengan saling mengasihi, Inilah rahasia menuju perdamaian.
Kasih
sejati, menurut Paus Fransiskus, bukanlah sinetron dan pertunjukan televisi,
tetapi merupakan sesuatu yang mendorong kita untuk berbicara "baik"
dengan orang lain. Jika kita tidak dapat berbicara baik tentang orang lain,
lebih baik tutup mulut, karena berbicara buruk tentang orang lain dan
"menguliti" mereka adalah perang.
Kasih,
Paus Fransiskus menekankan, terungkap dalam "perkara-perkara kecil".
"Jika ada perang di dalam hatiku", beliau memperlihatkan, "akan
ada perang di dalam keluargaku, di lingkungan sekitarku dan tempat
kerjaku". Kecemburuan, iri hati, fitnah, membawa kita untuk saling
berperang. Ketiganya “menghancurkan”, ketiganya ibarat “kecemaran”.
Bapa
Suci mendesak umat kristiani untuk bertanya kepada diri mereka sendiri berapa
kali mereka berbicara "dengan roh perdamaian" dan berapa kali
"dengan roh perang".
Paus
Fransiskus mencatat bahwa biasanya cara kita bertindak di dalam keluarga, di
dalam lingkungan sekitar dan tempat kerja adalah sikap perang. Cara kita
bertindak menghancurkan dan mencemari orang lain; bukanlah kasih dan
terjaminnya perdamaian yang kita minta. Dalam hal ini, tidak ada Roh Kudus.
Entah seorang awam, seorang imam, seorang pelaku hidup bakti, seorang uskup,
seorang Paus atau siapa pun, kata Bapa Suci, terjadi pada diri kita
masing-masing - kita langsung bereaksi mengutuk orang lain. "Membuat
perang", beliau mengatakan, "adalah godaan iblis".
Ketika
iblis berhasil membuat kita berperang dan menyalakan api peperangan, Paus
Fransiskus melanjutkan, ia senang karena ia tidak harus bekerja lagi. “Kita
adalah orang-orang yang bekerja untuk saling menghancurkan”, “kita adalah
orang-orang yang melaksanakan perang, penghancuran”, menghancurkan
“pertama-tama” diri kita sendiri, “karena kita mencampakkan kasih” dan kemudian
orang lain. Paus Fransiskus mencatat betapa kita kecanduan dengan kebiasaan mencemari
orang lain ini. Kebiasaan ini adalah benih yang ditabur iblis di dalam diri
kita. Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mendoakan terjaminnya
perdamaian, yang merupakan "karunia Roh Kudus", dengan berusaha untuk
tetap berada di dalam Tuhan. “Semoga Tuhan memberikan Roh Kudus agar kita tetap
berada di dalam Dia dan mengajarkan kita untuk mengasihi, singkatnya, tanpa
berperang melawan orang lain”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.