Bacaan
Ekaristi : 1Sam. 4:1-11; Mzm. 44:10-11,14-15,24-25; Mrk. 1:40-45.
Pokok
homili Paus Fransiskus dalam Misa harian Kamis pagi, 16 Januari 2020, di Casa
Santa Marta, Vatikan, mengacu pada Bacaan Injil (Mrk. 1:40-45). Bacaan Injil
menceritakan seorang yang menderita kusta mendekati Yesus dan mengatakan,
“Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku". Permohonan orang yang
menderita kusta tersebut merupakan suatu permohonan yang berasal dari lubuk
hati, yang juga mengungkapkan sesuatu tentang Yesus dan belas kasih-Nya untuk
kita. Yesus menderita "bersama dan untuk kita", Ia menanggung
penderitaan sesama, menghibur mereka dan menyembuhkan mereka dengan nama kasih
Bapa.
Bercermin
pada kisah “sederhana” tentang penyembuhan seorang yang menderita kusta, Paus
Fransiskus mengatakan bahwa kalimat “Kalau Engkau mau …” merupakan doa yang
“mendapat perhatian Allah”. “Suatu tantangan, tetapi juga tindakan kepercayaan
: Aku tahu Ia dapat melakukannya, dan karenanya aku mempercayakan diri
kepada-Nya”.
Orang
yang menderita kusta dapat melakukan doa ini, Paus Fransiskus berkata, “karena
ia melihat bagaimana Yesus bertindak. Orang ini telah melihat belas kasih
Yesus”. Belas kasih, bukan perasaan kasihan, adalah "refren dalam
Injil" - tema umum yang terlihat dalam kisah janda dari Nain, serta dalam
perumpamaan orang Samaria yang baik dan anak yang hilang.
Belas
kasih terlibat, belas kasih berasal dari hati dan terlibat, serta belas kasih
menuntunmu untuk melakukan sesuatu. Belas kasih adalah “menderita bersama”,
mengambil penderitaan sesama ke atas dirimu guna menyelesaikannya,
menyembuhkannya. Dan inilah perutusan Yesus. Yesus tidak datang untuk
memberitakan hukum Taurat dan kemudian pergi. Yesus datang dengan belas kasih,
yaitu, menderita bersama dan untuk kita serta memberikan kita kehidupan itu
sendiri. Kasih Yesus begitu besar sehingga belas kasih justru menuntun-Nya ke
kayu Salib, memberikan nyawa-Nya.
Yesus
tidak cuci tangan, tetapi berdiri di samping kita. Paus Fransiskus mengajak
kita untuk kerap mengulangi “frasa kecil ini”. Karena Yesus memiliki belas
kasih, beliau menjelaskan, "Ia mampu melibatkan diri-Nya dalam kesedihan
kita, dalam permasalahan orang lain". Yesus tidak datang hanya untuk memberikan
beberapa khotbah dan kemudian kembali ke surga; bukan cuci tangan. Ia datang
untuk menjadi dekat dengan kita, dan Ia senantiasa tinggal di samping kita.
Paus
Fransiskus menjelaskan bagaimana ungkapan berikut ini dapat diubah menjadi doa
yang dapat kita gunakan setiap hari : “Kalau Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkanku;
kalau Engkau mau, Engkau dapat mengampuniku; kalau Engkau mau, Engkau dapat
menolongku". Atau, kalau Engkau mau, [Engkau dapat menjadikannya] sedikit
lebih lama". Tuhan, aku orang berdosa, kasihanilah aku, kasihanilah
aku". Sebuah doa yang sederhana yang bisa diucapkan berkali-kali dalam
sehari. “Tuhan, aku, orang berdosa, memohon kepada-Mu : kasihanilah aku”.
Berkali-kali dalam sehari, dari lubuk hati, dari hati, tanpa mengucapkannya
dengan lantang : “Tuhan, kalau Engkau mau, Engkau dapat; kalau Engkau mau,
Engkau dapat. Kasihanilah aku”. Ulangilah kalimat ini.
Orang
yang menderita kusta, dengan doanya yang sederhana dan “menakjubkan”, dapat
memperoleh kesembuhan berkat belas kasih Yesus, yang mengasihi kita terlepas
dari kedosaan kita.
Ia
tidak malu dengan diri kita. "Ya Bapa, aku orang berdosa, bagaimana aku
bisa mengucapkan ini? ..." [Ini] lebih baik! Karena Ia datang justru untuk
kita orang-orang berdosa, dan semakin besar dosamu, kamu semakin dekat dengan
Tuhan, karena Ia telah datang untukmu, orang yang berdosa paling besar;
untukku, orang yang berdosa paling besar; untuk kita semua. Marilah kita
biasakan mengulangi doa ini, senantiasa : “Tuhan, kalau Engkau mau, Engkau
dapat melakukannya. Kalau Engkau mau, Engkau dapat melakukannya”, dengan
keyakinan bahwa Tuhan dekat dengan kita; dan dengan belas kasih-Nya, Ia akan
mengambil ke atas diri-Nya permasalahan kita, dosa-dosa kita, penyakit batin
kita, segala sesuatunya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.