Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA SANTA MARIA BUNDA ALLAH (HARI PERDAMAIAN SEDUNIA KE-53) 1 Januari 2020


Bacaan Ekaristi : Bil. 6:22-27; Mzm. 67:2-3,5,6,8; Gal. 4:4-7; Luk. 2:16-21.

“Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Putra-Nya, yang lahir dari seorang perempuan” (Gal 4:4). Lahir dari seorang perempuan : Yesus datang dengan cara ini. Ia tidak menampakkan diri di dunia sebagai orang dewasa tetapi, seperti dikatakan Injil kepada kita, Ia "dikandung ibu-Nya" (Luk 2;21). Di sanalah Ia menjadi manusia seperti kita : hari demi hari, bulan demi bulan. Di dalam rahim seorang perempuan, Allah dan umat manusia dipersatukan, tidak pernah terpisah lagi. Bahkan sekarang, di surga, Yesus hidup dalam daging yang Ia sandang dalam rahim ibu-Nya. Di dalam diri Allah, ada daging manusiawi kita!


Pada awal tahun, kita merayakan kesatuan perkawinan antara Allah dan umat manusia, yang dicanangkan dalam rahim seorang perempuan. Di dalam diri Allah, selamanya akan ada kemanusiaan kita dan Maria akan selamanya menjadi Bunda Allah. Ia adalah perempuan sekaligus ibu : inilah apa yang penting. Dari Maria, dari seorang perempuan, muncul keselamatan dan dengan demikian tidak ada keselamatan tanpa seorang perempuan. Dalam diri Maria, Allah dipersatukan dengan kita, dan jika kita ingin mempersatukan diri kita dengan-Nya, kita harus mengambil jalan yang sama : melalui Maria, perempuan dan ibu. Itulah sebabnya kita memulai tahun dengan merayakan Bunda Maria, perempuan yang menjalin kemanusiaan Allah. Jika kita ingin menjalin kemanusiaan ke zaman kita ini, kita perlu memulai ulang dari perempuan.

Lahir dari seorang perempuan. Kelahiran kembali manusia berawal dari seorang perempuan. Para perempuan adalah sumber kehidupan. Namun mereka terus menerus dihina, dipukuli, diperkosa, dipaksa melacurkan diri dan menekan kehidupan yang mereka kandung di dalam rahim. Setiap bentuk kekerasan yang diderita seorang perempuan adalah penistaan terhadap Allah, yang lahir dari seorang perempuan. Keselamatan manusia muncul dari tubuh seorang perempuan : kita dapat mengetahui taraf kemanusiaan kita dengan cara kita memperlakukan tubuh perempuan. Seberapa sering tubuh perempuan dikorbankan di altar profan iklan, laba sebanyak mungkin, pornografi, dieksploitasi laksana sebuah kanvas untuk digunakan. Namun tubuh perempuan harus dibebaskan dari konsumerisme; tubuh perempuan harus dihormati dan dihargai. Tubuh mereka adalah daging yang paling luhur di dunia, karena tubuh perempuan mengandung dan memunculkan kasih yang telah menyelamatkan kita! Di zaman kita juga, peran ibu direndahkan, karena satu-satunya yang menarik minat kita adalah pertumbuhan ekonomi. Ada para ibu yang mengambil resiko dalam perjalanan yang sulit, berusaha mati-matian memberikan masa depan yang lebih baik untuk buah rahim mereka, namun dianggap berlebihan oleh orang-orang dengan perut kenyang tetapi hati hampa kasih.

Lahir dari seorang perempuan. Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa perempuan datang ke tempat kejadian pada puncak penciptaan, sebagai sajian akhir dari seluruh dunia yang telah diciptakan. Karena ia berpegang teguh pada tujuan penciptaan yang sesungguhnya : generasi dan pengamanan kehidupan, persekutuan dengan segala perkara, peduli terhadap segala perkara. Begitu pula dengan Bunda Allah dalam Injil hari ini. Teks mengatakan kepada kita, “Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (ayat 19). Ia menyimpan segala perkara ini : sukacita saat kelahiran Yesus dan dukacita karena tidak adanya keramahan yang ditunjukkan di Betlehem; kasih Yusuf dan keheranan para gembala; janji dan ketidakpastian akan masa depan. Ia membawa segala perkara ke hatinya, dan di dalam hatinya, ia meletakkan segala perkara di tempat yang benar, bahkan berbagai kesulitan dan persoalan. Di dalam hatinya, ia dengan penuh kasih menata segala perkara dan mempercayakan segalanya kepada Allah.

Dalam Injil, Maria melakukan hal ini untuk kedua kalinya : di akhir kehidupan Yesus yang tersembunyi, kita diberitahu bahwa "ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya" (ayat 51). Pengulangan ini membuat kita sadar bahwa “menyimpan di dalam hatinya” bukanlah sesuatu yang baik yang dilakukan Bunda Maria dari waktu ke waktu, tetapi sesuatu kebiasaan. Para perempuan biasanya membawa kehidupan ke hati mereka. Para perempuan menunjukkan kepada kita bahwa makna kehidupan tidak ditemukan dalam membuat perkara tetapi dalam membawa perkara ke hati. Hanya orang-orang yang melihat dengan hati dapat melihat perkara dengan tepat, karena mereka tahu bagaimana "melihat" setiap orang : melihat seorang saudara terlepas dari kesalahannya, seorang saudari terlepas dari kesalahannya, harapan di tengah-tengah kesulitan. Mereka melihat Allah dalam seluruh pribadi dan perkara.

Ketika kita memulai tahun yang baru ini, marilah kita bertanya pada diri sendiri : Apakah aku tahu bagaimana melihat dengan hati? Apakah aku tahu cara melihat orang-orang dengan hati? Apakah aku membawa ke hati orang-orang yang hidup denganku? Atau apakah aku menjatuhkan mereka dengan pergunjingan? Dan terutama, apakah aku menempatkan Tuhan di pusat hatiku, atau nilai-nilai lain, minat-minat lain, seperti kemajuan, kekayaan, kekuasaan? Hanya jika kita membawa kehidupan ke dalam hati, kita akan tahu bagaimana peduli dan mengatasi ketidakpedulian di sekitar kita. Jadi marilah kita mohon rahmat untuk menjalani tahun ini dengan keinginan membawa orang lain ke hati dan peduli terhadap mereka. Dan jika kita menginginkan dunia yang semakin baik, dunia yang akan menjadi rumah yang penuh kedamaian dan bukan medan perang, marilah kita membawa martabat setiap perempuan ke hati kita. Dari seorang perempuan lahir Sang Penguasa Kedamaian. Para perempuan adalah pemberi dan perantara kedamaian serta seharusnya sepenuhnya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Karena ketika para perempuan dapat berbagi karunia, dunia menemukan dirinya semakin bersatu, semakin penuh kedamaian. Karenanya, setiap langkah maju bagi para perempuan adalah sebuah langkah maju bagi umat manusia secara keseluruhan.

Lahir dari seorang perempuan. Yesus, yang baru lahir, tercermin di dalam mata perempuan, dalam wajah ibu-Nya. Dari ibu-Nya, Ia menerima belaian pertama; bersama Maria, Ia bertukar senyuman pertama. Bersama Maria dimulai revolusi kelembutan. Gereja, memandang Bayi Yesus, dipanggil untuk melanjutkan revolusi itu. Karena Gereja juga, seperti Maria, adalah perempuan sekaligus ibu. Gereja adalah perempuan dan ibu, serta di dalam diri Bunda Maria, Gereja menemukan ciri khasnya. Gereja melihat Maria yang tak bernoda, serta merasa terpanggil untuk mengatakan tidak terhadap dosa dan keduniawian. Gereja melihat Maria mengandung, dan merasa terpanggil untuk memberitakan Injil dan melahirkannya dalam kehidupan umat. Gereja melihat Maria sebagai seorang ibu, dan Gereja merasa terpanggil untuk menerima setiap laki-laki dan perempuan sebagai seorang putra atau putri.

Dengan mendekati Maria, Gereja menemukan dirinya, ia menemukan pusatnya dan kesatuannya. Musuh sifat manusiawi kita, iblis, sebaliknya berusaha untuk memecah belah, menyoroti perbedaan, ideologi dan pemikiran berbagai pihak. Tetapi kita tidak memahami Gereja jika kita memandangnya dengan dimulai dari struktur, program dan kecenderungan, ideologi, dan fungsi. Kita mungkin memahami sesuatu, tetapi bukan hati Gereja. Karena Gereja memiliki hati seorang ibu. Dan kita, sebagai putra dan putrinya, hari ini memohon kepada Bunda Allah, yang mengumpulkan kita bersama-sama sebagai umat beriman. Ya Bunda, lahirkanlah harapan dalam diri kami dan bawalah kami menuju kesatuan. Perempuan keselamatan, kepadamu kami mempercayakan tahun ini. Simpanlah di dalam hatimu. Kami memujimu, Bunda Allah yang kudus. Bersama-sama sekarang, sebanyak tiga kali, marilah kita berdiri dan memuji Bunda Maria, Bunda Allah yang kudus. [bersama umat yang hadir] Bunda Allah yang kudus, Bunda Allah yang kudus, Bunda Allah yang kudus!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.