Bacaan
Ekaristi : Yes. 60:1-6; Mzm. 72:1-2,7-8,10-11,12-13; Ef. 3:2-3a,5-6; Mat.
1:1-12.
Dalam
Injil (Mat 2:1-12), orang-orang Majus mengawali dengan menyatakan alasan
mengapa mereka datang : "Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami
datang untuk menyembah Dia" (ayat 2). Penyembahan adalah akhir dan tujuan
dari perjalanan mereka. Memang, ketika mereka tiba di Betlehem, "mereka
melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia" (ayat
11). Begitu kita kehilangan indra penyembahan, kehidupan kristiani kita, yang
merupakan sebuah perjalanan menuju Tuhan, bukan menuju diri kita sendiri,
kehilangan arah. Injil memperingatkan kita tentang resiko ini, karena selain
orang-orang Majus tak seorang pun yang sudi menyembah.
Pertama-tama,
ada Raja Herodes, yang menggunakan kata menyembah, tetapi hanya untuk
mengelabui. Ia meminta orang-orang Majus untuk memberitahunya di mana anak itu
dapat ditemukan, "supaya aku pun datang menyembah Dia" (ayat 8).
Faktanya, Herodes hanya menyembah dirinya sendiri; itulah sebabnya ia ingin
membebaskan dirinya dari Anak itu melalui kebohongan. Apa yang diajarkan hal
ini kepada kita? Ajarannya, ketika kita tidak menyembah Allah, kita akhirnya
menyembah diri kita sendiri. Demikian juga, kehidupan kristiani, ketika
kehidupan tersebut gagal menyembah Tuhan, dapat menjadi cara yang halus untuk
menegaskan diri dan kemampuan kita sendiri. Inilah resiko yang besar : kita
mempergunakan Allah ketimbang melayani-Nya. Berapa kali kita telah merancukan
kepentingan Injil dengan kepentingan kita sendiri? Berapa kali kita
menyelubungi perkara keagamaan dengan hal-hal yang kita rasakan nyaman? Berapa
kali kita merancukan kuasa Allah, yakni untuk melayani orang lain, dengan kuasa
dunia ini, yakni untuk melayani diri kita sendiri!
Dalam
Injil, orang-orang lain selain Herodes juga tidak sudi menyembah : mereka
adalah para imam kepala dan para ahli Taurat. Mereka memberitahu Herodes dengan
sangat teliti di mana Mesias akan dilahirkan : di Betlehem di tanah Yudea (bdk.
ayat 5). Mereka tahu nubuat tersebut dan bisa mengutipnya dengan tepat. Mereka
tahu ke mana harus pergi, tetapi mereka tidak pergi ke sana. Di sini kita juga
bisa mengambil pelajaran. Dalam kehidupan kristiani, tidaklah cukup hanya
memiliki pengetahuan : jika kita tidak keluar dari diri kita sendiri, jika kita
tidak berjumpa orang lain dan menyembah, kita tidak bisa tidak mengenal Allah.
Teologi dan kemujaraban pastoral tidak berarti apa-apa jika kita tidak
bersujud; jika kita tidak bersujud seperti orang-orang Majus, yang tidak hanya
berpengetahuan luas tentang merencanakan sebuah perjalanan, tetapi juga mampu berangkat
dan sujud menyembah. Begitu kita menyembah, kita menyadari bahwa iman bukan
sekadar seperangkat ajaran yang bagus, tetapi suatu hubungan dengan Pribadi
yang hidup yang memanggil kita untuk mengasihi-Nya. Kita datang untuk melihat
Yesus apa adanya ketika kita berjumpa langsung dengan-Nya. Melalui penyembahan,
kita menemukan bahwa kehidupan kristiani adalah sebuah kisah cinta dengan
Allah, di mana apa yang benar-benar penting bukanlah berbagai gagasan baik kita
tetapi kemampuan kita untuk menjadikan-Nya pusat dari cinta kita, seperti yang
perbuat para kekasih dengan orang-orang yang mereka cintai. Menjadi inilah
seharusnya Gereja, seorang penyembah yang mencintai Yesus, mempelainya.
Ketika
kita mengawali Tahun Baru, semoga kita menemukan hal baru bahwa iman menuntut
penyembahan. Jika kita sudi bersujud di hadapan Yesus, kita akan mengatasi
godaan untuk berangkat di jalan kita sendiri. Karena penyembahan mencakup
ber-"eksodus" dari bentuk perbudakan terbesar : perbudakan terhadap
diri sendiri. Menyembah berarti menempatkan Tuhan di pusat, bukan diri kita
sendiri. Menyembah berarti memberikan berbagai perkara tempat yang selayaknya,
dan memberikan tempat pertama bagi Allah. Menyembah berarti membuat rencana
Allah lebih penting ketimbang waktu pribadi kita, hak kita, dan ruang kita.
Menyembah adalah menerima ajaran Kitab Suci : “Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu” (Mat 4:10). Allahmu : menyembah berarti menyadari bahwa kamu dan Allah
saling memiliki satu sama lain. Itu berarti bisa berbicara dengannya secara
bebas dan intim. Menyembah berarti membawa kehidupan kita kepada-Nya dan
memperkenankan-Nya memasuki ke kehidupan kita. Menyembah berarti memperkenankan
penghiburan-Nya turun ke bumi. Menyembah berarti menemukan bahwa, untuk berdoa,
cukuplah mengatakan: "Tuhanku dan Allahku!", dan memperkenankan diri
kita diliputi oleh kasih-Nya yang lembut.
Menyembah
berarti pergi kepada Yesus tanpa daftar tuntutan, tetapi dengan satu permintaan
saja : tinggal bersama-Nya. Menyembah berkenaan dengan menemukan bahwa sukacita
dan kedamaian meningkat seiring dengan pujian dan ucapan syukur. Dalam
penyembahan, kita memperkenankan Yesus menyembuhkan dan mengubah diri kita.
Dalam penyembahan, kita memungkinkan Tuhan mengubah diri kita dengan kasih-Nya,
menyalakan cahaya di tengah kegelapan kita, menganugerahkan kita kekuatan dalam
kelemahan dan keberanian di tengah pencobaan. Menyembah berarti berkonsentrasi
pada apa yang esensial : membebaskan diri dari hal-hal yang tidak berguna serta
kecanduan yang membius hati dan mengacaukan pikiran. Dalam penyembahan, kita
belajar untuk menolak apa yang seharusnya tidak disembah : ilah uang, ilah
konsumerisme, ilah kesenangan, ilah kesuksesan, ilah diri. Menyembah berarti
bersujud di hadapan Yang Mahatinggi dan menemukan di hadapan-Nya bahwa
keagungan hidup tidak berupa memiliki, tetapi mengasihi. Menyembah berarti
mengakui bahwa kita semua adalah saudara dan saudari di hadapan misteri kasih
yang menjembatani setiap jarak : menyembah adalah berjumpa kebaikan pada
sumbernya; menyembah adalah menemukan dalam Allah yang dekat keberanian untuk
mendekati sesama. Menyembah berarti hening di hadapan Sabda ilahi, dan belajar
menggunakan kata-kata yang tidak melukai tetapi menghibur.
Menyembah
adalah tindakan cinta yang mengubah kehidupan kita. Menyembah adalah melakukan
apa yang dilakukan orang-orang Majus. Membawa emas kepada Tuhan dan mengatakan
kepada-Nya bahwa tidak ada yang lebih berharga daripada diri-Nya.
Mempersembahkan kepada-Nya kemenyan dan mengatakan kepada-Nya bahwa hanya dalam
persatuan dengan-Nya kehidupan kita dapat terangkat ke surga. Menghadirkan-Nya
dengan mur, balsam untuk orang-orang yang memar dan terluka, dan berjanji
kepada-Nya bahwa kita akan membantu sesama kita yang terpinggirkan dan
menderita, di mana Ia sendiri hadir.
Saudara
dan saudari yang terkasih, hari ini kita masing-masing dapat bertanya, ”Apakah
aku seorang kristiani yang menyembah?” Banyak umat kristiani berdoa tetapi
mereka tidak menyembah. Marilah kita mengajukan pada diri kita pertanyaan ini :
Apakah kita menemukan waktu untuk menyembah dalam jadwal harian kita dan apakah
kita menyediakan ruang untuk menyembah dalam komunitas kita? Terserah kita,
sebagai Gereja, untuk mengamalkan kata-kata yang kita doakan dalam Mazmur hari
ini : "Segenap bangsa di muka bumi akan menyembah-Mu, ya Tuhan".
Dalam penyembahan, kita juga akan menemukan, seperti orang-orang Majus, makna
perjalanan kita. Dan seperti orang-orang Majus, kita juga akan "sangat
bersukacita" (Mat 2:10).
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.