Bacaan
Ekaristi : 2Sam. 11:1-4a,5-10a,13-17; Mzm. 51:3-4,5-6a,6bc-7,10-11; Mrk.
4:26-34.
Salah
satu kejahatan di zaman kita adalah tergelincir ke dalam keadaan tidak merasa
berdosa. Bahkan Daud, seorang raja yang kudus pun, telah jatuh ke dalam
pencobaan ini. Paus Fransiskus mengutarakan hal tersebut dalam homilinya pada
Misa harian Jumat pagi, 31 Januari 2020, di Casa Santa Marta, Vatikan.
Keduniawian adalah akar dari hal tersebut.
Bercermin
pada kisah Raja Daud dalam Bacaan Pertama (2Sam. 11:1-4a,5-10a,13-17), Paus
Fransiskus mencatat bahwa Raja Israel tersebut telah tergelincir ke dalam
kehidupan yang nyaman, lupa bahwa ia dipilih oleh Allah. Beliau berbicara
tentang kehidupan yang lumrah dan tenang di mana hati tetap tidak tergeming bahkan
di hadapan dosa-dosa yang paling berat sekalipun. Kehidupan tersebut adalah
keduniawian yang merampas kita dari merasa berdosa dan jahat.
Paus
Fransiskus menyebutkan dosa-dosa Daud : dalam kisah cacah jiwa bangsa Israel (2
Sam 24:1-17; 1 Taw 21:1-17) dan dalam kisah Uria yang ia bunuh setelah
menghamili Batsyeba, istrinya. Daud memilih melakukan pembunuhan karena
rencananya, untuk mengatur berbagai hal setelah melakukan perzinahan, sepenuhnya
gagal. Daud melanjutkan kehidupan lumrahnya dengan tenang dan hatinya tidak
bergeming.
Paus
Fransiskus bertanya-tanya bagaimana Daud yang agung, yang kudus, yang telah
melakukan begitu banyak hal yang baik dan yang begitu bersatu dengan Allah,
dapat melakukan hal itu. Ini tidak terjadi dalam semalam. Daud perlahan-lahan
tergelincir. Beliau mencatat bahwa ada dosa-dosa sesaat, seperti amarah atau
caci maki yang tidak dapat kita kendali, tetapi ada juga dosa-dosa di mana kita
perlahan-lahan tergelincir, dengan semangat keduniawian. Semangat dunia yang
mengarahkan kamu untuk melakukan hal-hal ini seolah-olah lumrah. "Suatu
pembunuhan ...!".
"Perlahan-lahan"
adalah sebuah kata keterangan yang sering dipergunakan Paus Fransiskus untuk
menjelaskan cara dosa perlahan-lahan menguasai seseorang yang memanfaatkan
kenyamanannya. Beliau mengakui bahwa semua orang berdosa, tetapi kadang-kadang
kita berdosa tiba-tiba tanpa dipikirkan terlebih dahulu, seperti amarah atau
caci maki, tetapi kemudian kita menyesal. Kadang-kadang, malahan, "kita
membiarkan diri kita tergelincir ke dalam keadaan di mana kehidupan tampak
lumrah", seperti tidak membayar pembantu sebagaimana seharusnya atau
membayar setengah dari apa yang seharusnya dibayarkan kepada para pekerja di
lapangan.
Bapa
Suci mengatakan bahwa mereka tampaknya adalah orang-orang yang baik yang
menghadiri Misa setiap hari Minggu dan yang menyebut diri mereka umat
Kristiani. Beliau menjelaskan bahwa mereka melakukan semua ini dan dosa-dosa
lainnya karena mereka telah tergelincir ke dalam keadaan di mana mereka telah
kehilangan kesadaran akan dosa, yang, menurut Paus Pius XII, adalah salah satu
kejahatan di zaman kita. Kita dapat melakukan apa saja ... dan, pada akhirnya,
kita menghabiskan seumur hidup untuk memecahkan sebuah masalah.
Paus
Fransiskus menunjukkan bahwa ha; ini bukan perkara zaman dahulu. Beliau
mengingat sebuah kejadian baru-baru ini di Argentina di mana beberapa pemain
rugby muda membunuh seorang teman mereka dalam perkelahian kehidupan malam.
Anak-anak itu menjadi "segerombolan serigala", yang menimbulkan
pertanyaan tentang pendidikan kaum muda dan masyarakat. Paus Fransiskus mengatakan,
kita sering membutuhkan "tamparan hidup" untuk menghentikan secara
perlahan-lahan tergelincir ke dalam dosa. Dibutuhkan seseorang seperti nabi Natan,
yang diutus oleh Allah kepada Daud, untuk menunjukkan kesalahannya.
Paus
Fransiskus mendesak umat Kristiani untuk sedikit memikirkan atmosfer rohani
kehidupan kita? "Aku waspada dan selalu membutuhkan seseorang untuk
memberitahukan kebenaran kepadaku, celaan dari beberapa teman, bapa pengakuan,
suami, istri atau anak-anak, yang sedikit membantuku?". Kisah kejatuhan raja
yang kudus seperti Daud harus membuat kita sadar bahwa hal itu juga bisa
terjadi pada diri kita dan kita seharusnya waspada. Kita juga seharusnya
mewaspadai suasana tempat tinggal kita. Kepada kita Tuhan mengutus seorang
nabi, misalnya, sesama kita, seorang anak, seorang ibu atau seorang ayah, yang
sedikit menampar kita ketika kita tergelincir ke dalam atmosfer di mana
segalanya tampak sah-sah saja.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.