Bacaan
Ekaristi : Dan. 3:25,34-43; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; Mat. 18:21-35.
Yesus
baru saja memberikan sebuah katekese tentang kesatuan saudara dan Ia
mengakhirinya dengan sebuah kata yang indah : "Sekali lagi Aku berkata
kepadamu, jika kalian berdua, dua atau tiga, sepakat dan meminta apa pun juga,
permintaan mereka itu akan dikabulkan" <bdk. Mat 18:19>. Kesatuan,
persahabatan, perdamaian antarsaudara mendatangkan kemurahan hati Allah. Dan
Petrus mengajukan pertanyaan : “Ya, tetapi dengan orang-orang yang menyakiti
hati kita, apa yang harus kita lakukan? Jika saudaraku berbuat dosa terhadapku,
membuatku sakit hati, berapa kali aku harus mengampuninya? Tujuh kali?"
Dan Yesus menjawab dengan kata itu yang dalam bahasa mereka berarti
"selalu" : "Tujuh puluh kali tujuh
kali". Kita harus selalu mengampuni, dan itu tidak mudah, karena hati kita
yang egois selalu terikat pada kebencian, pada balas dendam, pada sakit hati.
Kita semua menyaksikan keluarga-keluarga dihancurkan oleh kebencian keluarga
yang terulang dari satu generasi ke generasi lainnya; saudara-saudara yang di
hadapan peti mati orang tua mereka, tidak saling menyapa karena mereka
menanggung dendam masa lalu. Tampaknya melekatkan diri pada kebencian lebih
kuat daripada mengasihi dan inilah, pada kenyataannya, - katakanlah - harta
iblis. Ia selalu meringkuk di antara sakit hati kita, di antara kebencian kita
dan membuat keduanya tumbuh; ia membiarkan keduanya di sana untuk
menghancurkan, untuk menghancurkan segalanya. Dan berkali-kali, ia menghancurkan
hal-hal kecil. Dan Allah yang tidak datang untuk menghukum tetapi untuk
mengampuni ini dihancurkannya juga. Allah yang mampu merayakan satu orang
berdosa yang datang kepada-Nya dan Ia melupakan semuanya ini.
Ketika
Allah mengampuni kita, Ia melupakan semua kejahatan yang telah kita lakukan.
Seseorang berkata : "Ini penyakit Allah", Ia tidak memiliki ingatan;
Ia mampu kehilangan ingatan dalam perkara ini. Allah kehilangan ingatan akan
kisah-kisah mengerikan dari banyak orang berdosa, akan dosa-dosa kita. Ia
mengampuni kita dan melangkah maju. Ia hanya meminta kita untuk "melakukan
hal yang sama : belajar untuk mengampuni", tidak meneruskan salib
kebencian yang tidak bermanfaat, salib sakit hati ini, salib "Ia akan
tebus". Kata ini tidak Kristiani ataupun manusiawi. Kemurahan hati Yesus
mengajar kita bahwa untuk masuk Surga kita harus mengampuni. Sebenarnya, Ia
mengatakan kepada kita : "Kamu pergi ke Misa?" - “Ya” - tetapi jika
ketika kamu pergi ke Misa kamu ingat bahwa saudaramu memiliki sesuatu yang menentangmu,
pertama-tama berdamailah dengan dirimu. Jangan datang kepada-Ku dengan
mengasihi Aku di satu pihak, dan membenci saudaramu di pihak lain” - perpaduan
kasih, pengampunan, pengampunan dari hati.
Ada
orang-orang yang hidup mengutuk orang lain, berbicara buruk tentang orang lain,
terus-menerus mencemarkan rekan kerja mereka, mencemarkan tetangga mereka,
orangtua mereka, karena mereka tidak mengampuni karena sesuatu yang dilakukan
terhadap mereka, atau mereka tidak mengampuni sesuatu yang tidak berkenan
terhadap mereka. Tampaknya perbendaharaan yang pantas bagi iblis adalah hal ini
: menabur cinta tetapi tidak mengampuni, hidup melekat tanpa pengampunan.
Tetapi pengampunan adalah syarat untuk masuk Surga.
Perumpamaan
yang dikatakan Tuhan kepada kita sangat jelas : mengampuni. Semoga Tuhan
mengajari kita kebijaksanaan pengampunan ini, yang tidak mudah; dan, marilah
kita melakukan sesuatu : ketika kita pergi ke pengakuan dosa, untuk menerima
sakramen tobat, marilah kita pertama-tama menanyakan pada diri sendiri :
"Apakah aku mengampuni?" Jika aku merasa bahwa aku tidak mengampuni,
aku tidak boleh pura-pura memohon pengampunan, karena aku tidak akan diampuni;
memohon pengampunan berarti mengampuni, keduanya seiring. Keduanya tidak dapat
dipisahkan. Dan orang-orang yang memohon pengampunan untuk diri mereka sendiri
- seperti orang yang diampuni tuannya -, tetapi tidak mau mengampuni orang
lain, akan berakhir seperti orang ini. "Maka Bapa-Ku yang di surga akan
berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak
mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu".
Semoga
Tuhan membantu kita untuk memahami hal ini dan menundukkan kepala kita, serta
tidak menjadi sombong tetapi bermurah hati dalam mengampuni; mengampuni,
setidaknya, "demi kepentingan diri sendiri". Mengapa? Aku harus
mengampuni, karena jika aku tidak mengampuni, aku tidak akan diampuni -
setidaknya sebanyak ini, tetapi selalu mengampuni.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.