Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 18 Maret 2020 : KITA HARUS SALING MENDEKAT KARENA ALLAH TELAH MENDEKATKAN DIRI-NYA


Bacaan Ekaristi : Ul. 4:1,5-9; Mzm. 147:12-13,15-16,19-20; Mat. 5:17-19.


Tema dari kedua Bacaan hari ini adalah Hukum (bdk. Ul. 4:1,5-9; Mat. 5:17-19.), Hukum yang diberikan Allah kepada umat-Nya; Hukum yang ingin diberikan Tuhan kepada kita, dan terhadapnya Yesus berkeinginan untuk memberikan penggenapan yang teragung. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatian : cara Allah memberikan Hukum. Ia berkata kepada Musa, "Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?" (Ul 4:7). Tuhan memberikan Hukum kepada umat-Nya dengan sikap kedekatan. Hukum bukan segala ketetapan dari seorang penguasa, yang bisa berada nun jauh, atau seorang diktator ... Tidak. Hukum adalah kedekatan. Dan, melalui pewahyuan, kita tahu bahwa kedekatan kebapaan, kedekatan seorang bapa, yang menyertai umat-Nya memberikan mereka karunia Hukum - Allah yang dekat. “Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?".


Allah kita adalah Allah kedekatan; Ia adalah seorang Allah yang dekat, yang berjalan dengan umat-Nya. Gambar padang gurun dalam kitab Keluaran itu : awan dan tiang api untuk melindungi bangsa Israel : Ia berjalan bersama umat-Nya. Ia bukan seorang allah yang meninggalkan segala ketetapan tertulis dan berkata : "Berjalanlah ke depan". Ia memberikan segala ketetapan, Ia menuliskannya dengan tangan-Nya sendiri di atas loh batu, memberikannya kepada Musa, menyerahkannya kepada Musa, tetapi Ia tidak meninggalkan segala ketetapan itu dan pergi : Ia berjalan, Ia dekat. “Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya". Itulah kedekatan. Allah kita adalah seorang Allah kedekatan.

Dan tanggapan pertama manusia, dalam halaman pertama Kitab Suci, adalah dua sikap tanpa kedekatan. Tanggapan kita adalah senantiasa menjauh, menjauh dari Allah. Ia mendekatkan diri-Nya, dan kita menjauh - dua halaman pertama tersebut. Sikap pertama Adam beserta istrinya adalah bersembunyi: mereka bersembunyi dari kedekatan Allah; mereka malu, karena mereka telah berdosa, dan dosa menuntun kita untuk bersembunyi, bukan menginginkan kedekatan (bdk. Kej 3:8-10). Dan seringkali hal itu [mengarah pada] keterlibatan dalam suatu teologi yang hanya memikirkan Allah-Hakim dan, oleh karena itu, <kita> bersembunyi, <kita> takut. Sikap kedua manusia, dalam menghadapi suatu tawaran kedekatan Allah ini, adalah membunuh, membunuh saudara kita. "Aku bukan penjaga adikku" (bdk. Kej 4:9).

Inilah dua sikap yang meniadakan seluruh kedekatan. Manusia menolak kedekatan Allah, ia ingin menjadi penguasa hubungan, tetapi kedekatan senantiasa membawa bersamanya beberapa kelemahan. "Allah yang dekat" menjadikan diri-Nya lemah, dan semakin Ia menjadikan diri-Nya dekat, semakin Ia tampak lemah. Ketika Ia datang kepada kita, untuk tinggal bersama kita, Ia menjadikan diri-Nya manusia, salah seorang dari kita : Ia menjadikan diri-Nya lemah dan menanggung kelemahan tersebut hingga mati dan kematian yang paling kejam, kematian para pembunuh, kematian para pendosa terbesar. Kedekatan merendahkan Allah. Ia merendahkan diri untuk bersama kita, berjalan bersama kita, membantu kita.

"Allah yang dekat" berbicara kepada kita tentang kerendahan hati. Ia bukan "seorang Allah yang agung", bukan. Ia dekat; Ia berasal dari rumah, dan kita melihat hal ini dalam diri Yesus, Allah yang menjadi manusia, dekat <kepada kita bahkan> hingga mati. Bersama para murid-Nya : Ia menyertai mereka; Ia mengajar mereka. Ia memperbaiki mereka dengan kasih ... Marilah kita memikirkan, misalnya, kedekatan Yesus dengan murid-murid Emaus yang bersedih : mereka sedih, mereka takluk dan Ia mendekati mereka perlahan-lahan, untuk membuat mereka memahami pesan kehidupan, pesan kebangkitan (bdk. Luk 24:13- 32).

Allah kita dekat dan Ia meminta kita untuk saling mendekat, bukan menjauhkan diri. Dan pada saat krisis oleh karena wabah penyakit yang sedang kita jalani ini, kita diminta untuk semakin mewujudkan kedekatan ini, membuatnya semakin kasat mata. Kita mungkin tidak bisa dekat secara fisik karena takut tertular, tetapi kita dapat membangkitkan kembali sikap kedekatan di antara kita: dengan doa, dengan pertolongan, <ada> begitu banyak cara kedekatan. Dan mengapa kita harus saling mendekat? Karena Allah kita dekat, Ia berkeinginan untuk menyertai kita dalam kehidupan. Ia adalah Allah kedekatan. Oleh karena itu, kita bukan orang-orang yang terasing : kita dekat karena warisan yang kita terima dari Tuhan adalah kedekatan, yaitu, sikap kedekatan.

Marilah kita memohonkan kepada Tuhan rahmat saling mendekat; tidak saling bersembunyi; tidak mencuci tangan, seperti yang dilakukan Kain, dari permasalahan orang lain, tidak. Dekat. Kedekatan. “Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?“.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.