Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 21 Maret 2020 : DUA GAYA MENDEKATI TUHAN


Bacaan Ekaristi : Hos. 6:1-6; Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab; Luk. 18:9-14.


Sabda Tuhan, yang kita dengar kemarin itu : “Berbaliklah, pulanglah” (bdk Hos 14:2); kita juga menemukan jawabannya juga di dalam Kitab nabi Hosea : “Mari, kita berbalik kepada Tuhan” (Hos 6:1). Tanggapan terhadap "pulanglah" menyentuh hati : "Mari, kita berbalik kepada Tuhan, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita [...] “Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar” (Hos 6:1.3). Percaya kepada Tuhan adalah pasti. "Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi" (ayat 3). Dan, dengan pengharapan ini, orang-orang berangkat untuk berbalik kepada Tuhan. Itulah salah satu cara menemukan Tuhan dalam doa. Kita berdoa kepada Tuhan, kita berbalik kepada-Nya.


Dalam Bacaan Injil (bdk. Luk 18:9-14) Yesus mengajar kita bagaimana berdoa. Ada dua orang, satu orang yang beranggapan yang pergi untuk berdoa, tetapi untuk mengatakan bahwa ia baik seolah-olah ia berkata kepada Tuhan : "Lihatlah, aku sangat baik : jika Engkau membutuhkan sesuatu, katakanlah kepadaku aku akan menyelesaikan persoalan-Mu". Demikianlah ia berbalik kepada Tuhan. Dengan beranggapan. Sesungguhnya, mungkin ia melakukan semua yang dikatakan Hukum Taurat, ia mengatakan : “Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku” (ayat 12) ... Aku baik". Hal ini mengingatkan kita pada dua orang lainnya. Mengingatkan kita akan anak sulung dalam perumpamaan tentang Anak yang Hilang, ketika ia berkata kepada ayahnya : “Aku yang begitu baik tidak diadakan sebuah pesta dan <untuk> anak ini, yakni anak yang celaka, kamu mengadakan sebuah pesta ...". Beranggapan (bdk. Luk 15:29-30). Orang yang lainnya, yang kisahnya kita dengar berkenaan hari-hari ini, adalah orang yang kaya, tanpa nama itu, tetapi ia adalah orang kaya, tidak dapat menamakan dirinya sendiri, tetapi ia kaya, ia tidak peduli sama sekali tentang kesengsaraan orang lain (bdk. Luk 16:19-21). Mereka adalah orang-orang yang memiliki andalan dalam diri mereka atau dalam uang ataupun kekuasaan ... Lalu ada orang yang lainnya, pemungut cukai, yang tidak pergi ke depan altar, tidak, ia tetap menjaga jarak. "Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini!" (Luk 18:13). Hal ini juga membawa kita untuk mengingat anak yang hilang : ia menyadari dosa-dosa yang telah dilakukannya, hal-hal buruk yang telah dilakukannya. Ia juga menebah dadanya : “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan aku [akan mengatakan] kepadanya : Bapa, aku telah berdosa” - perendahan diri (bdk. Luk 15:17-19). Mengingatkan kita juga pada orang yang lainnya, pengemis, Lazarus, di pintu orang kaya, yang hidup dalam kesengsaraannya di hadapan orang yang beranggapan tersebut (bdk. Luk 16:20-21). Selalu ada kombinasi orang-orang ini dalam Injil. Dalam hal ini, Tuhan mengajar kita bagaimana berdoa, cara mendekati, bagaimana kita harus mendekati Tuhan : dengan kerendahan hati. Ada gambaran yang indah dalam nyanyian liturgi Pesta Santo Yohanes Pembaptis. Dikatakan orang-orang yang mendekati sungai Yordan untuk menerima baptisan “bertelanjang jiwa dan bertelanjang kaki” : berdoa dengan bertelanjang jiwa, tanpa riasan, tanpa menyamarkan kebajikan mereka. Ia - yang kita baca di awal Misa - mengampuni semua dosa tetapi Ia butuh aku memperlihatkan dosa-dosaku, dengan ketelanjanganku. Demikianlah berdoa, telanjang, dengan hati telanjang, tanpa menutupi, bahkan tanpa meyakini apa yang kupelajari berkenaan dengan cara berdoa. Kamu dan Aku harus berdoa muka dengan muka, dengan jiwa telanjang. Inilah yang diajarkan Tuhan kepada kita. Sebaliknya, ketika kita pergi kepada Tuhan agak terlalu percaya diri, kita akan jatuh ke dalam anggapan [orang Farisi} ini atau anggapan anak sulung, atau anggapan orang kaya yang tidak kekurangan apapun. Kita akan memiliki andalan di tempat lain. “Aku pergi kepada Tuhan ... Aku ingin pergi, dididik ... dan aku berbicara kepada-Nya dengan mudah diterapkan, dengan akrab. Tidak, ini bukan caranya. Caranya dengan merendahkan diri kita - merendahkan diri. Itulah kenyataannya. Dan dalam perumpamaan ini, satu-satunya orang yang memahami kenyataan tersebut adalah pemungut cukai. "Engkau adalah Tuhan dan aku adalah orang berdosa". Inilah kenyataannya. Namun, aku katakan aku adalah orang berdosa yang tidak dengan mulut <tetapi> dengan hati - merasakan diriku orang pendosa.

Jangan melupakan hal ini, yang diajarkan Tuhan kepada kita : membenarkan diri adalah kesombongan, keangkuhan; membenarkan diri adalah meninggikan diri. Membenarkan diri adalah penyamaran menjadi sesuatu yang bukan aku. Dan kesengsaraan tinggal di dalam. Orang Farisi membenarkan dirinya. Mengakui dosa kita secara langsung, tanpa membenarkannya, tanpa mengatakan : "Tetapi tidak, aku melakukan ini tetapi bukan kesalahanku ,,,“, diperlukan. Milikilah jiwa yang telanjang, jiwa yang telanjang.

Semoga Tuhan mengajarkan kita untuk memahami hal ini, sikap ini, ketika kita mulai berdoa. Ketika kita mulai berdoa dengan pembenaran kita, dengan andalan kita, berdoa dengan pembenaran tidak akan menjadi doa : berdoa dengan pembenaran akan berbicara dengan cermin. Sebaliknya, ketika kita memulai berdoa dengan kenyataan yang sesungguhnya - “Aku adalah orang berdosa, aku adalah orang berdosa” - ini adalah sebuah langkah maju yang baik untuk memperkenankan diri kita dilihat oleh Tuhan. Semoga Yesus mengajarkan kita hal ini.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.