Bacaan
Ekaristi : Yer. 11:18-20; Mzm. 7:2-3,9bc-10,11-12; Yoh. 7:40-53.
Paus
Fransiskus mengawali Misa harian Sabtu pagi, 28 Maret 2020, di Casa Santa
Marta, Vatikan, dengan mendoakan orang-orang yang sedang menderita kelaparan
karena pandemi virus Corona. "Dalam hari-hari ini, di beberapa bagian
dunia, kita mulai melihat beberapa akibat pandemi ini", katanya. “Orang
kelaparan". “Kita mulai melihat orang-orang yang kelaparan karena mereka
tidak bisa bekerja. Mereka mungkin tidak memiliki pekerjaan tetap, dan
kebanyakan karena keadaan sekitar. Kita mulai melihat ujungnya yang akan datang
nanti. Tetapi sekarang sudah mulai terlihat. Kita mendoakan keluarga-keluarga
yang mulai berkekurangan karena pandemi”.
Paus
Fransiskus mengawali homilinya dengan berfokus pada pertentangan yang terjadi
di antara para pemimpin dan umat Allah yang kudus yang diceritakan dalam Bacaan
Injil (Yoh 7:40-53). Setelah memperdebatkan apakah Yesus adalah Mesias, Injil
mengatakan, "Lalu mereka pulang, masing-masing ke rumahnya".
"Semua orang kembali ke keyakinan mereka masing-masing", Paus
Fransiskus menjelaskan. Orang-orang terbagi ke dalam dua kubu. Kubu yang
pertama mendengarkan Yesus, mengasihi-Nya dan mengikuti-Nya. Para pemimpin
agama termasuk kubu yang kedua. Mereka membenci kubu yang pertama dan “menolak
Yesus karena, menurut mereka, Ia tidak mematuhi hukum”.
“Umat
Allah yang kudus percaya kepada Yesus, mereka mengikuti-Nya …. Mereka tidak
bisa menjelaskan mengapa, tetapi mereka mengikuti-Nya. Ia memasuki hati mereka,
dan mereka tidak lelah .... Kita dapat memikirkan hari penggandaan roti. Mereka
bersama Yesus sepanjang hari sampai-sampai para Rasul berkata kepada Yesus,
'Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan' ... Umat
Allah memiliki rahmat yang melimpah : perasaan mengetahui di mana Roh berada,
bahkan meskipun mereka adalah orang-orang berdosa seperti kita, perasaan
mengetahui jalan menuju keselamatan. "Dan kelompok elit yang sedikit ini,
para ahli Taurat, mereka memisahkan diri dari orang-orang dan tidak menyambut
Yesus".
Paus
Fransiskus menjelaskan bahwa para pemimpin agama telah lupa bahwa mereka juga
milik Umat Allah oleh karena "aib yang sangat besar". “Mereka telah
kehilangan ingatan bahwa mereka milik Umat Allah. Mereka menjadi canggih.
Mereka telah naik ke kelas sosial lain. Mereka merasa berwibawa. Inilah
klerikalisme yang kita lihat di sini”.
Paus
Fransiskus kemudian berkaca pada apa yang dikatakan beberapa orang tentang para
imam dan kaum religius yang meninggalkan rumah mereka untuk merawat kaum
miskin. Beberapa orang mengatakan bahwa mereka seharusnya tidak memaparkan diri
terhadap virus, karena para imam berada di sana untuk memberikan
sakramen-sakramen. Inilah cara kita menciptakan jenis pembagian yang sama di
antara kita. Beberapa orang termasuk kelas atas dan tidak boleh “mengotori
tangan mereka” dengan melayani orang-orang yang dianggap kelas bawah. "Ada
sesuatu yang hilang", kata Paus Fransiskus, jika kita tidak memiliki
"keberanian untuk pergi dan melayani kaum miskin".
"Kehilangan
tersebut serupa dengan para ahli Taurat. Mereka telah kehilangan ingatan,
mereka telah kehilangan apa yang dirasakan Yesus di dalam hati-Nya - bahwa Ia
adalah bagian dari umat-Nya. Mereka kehilangan ingatan tentang apa yang dikatakan
Allah kepada Daud, ‘Aku mengambilmu dari kawanan domba’. Mereka telah lupa
ingatan akan kawanan domba mereka. Dan mereka pulang, masing-masing ke
rumahnya”.
Paus
Fransiskus juga menceritakan sebuah kisah yang indah tentang seorang imam di
desa pegunungan. Meskipun suhu dan salju membeku, ia membawa Yesus dalam rupa Sakramen
Mahakudus ke desa-desa kecil di daerahnya untuk memberikan berkat Sakramen
Mahakudus. "Tidak masalah sedang turun salju atau dinginnya monstrans
sedang membakar tangannya. Satu-satunya hal yang bermakna adalah membawa Yesus
kepada umat".
Mengakhiri
homilinya, Paus Fransiskus menganjurkan agar kita mengingat nasehat yang
diberikan Rasul Paulus kepada sang penatua muda, Timotius : “Ingatlah ibumu dan
nenekmu” (bdk 2 Tim 1:5). "Jika Paulus memberi nasihat tentang hal ini,
itu karena ia tahu betul bahaya ke mana perasaan elitisme ini mengarah".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.