Bacaan
Ekaristi : Dan. 9:4b-10; Mzm. 79:8,9,11,13; Luk. 6:36-38.
Bacaan Pertama, dari kitab Nabi Daniel (9:4-10), adalah sebuah
pengakuan dosa. Orang-orang menyadari bahwa mereka telah berdosa. Mereka
mengakui bahwa Tuhan telah setia kepada kami, tetapi “kami telah berbuat dosa
dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah
menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada
hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja
kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap
rakyat negeri” (ayat 5-6). Ada sebuah pengakuan dosa, sebuah pengenalan
bahwa kita telah berdosa.
Dan ketika kita bersiap untuk menerima sakramen tobat, kita harus
melakukan apa yang disebut “pemeriksaan batin” dan melihat apa yang telah saya
lakukan di hadapan Allah : saya telah berdosa. Mengenali dosa. Tetapi pengakuan
dosa ini tidak bisa semata-mata menjadi daftar dosa-dosa intelektual, dengan
mengatakan "saya telah berdosa", maka saya akan mengatakannya kepada
imam dan imam akan mengampuni saya. Hal ini tidak perlu, ini bukan hal yang
benar untuk dilakukan. Hal ini seperti membuat daftar hal-hal yang perlu saya lakukan,
atau perlu saya miliki, atau yang telah saya lakukan dengan buruk, tetapi yang
tetap ada di kepala. Pengakuan dosa yang sejati harus tetap ada di dalam hati.
Pergi ke pengakuan dosa bukan hanya mengucapkan daftar ini kepada imam, "Saya
melakukan ini, ini, ini dan ini ...", dan kemudian saya pergi, saya
diampuni. Tidak, bukan ini. Dibutuhkan sebuah langkah, sebuah langkah lebih
lanjut, yang merupakan pengakuan atas kesengsaraan kita, tetapi dari hati;
yaitu, daftar yang saya buat tentang hal-hal buruk masuk ke dalam hati.
Dan inilah yang dilakukan oleh Daniel, sang Nabi. “Ya Tuhan,
Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu” (bdk. ayat 7). Ketika saya menyadari
bahwa saya telah berdosa, bahwa saya belum berdoa dengan baik, dan saya
merasakan hal ini di dalam hati saya, rasa malu datang kepada kita : “Saya malu
telah melakukan ini. Saya memohonkan pengampunan-Mu dengan rasa malu”. Dan rasa
malu karena dosa-dosa kita adalah rahmat; kita harus memohonnya : “Tuhan,
semoga aku malu”. Seseorang yang kehilangan rasa malunya kehilangan penilaian
moralnya, dan kehilangan rasa hormat terhadap orang lain. Ia tak tahu malu. Hal
yang sama terjadi dengan Allah : “Ya Tuhan, Engkaulah yang benar, tetapi
patutlah kami malu”. Patutlah kami malu. "Patutlah kami malu seperti pada
hari ini", katanya. [Daniel] melanjutkan, "terhadap raja-raja kami,
pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah
berbuat dosa terhadap Engkau" (ayat 8). "Pada Tuhan, Allah
kita", pertama-tama ia mengatakan "kebenaran", sekarang ia
mengatakan keampunan" (ayat 9). Ketika kita tidak hanya memiliki ingatan,
ingatan akan dosa-dosa yang telah kita lakukan, tetapi juga rasa malu, hal ini
menyentuh hati Allah dan Ia menanggapi dengan belas kasih. Perjalanan yang
mengarah ke belas kasih Allah berupa rasa malu untuk yang buruk, untuk hal-hal jahat
yang telah kita lakukan. Dengan cara ini, ketika saya pergi ke pengakuan dosa,
saya akan mengucapkan tidak hanya daftar dosa, tetapi juga rasa kisruh, rasa
malu karena telah melakukan hal ini terhadap seorang Allah yang begitu baik,
begitu murah hati, begitu benar.
Marilah kita memohon rahmat rasa malu hari ini : menjadi malu akan
dosa-dosa kita. Semoga Tuhan memberikan rahmat ini kepada kita semua.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.