Bacaan
Ekaristi : Kel. 17:3-7; Mzm. 95:1-2,6-7,8-9;Rm. 5:1-2,5-8; Yoh. 4:5-42.
Paus
Fransiskus mengawali liturgi Misa Hari Minggu Prapaskah III, Minggu pagi, 15
Maret 2020 di Casa Santa Marta, Vatikan, dengan mengingat orang-orang yang
sedang sakit dan menderita. Kemudian beliau meminta kita semua untuk
bersama-sama mendoakan terutama "semua orang yang bekerja untuk memastikan
pelayanan umum : orang-orang yang bekerja di apotek, supermarket, transportasi,
aparat kepolisian ... sehingga kehidupan sosial dan sipil dapat
berlanjut".
Dalam
homilinya Paus Fransiskus berfokus pada Bacaan Injil liturgi hari itu (Yoh.
4:5-42) yang menceritakan percakapan Yesus dengan seorang perempuan Samaria.
Paus Fransiskus mencirikan pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria tersebut
sebagai “sebuah dialog, sebuah dialog bersejarah. Dialog tersebut bukan sebuah
perumpamaan. Dialog tersebut terjadi”, katanya. Yesus bertemu dengan seorang
perempuan, seorang pendosa dan “untuk pertama kalinya dalam Injil, Yesus
mengejawantahkan jatidiri-Nya. Ia mengejawantahkannya kepada seorang pendosa
yang memiliki keberanian untuk mengatakan kebenaran kepada-Nya”. Dan
berdasarkan pada kebenaran itu, “ia pergi untuk memberitakan Yesus. 'Mari.
Mungkin Ia adalah Mesias, karena Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang
telah kuperbuat'".
Paus
Fransiskus kemudian menjelaskan bahwa bukan melalui debat teoretis tentang
apakah Allah seharusnya disembah di gunung ini atau itu tempat perempuan itu
menemukan jatidiri Yesus yang sebenarnya. Sebaliknya, perempuan itu menemukan
bahwa Ia adalah Mesias oleh karena "kebenarannya" yang menguduskan
dan membenarkan dirinya.
“Itulah
apa yang dipergunakan Tuhan - kebenarannya - untuk memberitakan Injil. Kita
tidak bisa menjadi murid Yesus tanpa kebenaran kita sendiri. ... Perempuan ini
memiliki keberanian untuk berdialog dengan Yesus. Karena kedua bangsa ini tidak
saling berdialog. Ia memberanikan diri untuk berminat terhadap tawaran Yesus,
tawaran air, karena ia tahu ia dahaga. Ia berani mengakui kelemahannya dan
dosa-dosanya.
Selanjutnya
Paus Fransiskus mengatakan bahwa keberanian perempuan Samaria itu menuntunnya
untuk "mempergunakan kisahnya sendiri sebagai jaminan bahwa orang itu
adalah seorang nabi". “Tuhan selalu menginginkan dialog yang terus terang
tanpa menyembunyikan berbagai hal, tanpa ujud palsu. Sama seperti itu. Aku
dapat berbicara dengan Tuhan secara ini, sama seperti aku dengan kebenaranku
sendiri. Jadi, dari kebenaranku sendiri dengan kekuatan Roh Kudus, aku akan
menemukan kebenaran - bahwa Tuhan adalah Sang Penyelamat, Dialah yang datang
untuk menyelamatkanku dan menyelamatkan kita". Karena dialog antara
perempuan Samaria dan Yesus begitu terus terang, Paus Fransiskus mengatakan
bahwa ia kemudian dapat menyatakan "kenyataan mesianik Yesus" yang
membawa "pertobatan bangsa itu .... Ini saatnya menuai", kata Paus
Fransiskus.
Seperti
kebiasaannya, Paus Fransiskus kemudian mengakhiri homilinya dengan sebuah doa :
“Semoga Tuhan menganugerahkan kita rahmat untuk senantiasa berdoa dalam
kebenaran, berbalik kepada Tuhan dengan kebenaranku sendiri dan bukan dengan
kebenaran orang lain, bukan dengan kebenaran yang telah disuling dalam
perdebatan …. "Benar, aku mempunyai lima suami. Inilah kebenaranku".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.