Bacaan
Ekaristi : Kis. 2:36-41; Mzm. 33:4-5,18-19,20,22; Yoh. 20:11-18.
Khotbah
Petrus menusuk hati orang-orang : "Dia yang kamu salibkan itu
bangkit" (bdk. Kis 2:36). Mendengar "hal itu hati mereka sangat
terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain : 'Apakah
yang harus kami perbuat, saudara-saudara?'" (Kis 2:37). Dan Petrus
gamblang : "Bertobatlah, bertobatlah, ubahlah hidupmu, kamu yang menerima
janji Allah dan kamu yang meninggalkan Hukum Allah, banyak hal di antaramu,
berhala-berhala, begitu banyak hal ... Bertobatlah. Kembalilah kepada
kesetiaan” (bdk. Kis 2:38). Inilah apa pertobatan : kembali menjadi setia.
Kesetiaan - sikap manusiawi itulah yang tidak lumrah dalam kehidupan
orang-orang, dalam kehidupan kita. Selalu ada khayalan yang menarik perhatian
kita dan sering kali kita ingin mengejar khayalan ini - kesetiaan, pada saat
yang baik dan pada saat yang buruk. Ada sebuah perikop dalam Kitab Tawarikh
yang kedua yang sangat melanda diri saya. Permulaan 2 Taw 12. “Ketika kerajaan
Rehabeam menjadi kokoh - dikatakan - dan kekuasaannya menjadi teguh, ia
meninggalkan hukum Tuhan, dan beserta seluruh Israel" (bdk. 2 Taw 12:1),
demikianlah dikatakan Kitab Suci. Ini fakta sejarah, tetapi faktanya, ini fakta
jagad. Sering kali, ketika kita merasa aman, kita mulai membuat berbagai
rencana dan, perlahan-lahan, kita meninggalkan Tuhan; kita tidak lagi setia.
Dan keamananku bukanlah apa yang diberikan Tuhan kepadaku melainkan berhala.
Inilah yang terjadi pada Rehabeam dan orang-orang Israel. Mereka merasa aman -
dalam kerajaan yang sudah kokoh - mereka meninggalkan hukum dan mulai menyembah
berhala. Ya, kita dapat mengatakan : "Bapa, saya tidak berlutut di hadapan
berhala-berhala". Tidak, mungkin kamu tidak berlutut, tetapi kenyataannya
benar bahwa kamu mencari berhala-berhala tersebut dan berulang kali menyembahnya
di dalam hatimu - berulang kali. Keamanan kita membuka pintu bagi
berhala-berhala.
Namun,
apakah keamanan kita buruk? Tidak, keamanan kita adalah rahmat. Menjadi aman,
menjadi aman memahami bahwa Tuhan besertaku semata. Namun, ketika ada keamanan
dan aku menjadi pusatnya, aku meninggalkan Tuhan, seperti raja Rehabeam, dan
aku menjadi tidak setia. Sangat sulit untuk tetap setia. Seluruh sejarah
Israel, dan kemudian seluruh sejarah Gereja, penuh dengan ketidaksetiaan -
penuh: penuh egoisme, keamanan yang membuat umat Allah meninggalkan Tuhan dan
kehilangan kesetiaan mereka, rahmat kesetiaan. Dan juga di antara kita, di
antara umat, kesetiaan tentu bukan kebajikan bersama. Kita tidak setia terhadap
yang lain, terhadap yang lain ... “Bertobatlah, kembalilah kepada kesetiaan
terhadap Tuhan” (bdk. Kis 2:38).
Dan di
dalam Injil, ikon kesetiaan adalah perempuan yang setia yang tidak pernah
melupakan semua yang telah dilakukan Tuhan baginya. Ia ada di sana, setia, di
depan yang mustahil, di depan tragedi, sebuah kesetiaan yang juga membuatnya
berpikir bahwa ia mampu mengambil jasad ... (bdk. Yoh 20:5) - seorang perempuan
yang lemah tetapi setia, ikon kesetiaan Maria Magdalena, para Rasul.
Marilah
hari ini kita memohonkan kepada Tuhan rahmat kesetiaan, bersyukur kepada-Nya
ketika Ia memberikan kita keamanan, tetapi jangan pernah berpikir bahwa
keamanan tersebut adalah keamanan-“ku” dan selalu melihat melampaui keamanan kita; juga rahmat untuk setia di depan kubur, di depan runtuhnya begitu banyak
khayalan. Selalu tetap setia yang tidak mudah dipertahankan. Semoga Ia, Tuhan,
yang menjaganya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.