Bacaan
Ekaristi : Kis. 4:1-12; Mzm. 118:1-2,4,22-24, 25-27a; Yoh. 21:1-14.
Para
murid adalah para penjala ikan : pada kenyataannya, Yesus memanggil mereka
ketika mereka sedang bekerja. Andreas dan Petrus sedang menebarkan jala. Mereka
meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus (bdk. Mat 4:18-20). Sama halnya dengan
Yohanes dan Yakobus : mereka meninggalkan ayahnya dan anak-anak sedang bekerja
bersama mereka serta mengikuti Yesus (bdk. Mat 4:21-22). Panggilan tersebut
sebenarnya terjadi dalam pekerjaan mereka sebagai penjala ikan. Dan Bacaan
Injil hari ini (Yoh. 21:1-14), mukjizat ini, tentang penangkapan yang ajaib,
membuat kita berpikir tentang penangkapan yang ajaib lainnya, yang diceritakan
oleh Lukas (bdk. Luk 5:1-11), hal yang sama juga terjadi di sana. Mereka
memiliki tangkapan, ketika mereka berpikir mereka tidak memiliki tangkapan
apapun. Setelah Ia berhenti berbicara, Yesus berkata : "Bertolaklah ke
tempat yang dalam" - "Telah sepanjang malam kami bekerja keras dan
kami tidak menangkap apa-apa!" "Pergilah". "Percayalah pada
sabda-Nya - kata Petrus - aku akan menebarkan jalaku". Demikian banyaknya
di sana - kata Injil - sehingga "mereka takjub" (bdk. Luk 5:9) oleh
mukjizat itu. Hari ini, dalam tangkapan yang lain ini, tidak ada pembicaraan
tentang ketakjuban. Suatu kewajaran terlihat, kita melihat bahwa ada kemajuan,
jalan yang diliputi pengetahuan akan Tuhan, dalam keintiman dengan Tuhan; saya
akan mengatakan sepatah kata : dalam keakraban dengan Tuhan. Ketika Yohanes
melihat hal ini, ia berkata kepada Petrus : "Itu Tuhan!", dan Petrus
mengenakan pakaiannya lalu terjun ke dalam danau untuk pergi kepada Tuhan (bdk.
Yoh 21:7). Pertama-tama, ia tersungkur di depan-Nya dan berkata :
"Pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa" (bdk. Luk
5:8). Kali ini ia tidak mengatakan apa-apa, ia lebih alami. Tidak ada seorang
pun yang bertanya : "Siapakah Engkau?" Mereka tahu itu Tuhan,
perjumpaan dengan Tuhan tersebut alami; keakraban para Rasul dengan Tuhan telah
tumbuh.
Kita
umat Kristiani juga, dalam perjalanan hidup kita berada dalam kondisi berjalan,
berkembang dalam keakraban dengan Tuhan. Tuhan, bisa saya katakan, agak
"siap sedia", bukan "siap sedia" karena Ia berjalan bersama
kita; kita tahu itu Dia. Tidak ada seorang pun di sini yang bertanya kepada-Nya
: "Siapakah Engkau?" Mereka tahu itu Tuhan. Keakraban orang Kristiani
adalah keakraban sehari-hari dengan Tuhan. Dan, tidak diragukan lagi, mereka
sarapan bersama, dengan roti dan ikan; tidak diragukan lagi mereka berbicara
banyak hal secara alami. Keakraban umat Kristiani dengan Tuhan ini selalu
berkenaan dengan komunitas. Ya, keintiman pribadi tetapi dalam komunitas.
Keakraban tanpa komunitas, keakraban tanpa Roti, keakraban tanpa Gereja, tanpa
umat, tanpa Sakramen-sakramen, berbahaya. Keakraban tersebut bisa menjadi -
katakanlah - suatu keakraban gnostik, keakraban hanya untuk diriku sendiri,
terlepas dari umat Allah. Keakraban para Rasul dengan Tuhan selalu keakraban
komunitas, selalu keakraban meja, tanda komunitas; selalu keakraban dengan
Sakramen, dengan Roti.
Saya
mengatakan hal ini karena seseorang membuat saya merenungkan bahaya bahwa saat
yang sedang kita jalani ini, pandemi yang telah membuat kita semua
berkomunikasi ini, termasuk secara religius, melalui media, melalui sarana
komunikasi, juga Misa ini, kita semua sedang berkomunikasi, tetapi tidak
bersama-sama, kita secara rohani bersama-sama. Sedikit orang <dalam jumlah
tetapi> ada banyak orang : kita bersama-sama, tetapi tidak bersama-sama.
Sakramen juga : kamu memilikinya, Ekaristi, hari ini, tetapi orang-orang yang
terhubung dengan kita hanya memiliki Komuni Rohani. Dan ini bukan Gereja : ini
adalah Gereja dari sebuah situasi yang sulit, yang diperkenankan Tuhan, tetapi
cita-cita Gereja selalu bersama umat dan bersama Sakramen-sakramen - selalu.
Sebelum
Paskah, ketika ada berita bahwa saya akan merayakan Paskah di Basilika Santo
Petrus yang kosong, seorang Uskup menulis kepada saya - seorang Uskup yang
baik, baik, dan ia mencela saya. "Tetapi bagaimana bisa, Santo Petrus
begitu besar, mengapa kamu tidak menempatkan setidaknya 30 orang di sana,
sehingga terlihat orang-orang? Tidak akan ada bahaya ... Saya berpikir :
"Tetapi apa yang ada di benaknya dengan mengatakan hal ini kepada
saya?" Pada saat itu, saya tidak mengerti. Namun, karena ia seorang Uskup
yang baik, sangat dekat dengan umat, ia pasti ingin mengatakan sesuatu kepada
saya. Ketika saya bertemu dengannya, saya akan bertanya kepadanya. Lalu saya
mengerti. Ia berkata kepada saya : “Berhati-hatilah untuk tidak
memvirtualisasikan Gereja, memvirtualisasikan Sakramen, untuk
memvirtualisasikan Umat Allah. Gereja, Sakramen-sakramen, Umat Allah itu nyata.
Memang benar bahwa pada saat ini kita harus memiliki keakraban dengan Tuhan
dengan cara ini, tetapi <kita harus keluar dari terowongan, tidak tinggal di
sana. Dan inilah keakraban para Rasul : bukan gnostik, bukan divirtualisasi,
tidak egois untuk diri mereka masing-masing, tetapi keakraban yang nyata dalam
umat - keakraban dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, keakraban dengan
Tuhan dalam Sakramen-sakramen, di tengah-tengah Umat Allah. Mereka melaksanakan
jalan kedewasaan dalam keakraban dengan Tuhan : marilah kita juga belajar untuk
melaksanakannya. Mereka mengerti sejak saat pertama bahwa keakraban ini berbeda
dari keakraban yang mereka bayangkan, dan mereka sampai pada hal ini. Mereka
tahu itu Tuhan, mereka mengikutsertakan segalanya : komunitas,
Sakramen-sakramen, Tuhan, kedamaian dan perayaan.
Semoga
Tuhan mengajarkan kita keintiman dengan-Nya ini, keakraban dengan-Nya ini
tetapi dalam Gereja, dengan Sakramen-sakramen, dengan umat Allah yang kudus.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.