Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 18 April 2020 : KEBERANIAN ADALAH CIRI KHAS UMAT KRISTIANI DALAM MEWARTAKAN INJIL


Bacaan Ekaristi : Kis. 4:13-21; Mzm. 118:1,14-15,16ab-18,19-21; Mrk. 16:9-15.


Para pemimpin Yahudi, para tua-tua, para ahli Taurat, melihat kedua rasul ini dan keberanian mereka berbicara, serta mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak terpelajar, mungkin mereka tidak tahu bagaimana menulis, heran. Mereka tidak mengerti : "Tetapi ada sesuatu yang tidak dapat kita mengerti, bagaimana kedua rasul ini begitu berani, mampu mengambil resiko" (bdk. Kis 4:13). Kata ini adalah kata yang sangat penting, yang menjadi gaya yang pantas bagi para pewarta Kristiani, juga dalam Kitab Kisah Para Rasul : kemampuan mengambil resiko, keberanian, semua itu artinya. Mengatakan dengan jelas, berasal dari akar kata Yunani mengatakan semuanya, dan kita juga menggunakan kata ini berulang kali, tepatnya kata Yunani tersebut, untuk menunjukkan hal ini : parrhesia, kemampuan mengambil resiko, keberanian. Dan mereka melihat kemampuan mengambil resiko ini, keberanian ini, parrhesia ini di dalam diri kedua rasul itu dan mereka tidak mengerti.


Kemampuan mengambil resiko. Keberanian dan kemampuan mengambil resiko yang digunakan oleh para rasul perdana untuk berkhotbah ... Misalnya, Kisah Para Rasul penuh akan hal ini : dikatakan bahwa dengan berani Paulus dan Barnabas berusaha untuk menjelaskan kepada orang Yahudi tentang misteri Yesus dan mereka memberitakan Injil dengan berani (bdk. Kis 13:46).

Namun, ada sebuah ayat dalam Surat kepada Orang Ibrani, yang sangat saya sukai, ketika penulis Surat kepada Orang Ibrani menyadari bahwa ada sesuatu dalam jemaat yang sedang merosot, ada sesuatu yang sedang hilang, ada kehangatan tertentu, umat Kristiani ini sedang menjadi suam-suam kuku. Dan Surat kepada Orang Ibrani mengatakan hal ini - saya tidak ingat dengan baik kutipannya - Surat kepada Orang Ibrani mengatakan hal ini: "Ingatlah akan masa-masa awal, kamu melakukan perjuangan yang berat dan keras : janganlah mengenyahkan keberanianmu sekarang" (bdk Ibr 10:32-35). "Bangkitlah", hidupkan kembali keberanian, keberanian Kristiani untuk berjalan maju. Kita tidak bisa menjadi umat Kristiani tanpa memiliki keberanian ini : jika kamu tidak memilikinya, kamu bukan orang Kristiani yang baik. Jika kamu tidak memiliki keberanian, jika untuk menjelaskan posisimu, kamu masuk ke dalam berbagai ideologi atau berbagai penjelasan perkara, kamu sedang tidak memiliki keberanian itu, kamu tidak memiliki gaya Kristiani, kebebasan berbicara, mengatakan semuanya - keberanian tersebut.

Dan kemudian, kita melihat bahwa para pemimpin Yahudi, para tua-tua, dan para ahli Taurat adalah korban, mereka adalah korban dari keberanian ini, karena mereka terpojok; mereka tidak tahu harus berbuat apa. Memahami “bahwa mereka adalah orang-orang yang sederhana dan tidak terpelajar, mereka heran; dan mereka menyadari bahwa mereka telah bersama Yesus. Tetapi melihat orang yang disembuhkan itu berdiri di samping kedua rasul itu, mereka tidak dapat mengatakan apa-apa untuk membantahnya” (Kis 4:13-14). Ketimbang menerima kebenaran seperti yang terlihat, hati mereka begitu tertutup sehingga mereka mencari jalan diplomasi, jalan kompromi : “Marilah kita sedikit mengancam mereka; katakanlah kepada mereka bahwa mereka akan dihukum dan marilah kita lihat apakah mereka diam saja” (bdk. Kis 4:16-17). Mereka benar-benar terpojok oleh keberanian dan tidak tahu bagaimana keluar dari situ. Namun, tidak terlintas dalam pikiran mereka untuk mengatakan : "Tetapi, mungkinkah ini benar?". Hati mereka sudah tertutup, hati mereka keras : hati mereka jahat. Inilah salah satu tragedi : kekuatan Roh Kudus, yang terwujud dalam keberanian berkhotbah ini, dalam kegilaan berkhotbah ini, tidak dapat masuk ke dalam hati yang jahat. Oleh karena itu, berhati-hatilah : orang-orang berdosa ya, jahat tidak pernah. Dan jangan sampai pada kejahatan yang memiliki banyak cara untuk mewujudkan dirinya ini.

Namun, mereka terpojok dan tidak tahu harus mengatakan apa. Dan, pada akhirnya, mereka menemukan kompromi: "Mari kita sedikit mengancam mereka, marilah kita sedikit menakut-nakuti mereka", dan mereka memerintahkan kedua rasul, mereka kembali memanggil kedua rasul dan berpesan kepada kedua rasul, mereka memerintahkan kedua rasul untuk sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus (bdk. Kis 4:18). Kita mengenal Petrus; ia bukan <orang yang> dilahirkan berani. Ia seorang pengecut, ia menyangkal Yesus. Tetapi apa yang terjadi sekarang? Kedua rasul menjawab : “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar" (Kis 4:19-20). Tetapi, dari mana datangnya keberanian ini, kepada si pengecut yang menyangkal Tuhan ini? Apa yang terjadi di dalam hati orang ini? Karunia Roh Kudus : keberanian, kemampuan mengambil resiko, parrhesia adalah karunia, rahmat yang diberikan Roh Kudus pada hari Pentakosta. Bahkan, setelah menerima Roh Kudus mereka pergi untuk berkhotbah: agak berani, hal yang baru bagi mereka. Inilah pertalian nalar, tanda orang Kristiani, orang Kristiani sejati : ia berani; ia mengatakan seluruh kebenaran karena ia bertalian nalar. Dan, dalam mengutus mereka, Tuhan membutuhkan pertalian nalar ini. Setelah perpaduan ini, Markus melakukannya dalam Injil : “Setelah Yesus bangkit pagi-pagi ... " (16:9) - perpaduan Kebangkitan - Ia mencela mereka karena ketidakpercayaan dan kedegilan hati mereka, oleh karena mereka tidak percaya kepada orang-orang yang telah melihat Dia sesudah kebangkitan-Nya" (ayat 14). Tetapi ucapan Yesus memiliki kuasa Roh Kudus : "Terimalah Roh Kudus" (Yoh 20:22) - dan Ia berkata kepada mereka : "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk" (Mrk 16:15). Pergi dengan keberanian, pergi dengan mampu mengambil resiko, jangan takut.

Tidak - ambillah ayat dalam Surat kepada Orang-orang Ibrani - “janganlah mengenyahkan keberanianmu, janganlah mengenyahkan karunia-karunia Roh Kudus tersebut” (bdk. Ibr 10:35). Sebenarnya, perutusan lahir dari sini, dari karunia inilah kita menjadi berani, berani dalam pewartaan sabda.

Semoga Tuhan membantu kita untuk selalu berani. Ini tidak berarti lalai. Tidak tidak. Berani - keberanian Kristiani selalu seksama, keberanian semata.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.