Bacaan
Ekaristi : Kis. 4:13-21; Mzm. 118:1,14-15,16ab-18,19-21; Mrk. 16:9-15.
Para
pemimpin Yahudi, para tua-tua, para ahli Taurat, melihat kedua rasul ini dan
keberanian mereka berbicara, serta mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang
yang tidak terpelajar, mungkin mereka tidak tahu bagaimana menulis, heran.
Mereka tidak mengerti : "Tetapi ada sesuatu yang tidak dapat kita
mengerti, bagaimana kedua rasul ini begitu berani, mampu mengambil resiko"
(bdk. Kis 4:13). Kata ini adalah kata yang sangat penting, yang menjadi gaya
yang pantas bagi para pewarta Kristiani, juga dalam Kitab Kisah Para Rasul :
kemampuan mengambil resiko, keberanian, semua itu artinya. Mengatakan dengan
jelas, berasal dari akar kata Yunani mengatakan semuanya, dan kita juga
menggunakan kata ini berulang kali, tepatnya kata Yunani tersebut, untuk
menunjukkan hal ini : parrhesia, kemampuan mengambil resiko, keberanian. Dan
mereka melihat kemampuan mengambil resiko ini, keberanian ini, parrhesia ini di
dalam diri kedua rasul itu dan mereka tidak mengerti.
Kemampuan
mengambil resiko. Keberanian dan kemampuan mengambil resiko yang digunakan oleh
para rasul perdana untuk berkhotbah ... Misalnya, Kisah Para Rasul penuh akan
hal ini : dikatakan bahwa dengan berani Paulus dan Barnabas berusaha untuk
menjelaskan kepada orang Yahudi tentang misteri Yesus dan mereka memberitakan
Injil dengan berani (bdk. Kis 13:46).
Namun,
ada sebuah ayat dalam Surat kepada Orang Ibrani, yang sangat saya sukai, ketika
penulis Surat kepada Orang Ibrani menyadari bahwa ada sesuatu dalam jemaat yang
sedang merosot, ada sesuatu yang sedang hilang, ada kehangatan tertentu, umat
Kristiani ini sedang menjadi suam-suam kuku. Dan Surat kepada Orang Ibrani
mengatakan hal ini - saya tidak ingat dengan baik kutipannya - Surat kepada
Orang Ibrani mengatakan hal ini: "Ingatlah akan masa-masa awal, kamu melakukan
perjuangan yang berat dan keras : janganlah mengenyahkan keberanianmu
sekarang" (bdk Ibr 10:32-35). "Bangkitlah", hidupkan kembali
keberanian, keberanian Kristiani untuk berjalan maju. Kita tidak bisa menjadi
umat Kristiani tanpa memiliki keberanian ini : jika kamu tidak memilikinya,
kamu bukan orang Kristiani yang baik. Jika kamu tidak memiliki keberanian, jika
untuk menjelaskan posisimu, kamu masuk ke dalam berbagai ideologi atau berbagai
penjelasan perkara, kamu sedang tidak memiliki keberanian itu, kamu tidak
memiliki gaya Kristiani, kebebasan berbicara, mengatakan semuanya - keberanian
tersebut.
Dan
kemudian, kita melihat bahwa para pemimpin Yahudi, para tua-tua, dan para ahli
Taurat adalah korban, mereka adalah korban dari keberanian ini, karena mereka
terpojok; mereka tidak tahu harus berbuat apa. Memahami “bahwa mereka adalah
orang-orang yang sederhana dan tidak terpelajar, mereka heran; dan mereka
menyadari bahwa mereka telah bersama Yesus. Tetapi melihat orang yang
disembuhkan itu berdiri di samping kedua rasul itu, mereka tidak dapat
mengatakan apa-apa untuk membantahnya” (Kis 4:13-14). Ketimbang menerima
kebenaran seperti yang terlihat, hati mereka begitu tertutup sehingga mereka
mencari jalan diplomasi, jalan kompromi : “Marilah kita sedikit mengancam
mereka; katakanlah kepada mereka bahwa mereka akan dihukum dan marilah kita
lihat apakah mereka diam saja” (bdk. Kis 4:16-17). Mereka benar-benar terpojok
oleh keberanian dan tidak tahu bagaimana keluar dari situ. Namun, tidak
terlintas dalam pikiran mereka untuk mengatakan : "Tetapi, mungkinkah ini
benar?". Hati mereka sudah tertutup, hati mereka keras : hati mereka
jahat. Inilah salah satu tragedi : kekuatan Roh Kudus, yang terwujud dalam
keberanian berkhotbah ini, dalam kegilaan berkhotbah ini, tidak dapat masuk ke
dalam hati yang jahat. Oleh karena itu, berhati-hatilah : orang-orang berdosa
ya, jahat tidak pernah. Dan jangan sampai pada kejahatan yang memiliki banyak
cara untuk mewujudkan dirinya ini.
Namun,
mereka terpojok dan tidak tahu harus mengatakan apa. Dan, pada akhirnya, mereka
menemukan kompromi: "Mari kita sedikit mengancam mereka, marilah kita
sedikit menakut-nakuti mereka", dan mereka memerintahkan kedua rasul,
mereka kembali memanggil kedua rasul dan berpesan kepada kedua rasul, mereka
memerintahkan kedua rasul untuk sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi
dalam nama Yesus (bdk. Kis 4:18). Kita mengenal Petrus; ia bukan <orang
yang> dilahirkan berani. Ia seorang pengecut, ia menyangkal Yesus. Tetapi
apa yang terjadi sekarang? Kedua rasul menjawab : “Silakan kamu putuskan
sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada
Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang
telah kami lihat dan yang telah kami dengar" (Kis 4:19-20). Tetapi, dari
mana datangnya keberanian ini, kepada si pengecut yang menyangkal Tuhan ini?
Apa yang terjadi di dalam hati orang ini? Karunia Roh Kudus : keberanian,
kemampuan mengambil resiko, parrhesia adalah karunia, rahmat yang diberikan Roh
Kudus pada hari Pentakosta. Bahkan, setelah menerima Roh Kudus mereka pergi
untuk berkhotbah: agak berani, hal yang baru bagi mereka. Inilah pertalian
nalar, tanda orang Kristiani, orang Kristiani sejati : ia berani; ia mengatakan
seluruh kebenaran karena ia bertalian nalar. Dan, dalam mengutus mereka, Tuhan
membutuhkan pertalian nalar ini. Setelah perpaduan ini, Markus melakukannya
dalam Injil : “Setelah Yesus bangkit pagi-pagi ... " (16:9) - perpaduan
Kebangkitan - Ia mencela mereka karena ketidakpercayaan dan kedegilan hati
mereka, oleh karena mereka tidak percaya kepada orang-orang yang telah melihat
Dia sesudah kebangkitan-Nya" (ayat 14). Tetapi ucapan Yesus memiliki kuasa
Roh Kudus : "Terimalah Roh Kudus" (Yoh 20:22) - dan Ia berkata kepada
mereka : "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala
makhluk" (Mrk 16:15). Pergi dengan keberanian, pergi dengan mampu
mengambil resiko, jangan takut.
Tidak
- ambillah ayat dalam Surat kepada Orang-orang Ibrani - “janganlah mengenyahkan
keberanianmu, janganlah mengenyahkan karunia-karunia Roh Kudus tersebut” (bdk.
Ibr 10:35). Sebenarnya, perutusan lahir dari sini, dari karunia inilah kita
menjadi berani, berani dalam pewartaan sabda.
Semoga
Tuhan membantu kita untuk selalu berani. Ini tidak berarti lalai. Tidak tidak.
Berani - keberanian Kristiani selalu seksama, keberanian semata.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.