Bacaan
Ekaristi : Kis. 2:42-47; Mzm. 118:2-4,13-15, 22-24; 1Ptr. 1:3-9; Yoh. 20:19-31.
Hari
Minggu yang lalu kita merayakan kebangkitan Tuhan; hari ini kita menyaksikan
kebangkitan murid-Nya. Sudah sepekan, sepekan sejak para murid melihat Tuhan
yang bangkit, tetapi meskipun demikian, mereka tetap ketakutan, meringkuk di
balik “pintu-pintu terkunci” (Yoh 20:26), bahkan tidak dapat meyakinkan Thomas,
satu-satunya murid yang tidak hadir, akan kebangkitan. Apa yang dilakukan Yesus
dalam menghadapi kurangnya kepercayaan yang mengkhawatirkan ini? Ia kembali
dan, berdiri di tempat yang sama, "di tengah-tengah" para murid, Ia mengulangi
sapaan-Nya : "Damai sejahtera bagi kamu!" (Yoh 20:19,26). Ia mulai
dari awal. Kebangkitan murid-Nya dimulai di sini, dari kerahiman yang setia dan
tekun ini, dari penemuan bahwa Allah tidak pernah lelah meraih untuk mengangkat
kita ketika kita jatuh. Ia ingin kita melihat-Nya, bukan sebagai pemberi tugas
yang harus kita selesaikan, tetapi sebagai Bapa kita yang senantiasa mengangkat
kita. Dalam hidup kita berjalan maju dengan mencoba-coba, tidak pasti, seperti
seorang anak kecil yang mengambil beberapa langkah dan jatuh; beberapa langkah
lagi dan jatuh lagi, namun setiap kali ayahnya mengangkatnya kembali. Tangan
yang senantiasa mengangkat kita kembali adalah kerahiman : Allah tahu bahwa
tanpa kerahiman kita akan tetap berada di tanah, karena untuk terus berjalan,
kita harus diangkat kembali.
Kamu
mungkin keberatan : "Tetapi aku terus jatuh!". Tuhan tahu hal ini dan
Ia senantiasa siap untuk mengangkatmu. Ia tidak ingin kita terus memikirkan
kegagalan kita; melainkan, Ia ingin kita memperhatikan-Nya. Karena ketika kita
jatuh, Ia melihat anak-anak yang perlu diangkat kembali; dalam kegagalan kita,
Ia melihat anak-anak yang membutuhkan kasih-Nya yang rahim. Hari ini, di gereja
yang telah menjadi tempat kudus kerahiman di Roma ini, dan pada hari Minggu ini,
yang didedikasikan oleh Santo Yohanes Paulus II untuk Kerahiman Ilahi dua puluh
tahun yang lalu, kita dengan penuh percaya diri menyambut pesan ini. Yesus
berkata kepada Santa Faustina : “Aku adalah cinta dan belas kasih itu sendiri. Tidak ada
kesengsaraan yang dapat menjadi pertandingan bagi belas kasihan-Ku” (Buku Harian, 14 September 1937). Pada suatu waktu, Santa Faustina,
dengan riang gembira, memberitahu Yesus bahwa ia telah mempersembahkan seluruh
hidupnya dan semua yang ia miliki kepada-Nya. Tetapi jawaban Yesus
mengejutkannya : "Engkau belum pernah mempersembahkan kepada-Ku apa yang
sungguh-sungguh menjadi milikmu". Apa yang disimpan biarawati yang kudus
tersebut untuk dirinya sendiri? Yesus berkata kepadanya dengan ramah, “Putri-Ku,
berikanlah kepapaanmu sebab itulah satu-satunya milikmu” (Buku Harian, 10
Oktober 1937). Kita juga dapat bertanya kepada kita diri sendiri: “Apakah aku
telah menyerahkan kepapaanku kepada Tuhan? Apakah aku telah memperkenankan-Nya
melihat aku jatuh sehingga Ia bisa mengangkatku?" Atau ada sesuatu yang
masih kusimpan di dalam diriku? Dosa, penyesalan masa lalu, luka yang kumiliki
di dalam diriku, dendam terhadap seseorang, gagasan tentang orang tertentu ...
Tuhan menunggu kita untuk menyerahkan kepada-Nya kepapaan kita sehingga Ia dapat
membantu kita mengalami kerahiman-Nya.
Mari
kita kembali kepada para murid. Mereka telah meninggalkan Tuhan pada
sengsara-Nya dan merasa bersalah. Tetapi bertemu dengan mereka, Yesus tidak
memberikan khotbah yang panjang. Kepada mereka, yang luka batin, Ia menunjukkan
luka-luka-Nya. Tomas sekarang dapat menjamah luka-luka-Nya dan memahami kasih
Yesus serta betapa Yesus telah menderita untuknya, meskipun ia telah
meninggalkan-Nya. Dalam luka-luka itu, ia menjamah dengan tangannya kedekatan
Allah yang lembut. Tomas datang terlambat, tetapi begitu ia menerima kerahiman,
ia menyusul murid-murid yang lain : ia tidak hanya percaya pada kebangkitan,
tetapi juga pada kasih Allah yang tanpa terbatas. Dan ia membuat pengakuan iman
yang paling sederhana dan indah : "Ya Tuhanku dan Allahku!" (ayat
28). Inilah kebangkitan murid : kebangkitan murid terjadi ketika umat manusia
yang rapuh dan terluka masuk ke dalam diri Yesus. Di sana, setiap keraguan
terselesaikan; di sana, Allah menjadi Allahku; di sana, kita mulai menerima
diri kita dan mencintai kehidupan apa adanya.
Saudara
dan saudari yang terkasih, pada masa pencobaan yang sedang kita alami sekarang,
kita juga, seperti Tomas, dengan ketakutan dan keraguan kita, telah mengalami
kerapuhan kita. Kita membutuhkan Tuhan, yang melihat melampaui kerapuhan itu
keindahan yang tak tertahankan. Bersama-Nya kita menemukan kembali betapa
berharganya diri kita bahkan dalam kerentanan kita. Kita menemukan bahwa kita
seperti kristal-kristal yang indah, rapuh dan sekaligus berharga. Dan jika,
seperti kristal, kita tembus pandang di hadapan-Nya, terang-Nya - terang
kerahiman - akan bersinar di dalam diri kita dan melalui diri kita di dunia.
Seperti yang dikatakan dalam Surat Petrus, inilah alasan untuk
"bergembiralah, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita
oleh berbagai-bagai pencobaan" (1Ptr 1:6).
Pada
Pesta Kerahiman Ilahi ini, pesan yang terindah datang dari Tomas, murid yang
datang terlambat; ia satu-satunya yang tidak hadir. Tetapi Tuhan menunggu Tomas.
Kerahiman tidak meninggalkan mereka yang tertinggal. Sekarang, sementara kita
menantikan pemulihan pandemi yang lambat dan sulit, ada bahaya bahwa kita akan
melupakan mereka yang tertinggal. Resikonya yakni kita mungkin akan terkena
virus yang lebih buruk, yaitu ketidakpedulian yang egois. Sebuah virus yang menyebar
dengan pemikiran bahwa hidup lebih baik jika aku menjadi lebih baik, dan bahwa
semuanya akan baik-baik saja jika aku baik-baik saja. Virus tersebut dimulai di
sana dan akhirnya memilih satu orang di atas orang lain, mencampakkan kaum
miskin, dan mengorbankan mereka yang tertinggal di altar kemajuan. Namun,
pandemi sekarang ini mengingatkan kita bahwa tidak ada perbedaan atau batas
antara orang-orang yang menderita. Kita semua rapuh, semuanya setara, semuanya
berharga. Semoga kita sangat terguncang oleh apa yang sedang terjadi di sekitar
kita : waktunya telah tiba untuk menghilangkan ketimpangan, memulihkan
ketidakadilan yang merongrong kesehatan seluruh keluarga umat manusia! Marilah
kita belajar dari jemaat Kristen perdana yang dijelaskan dalam Kisah Para
Rasul. Jemaat Kristen perdana menerima kerahiman dan hidup dengan kerahiman :
“Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan
mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta
miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan
masing-masing”(Kis 2:44-45). Ini bukan beberapa ideologi : ini adalah
kekristenan.
Dalam
jemaat tersebut, setelah kebangkitan Yesus, hanya satu orang yang tertinggal
dan yang lain menunggunya. Hari ini yang terjadi sebaliknya : sebagian kecil
keluarga umat manusia telah bergerak maju, sementara sebagian besar masih
tertinggal. Kita masing-masing dapat mengatakan : "Ini adalah permasalahan
yang rumit, bukan tugasku untuk mengurus orang yang membutuhkan, orang lain
yang harus peduli dengannya!". Santa Faustina, setelah bertemu Yesus,
menulis: “Dalam suatu jiwa
yang menderita, kita hendaknya melihat Yesus yang tersalib, dan bukan seorang
pemalas atau beban … [Tuhan] Engkau memberi kami kesempatan untuk mempraktikkan
perbuatan-perbuatan kerahiman, tetapi kami melatih kepandaian dalam penghakiman” (Buku Harian, 6 September 1937). Namun suatu hari ia sendiri mengeluh
kepada Yesus bahwa, karena berbelas kasih, ia dianggap bersahaja. Ia berkata, “Tuhan, mereka sering memanfaatkan
kebaikanku”. Dan Yesus menjawab : "Itu bukan urusanmu. Hendaklah engkau
selalu berbelas kasih terhadap orang lain"
(Buku Harian, 24 Desember 1937). Kepada semua orang : janganlah kita hanya
memikirkan kepentingan kita, kepentingan pribadi kita. Marilah kita sambut masa
pencobaan ini sebagai kesempatan untuk mempersiapkan masa depan kita bersama.
Karena tanpa visi yang merangkul semua orang, tidak akan ada masa depan bagi siapa
pun.
Hari
ini, kasih Yesus yang sederhana dan melucuti menghidupkan kembali hati
murid-Nya. Seperti rasul Tomas, marilah kita menerima kerahiman, keselamatan
dunia. Dan marilah kita menunjukkan kerahiman kepada mereka yang paling rentan;
karena hanya dengan cara ini kita akan membangun sebuah dunia yang baru.
____
(dialihbahasakan dari http://w2.vatican.va/content/francesco/en/homilies/2020/documents/papa-francesco_20200419_omelia-divinamisericordia.html oleh Peter Suriadi - Bogor, 19 April 2020)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.