Bacaan
Ekaristi : Kis. 6:8-15; Mzm. 119:23-24,26-27,29-30; Yoh. 6:22-29.
Orang-orang
yang telah mendengarkan Yesus sepanjang hari, dan kemudian mendapatkan karunia
penggandaan roti ini dan setelah melihat kuasa Yesus, ingin menjadikan-Nya
raja. Pertama-tama mereka pergi kepada Yesus untuk mendengarkan sabda dan juga
memohon kesembuhan orang sakit. Mereka tinggal sepanjang hari mendengarkan
Yesus tanpa kenal bosan, tanpa kenal lelah : mereka ada di sana, bahagia.
Kemudian ketika mereka melihat bahwa Yesus memberi mereka makan, sesuatu yang
tidak mereka harapkan, mereka berpikir : "Tetapi Ia akan menjadi seorang
penguasa yang hebat bagi kita dan tentunya Ia akan mampu membebaskan kita dari
kekuasaan Romawi dan memajukan negara". Dan mereka bergairah untuk
menjadikan-Nya raja. Niat mereka berubah karena mereka telah melihat dan mereka
berpikir : "Baiklah ... karena seorang yang melakukan mukjizat ini, yang
memberi makan orang-orang, dapat menjadi seorang penguasa yang baik" (bdk.
Yoh 6:1-15). Tetapi pada saat kegairahan itu mereka telah melupakan bagaimana
sabda Yesus terlahir di dalam hati mereka.
Yesus
menyingkir dan pergi untuk berdoa (bdk. ayat 15). Orang-orang tinggal di sana
dan keesokan harinya mereka mencari Yesus, "karena Ia harus ada di
sini". kata mereka, karena mereka telah melihat bahwa Ia tidak turut naik
ke perahu dan murid-murid-Nya juga tidak. Dan ada sebuah perahu di sana, sebuah
perahu tetap ada di sana ... (bdk. Yoh 6:22-24). Namun, mereka tidak tahu bahwa
Yesus telah mendekati mereka dengan berjalan di atas air (bdk. ayat 16-21).
Maka mereka memutuskan untuk pergi ke seberang danau Tiberias untuk mencari
Yesus dan, ketika mereka melihat-Nya, kata pertama yang mereka ucapkan
kepada-Nya adalah : "Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?" (ayat 25),
seolah-olah mengatakan : "Kami tidak mengerti, ini sepertinya hal yang aneh".
Dan
Yesus membuat mereka beralih ke perasaan pertama mereka, ke perasaan yang
mereka miliki sebelum penggandaan roti, ketika mereka mendengarkan sabda Allah.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu
telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu"
(ayat 26). Yesus mengungkapkan niat mereka dan berkata : "Tetapi
begitulah, kamu berubah sikap". Dan mereka, bukannya membenarkan,
<mengatakan> : "tidak, Tuhan, tidak ...“. Mereka malu-malu. Yesus
melanjutkan : “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa,
melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan
diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah,
dengan meterai-Nya" (Yoh 6:27). Dan mereka, <menjadi> baik, berkata
: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang
dikehendaki Allah?" (ayat 28). "Hendaklah kamu percaya kepada Putra
Allah" (bdk. ayat 29). Inilah kasus di mana Yesus membetulkan sikap
orang-orang, orang banyak, karena, di tengah jalan, mereka telah berjalan agak
menjauh dari saat pertama, dari penghiburan rohani pertama dan telah mengambil
jalan yang tidak benar, jalan yang lebih duniawi ketimbang jalan injil.
Hal
ini membuat kita berpikir bahwa berkali-kali dalam hidup kita memulai sebuah
jalan untuk mengikuti Yesus, di belakang Yesus, dengan nilai-nilai Injil, dan,
di tengah jalan, gagasan lain datang kepada kita, kita melihat beberapa tanda
dan kita menjauh dan menyesuaikan diri dengan sesuatu yang lebih fana, lebih
lahiriah, lebih duniawi - itu bisa terjadi - dan kita kehilangan ingatan akan
kegairahan pertama yang kita miliki ketika kita mendengar pembicaraan tentang
Yesus. Tuhan selalu membuat kita kembali ke perjumpaan pertama, ke saat pertama
di mana Ia memandang kita, Ia berbicara kepada kita dan membuat keinginan untuk
mengikuti-Nya lahir di dalam diri kita. Inilah rahmat untuk memohon kepada
Tuhan, karena dalam hidup kita akan selalu memiliki godaan untuk menjauh karena
kita melihat sesuatu yang lain : “Tetapi itu akan baik-baik saja, tetapi
gagasan itu baik ..." Kita menjauh. <Kita membutuhkan> rahmat untuk
selalu kembali ke panggilan pertama, ke saat pertama : aku tidak boleh lupa,
aku tidak boleh melupakan kisahku, ketika Yesus menatapku dengan cinta dan
mengatakan kepadaku : "Inilah jalanmu", ketika, melalui banyak orang,
Yesus membuatku memahami apa itu jalan Injil dan bukan berbagai jalan yang
hampir-hampir duniawi lainnya, dengan nilai-nilai lain. Kembali ke perjumpaan
pertama.
Di antara
hal-hal yang dikatakan Yesus pada fajar kebangkitan, selalu mengejutkan saya
karena Ia menegaskan : "Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku,
supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku"
(bdk. Mat 28:10), Galilea adalah tempat perjumpaan pertama. Mereka bertemu
Yesus di sana.
Kita
masing-masing memiliki "Galilea" di dalam diri kita, saat kita ketika
Yesus mendekati kita dan berkata kepada kita : "Ikutlah Aku". Apa
yang terjadi pada orang-orang ini terjadi dalam kehidupan - orang-orang yang
baik karena mereka berkata : "Tetapi apakah yang harus kami
perbuat?", mereka segera patuh - itu terjadi <juga> ketika kita
menjauh dan mencari nilai-nilai lain, hermeneutika lain, hal-hal lain, dan kita
kehilangan kesegaran panggilan pertama. Penulis Surat kepada orang-orang Ibrani
juga merujuk kita pada hal ini : "Ingatlah akan masa yang lalu" (bdk.
Ibr 10:32). Ingatan, ingatan akan perjumpaan pertama, ingatan akan
"Galileaku", ketika Tuhan menatapku dengan cinta dan berkata kepadaku
: "Ikutlah Aku".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.