Bacaan
Ekristi : Mat. 21:1-11. Yes. 50:4-7; Mzm. 22:8-9,17-18a,19-20,23-24; Flp.
2:6-11; Mat. 26:14-27:66.
Yesus
“telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba” (Flp.
2:7). Marilah kita memperkenankan kata-kata Rasul Paulus ini menuntun kita ke
dalam hari-hari suci ini, ketika sabda Allah, seperti sebuah pengulangan,
menghadirkan Yesus sebagai hamba: pada hari Kamis Putih, Ia digambarkan sebagai
hamba yang membasuh kaki murid-murid-Nya; pada hari Jumat Agung, Ia dipaparkan
sebagai hamba yang sedang menderita dan jaya (bdk. Yes 52:13); dan besok kita akan
mendengar nubuat Yesaya tentang Dia : "Lihat, itu hamba-Ku yang
Kupegang" (Yes 42:1). Allah menyelamatkan kita dengan melayani kita. Kita
sering berpikir bahwa kitalah yang melayani Allah. Tidak, Ialah yang dengan sukarela
memilih untuk melayani kita, karena Ia terlebih dahulu mengasihi kita. Sulitnya
mengasihi dan tidak dikasihi sebagai imbalannya. Dan bahkan lebih sulit untuk
melayani jika kita tidak memperkenankan diri kita dilayani oleh Allah.
Tetapi
bagaimana cara Tuhan melayani kita? Dengan memberikan hidup-Nya untuk kita.
Kita sayang pada-Nya; kita sangat berharga. Santa Angela dari Foligno
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Yesus berkata, "Kasih-Ku padamu
bukanlah lelucon". Kasih-Nya pada kita menuntun-Nya untuk mengorbankan diri-Nya
sendiri dan menanggung segala dosa kita. Hal ini mengherankan kita : Allah
menyelamatkan kita dengan menanggung segala dosa kita. Tanpa mengeluh, tetapi
dengan kerendahan hati, kesabaran dan ketaatan seorang hamba, dan murni karena
kasih. Dan Bapa memegang Yesus dalam pelayanan-Nya. Ia tidak menyingkirkan
kejahatan yang menghancurkan-Nya, tetapi justru menguatkan-Nya dalam
penderitaan-Nya sehingga kejahatan kita dapat dikalahkan oleh kebaikan, oleh suatu
kasih yang sangat mengasihi hingga kesudahan.
Tuhan
melayani kita hingga titik mengalami situasi yang paling menyakitkan dari
orang-orang yang mengasihi-Nya : pengkhianatan dan meninggalkan.
Pengkhianatan.
Yesus mengalami sakitnya dikhianati oleh murid yang menjual-Nya dan oleh murid
yang menyangkal-Nya. Ia dikhianati oleh orang-orang yang menyanyikan Hosanna
bagi-Nya dan kemudian berteriak : "Salibkan Dia!" (Mat 27:22). Ia
dikhianati oleh lembaga keagamaan yang secara tidak adil menghukum-Nya dan oleh
lembaga politik yang mencuci tangan terhadap-Nya. Kita dapat memikirkan
sakitnya seluruh pengkhianatan kecil atau besar yang telah kita alami dalam
hidup. Mendapati kepercayaan yang ditempatkan dengan sungguh-sungguh telah
dikhianati sungguh mengerikan. Dari lubuk hati kita, suatu kekecewaan muncul
yang bahkan bisa membuat hidup terasa tak berarti. Hal ini terjadi karena kita
dilahirkan untuk dikasihi dan mengasihi, dan hal yang paling menyakitkan adalah
dikhianati oleh seseorang yang berjanji untuk setia dan dekat dengan kita. Kita
bahkan tidak dapat membayangkan betapa menyakitkannya hal itu bagi Allah yang
adalah kasih.
Marilah
kita melihat ke lubuk hati. Jika kita jujur dengan diri kita sendiri, kita akan
melihat penyelewengan kita. Betapa banyak kepalsuan, kemunafikan, dan perbuatan
bermuka dua! Betapa banyak niat baik yang dikhianati! Betapa banyak janji yang
dilanggar! Betapa banyak ketetapan hati yang belum terpenuhi! Tuhan lebih
mengetahui hati kita daripada diri kita sendiri. Ia mengetahui betapa lemah dan
tidak tegasnya kita, berapa kali kita jatuh, betapa sulitnya kita bangkit dan
betapa sulitnya menyembuhkan luka-luka tertentu. Dan apa yang dilakukan-Nya
untuk membantu kita dan melayani kita? Ia memberitahu kita melalui nabi Hosea :
“Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan, Aku akan mengasihi mereka
dengan sukarela” (Hos 14:5). Ia memulihkan kita dengan mengambil penyelewengan
kita dan mengambil dari diri kita pengkhianatan kita. Ketimbang berkecil hati
karena takut gagal, kita sekarang dapat memandang salib, merasakan pelukan-Nya,
dan berkata : “Lihatlah, ada penyelewenganku, Engkau menanggungnya, Yesus.
Engkau merentangkan tangan-Mu bagiku, Engkau melayaniku dengan kasih-Mu, Engkau
terus mendukungku ... Dan maka aku akan terus tertekan”.
Ditinggalkan.
Dalam Injil hari ini, Yesus mengatakan satu hal dari kayu Salib, satu hal saja
: "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Mat 27:46).
Inilah kata-kata yang lantang. Yesus telah mengalami sakitnya ditinggalkan
murid-murid-Nya, yang telah melarikan diri. Tetapi Bapa tinggal bagi-Nya.
Sekarang, di lembah kesendirian, untuk pertama kalinya Ia memanggil-Nya dengan
nama umum "Allah". Dan “dengan suara nyaring” ia mengajukan
pertanyaan yang paling menyiksa “mengapa” : “Mengapa Engkau juga meninggalkan
Aku?”. Kata-kata ini sebenarnya berasal dari sebuah Mazmur (bdk. 22:2);
kata-kata tersebut memberitahu kita bahwa Yesus juga membawa pengalaman
kehancuran yang luar biasa dalam doa-Nya. Tetapi faktanya tetap bahwa Ia
sendiri mengalami kehancuran itu : Ia mengalami ditinggalkan sepenuhnya, kesaksian
keempat Injil mengutip kata-kata asli-Nya : Eli, Eli, lama sabakhtani?
Mengapa
semua ini terjadi? Sekali lagi, ini dilakukan demi kita, untuk melayani kita.
Sehingga ketika kita membelakangi dinding, ketika kita menemukan diri kita di
jalan buntu, tanpa cahaya dan tidak ada jalan keluar, ketika tampaknya Allah
sendiri tidak menanggapi, kita seharusnya ingat bahwa kita tidak sendirian.
Yesus mengalami ditinggalkan sepenuhnya dalam sebuah situasi yang belum pernah
Ia alami sebelumnya untuk menjadi serupa dengan kita dalam segala hal. Ia
melakukannya untukku, untukmu, mengatakan kepada kita : “Jangan takut, kamu
tidak sendirian. Aku mengalami seluruh kehancuranmu agar selalu dekat
denganmu”. Itulah sejauh mana Yesus melayani kita : Ia turun ke lembah
penderitaan kita yang paling getir, yang berpuncak pada pengkhianatan dan
ditinggalkan. Hari ini, dalam tragedi pandemi, di hadapan banyak andalan palsu
yang kini telah runtuh, di hadapan begitu banyak harapan yang dikhianati, dalam
arti ditinggalkan yang membebani hati kita, Yesus berkata kepada kita
masing-masing : “Kuatkan hati, buka hatimu untuk kasih-Ku. Kamu akan merasakan
penghiburan Allah yang menopangmu”.
Saudara-saudari
yang terkasih, apa yang dapat kita lakukan dibandingkan dengan Allah, yang
melayani kita bahkan sampai dikhianati dan ditinggalkan? Kita dapat menolak
untuk mengkhianati Dia yang menciptakan kita, dan tidak meninggalkan apa yang
benar-benar penting dalam hidup kita. Kita ditempatkan di dunia ini untuk
mengasihi Dia dan sesama kita. Segala yang lain berlalu, hanya ini yang
tersisa. Tragedi yang sedang kita alami memanggil kita untuk menghadapi dengan
sungguh-sungguh hal-hal yang menyusahkan, dan tidak terperangkap dalam hal-hal
yang kurang penting; menemukan kembali bahwa kehidupan tidak ada gunanya jika
tidak dipergunakan untuk melayani orang lain. Karena hidup diukur dengan kasih.
Jadi, dalam hari-hari suci ini, di rumah kita, marilah kita berdiri di hadapan
Yesus yang tersalib, ukuran sepenuhnya kasih Allah bagi kita, dan di hadapan
Allah yang melayani kita hingga memberikan nyawa-Nya, dan marilah kita memohon
rahmat agar dapat hidup melayani. Semoga kita menjangkau orang-orang yang
sedang menderita dan orang-orang yang paling membutuhkan. Semoga kita tidak
mengkhawatirkan apa kekurangan kita, tetapi apa yang baik yang bisa kita
lakukan untuk orang lain.
Lihat,
itu hamba-Ku yang Kupegang. Bapa, yang menopang Yesus dalam sengsara-Nya juga
mendukung kita dalam berbagai upaya kita untuk melayani. Mengasihi, berdoa,
mengampuni, peduli terhadap orang lain, dalam keluarga dan dalam masyarakat :
semua ini tentu saja bisa sulit. Bisa terasa seperti sebuah jalan salib. Tetapi
jalan pelayanan adalah jalan kemenangan dan pemberian hidup yang melaluinya
kita diselamatkan. Saya ingin mengatakan hal ini terutama kepada kaum muda,
pada Hari Orang Muda Sedunia ini yang sekarang telah didedikasikan untuk mereka
selama tiga puluh lima tahun. Sahabat-sahabat yang terkasih, lihatlah para
pahlawan yang sesungguhnya yang dikenali dalam hari-hari ini : mereka bukanlah
orang-orang yang terkenal, kaya dan sukses; melainkan, mereka adalah
orang-orang yang sedang memberikan diri mereka untuk melayani orang lain. Rasakan
dirimu dipanggil untuk mempertaruhkan hidupmu. Jangan takut untuk mengabdikan
hidupmu untuk Allah dan untuk orang lain; membayari! Karena hidup adalah
karunia yang kita terima hanya ketika kita memberikan diri kita, dan sukacita
kita yang paling mendalam berasal dari mengatakan ya untuk mengasihi, tanpa
jika dan tetapi. Seperti yang dilakukan Yesus untuk kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.