Bacaan Ekaristi : Kej 1:1-2:2; Kej 22:1-18; Kel 14:15-15:1;
Yes 54:5-14; Yes 55:1-11; Bar 3:9-15.32;4:4; Yeh 36:16-17a.18-28; Rm 6:3-11; Mat
28:1-10.
“Setelah
hari Sabat” (Mat 28:1), para perempuan pergi ke kubur. Inilah bagaimana Injil
Vigili suci ini dimulai : dengan hari Sabat. Sabat adalah Trihari Suci yang
cenderung kita abaikan ketika dengan tidak sabar kita menanti peralihan dari
salib hari Jumat menuju Alleluia hari Minggu Paskah. Tetapi, tahun ini kita
sedang mengalami, melebihi sebelumnya, keheningan Hari Sabtu Suci yang luar
biasa. Kita bisa membayangkan diri kita dalam posisi para perempuan tersebut
pada hari itu. Mereka, seperti kita, dihadapkan pada drama penderitaan, sebuah
tragedi yang tak terharapkan yang terjadi seluruhnya begitu tiba-tiba. Mereka
telah melihat kematian dan kematian itu membebani hati mereka. Kepedihan
bercampur aduk dengan ketakutan : apakah mereka akan mengalami nasib yang sama
seperti Sang Guru? Kemudian juga ada ketakutan akan masa depan dan semua yang
perlu dibangun kembali. Sebuah kenangan yang menyakitkan, sebuah harapan yang
terpatahkan. Bagi mereka, bagi kita, itu adalah saat yang paling kelam.
Namun
dalam situasi ini, para perempuan tidak membiarkan diri mereka lumpuh. Mereka
tidak menyerah pada suramnya kesedihan dan kekecewaan, mereka tidak menutup
diri secara moral, atau melarikan diri dari kenyataan. Mereka sedang melakukan
sesuatu yang sederhana namun luar biasa : menyiapkan rempah-rempah di rumah
untuk mengurapi tubuh Yesus. Mereka tidak berhenti mengasihi; dalam kekelaman
hati mereka, mereka menyalakan api belas kasih. Bunda Maria menghabiskan hari
Sabtu itu, hari yang akan didedikasikan kepadanya, dalam doa dan harapan. Ia
menanggapi kesedihan dengan percaya pada Tuhan. Tanpa sepengetahuan para
perempuan ini sedang mempersiapkan, dalam kekelaman Sabat, "fajar pada
hari pertama minggu itu", hari yang akan mengubah sejarah. Yesus, seperti
sebuah benih yang terkubur di tanah, akan membuat kehidupan yang baru
berkembang di dunia; dan para perempuan ini, dengan doa dan kasih, membantu
menjadikan harapan itu berkembang. Betapa banyak orang, dalam hari-hari yang
menyedihkan ini, telah melakukan dan masih melakukan apa yang dilakukan para
perempuan itu, menaburkan benih harapan! Dengan laku sederhana kepedulian,
kasih sayang, dan doa.
Ketika
fajar, para perempuan pergi ke kubur. Di sana malaikat berkata kepada mereka,
“Janganlah kamu takut. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit” (ayat
5-6). Mereka mendengar kata-kata kehidupan bahkan ketika mereka berdiri di
depan kubur ... Dan kemudian mereka berjumpa dengan Yesus, sang pemberi segala
harapan, yang meneguhkan pesan tersebut dan berkata : "Jangan takut"
(ayat 10). Jangan takut, jangan menyerah pada ketakutan : Inilah pesan harapan.
Pesan itu ditujukan kepada kita, hari ini. Inilah kata-kata yang diulangi Allah
kepada kita malam ini juga.
Malam
ini kita memperoleh hak dasariah yang tidak pernah dapat diambil dari diri kita
: hak untuk berharap. Hak untuk berharap adalah sebuah harapan yang baru dan
hidup yang berasal dari Allah. Hak untuk berharap bukan sekadar optimisme; hak
untuk berharap bukan sebuah tepukan di punggung atau sebuah kata pengobar
semangat yang kosong. Hak untuk berharap adalah karunia dari surga, yang tidak
dapat kita peroleh sendiri. Selama pekan-pekan ini, kita terus mengulangi,
"Semua akan baik-baik saja", berpegang teguh pada keindahan
kemanusiaan kita dan memperkenankan kata-kata pengobar semangat muncul dari
hati kita. Tetapi seiring berlalunya waktu dan ketakutan tumbuh, bahkan harapan
yang paling teguh sekalipun bisa lenyap. Harapan Yesus berbeda. Ia menanamkan
dalam hati kita keyakinan bahwa Allah sanggup menjadikan segalanya berjalan
baik karena bahkan dari kubur pun Ia membawa kehidupan.
Kubur
adalah tempat di mana tidak ada seorang pun yang telah memasukinya dapat pergi.
Tetapi Yesus keluar kubur demi kita; Ia bangkit demi kita, membawa kehidupan di
mana ada kematian, memulai kisah yang baru di tempat di mana sebuah batu telah
ditempatkan. Ia, yang menggulingkan batu yang menutup pintu masuk kubur, juga
dapat mengenyahkan batu-batu di dalam hati kita. Jadi, janganlah kita menyerah
berpasrah menerima nasib; janganlah kita meletakkan sebuah batu di depan
harapan. Kita dapat dan harus berharap karena Allah setia. Ia tidak
meninggalkan kita; Ia mengunjungi kita dan masuk ke dalam situasi kepedihan,
penderitaan, dan kematian kita. Terang-Nya mengenyahkan kekelaman kubur : hari
ini Ia ingin terang itu menembus bahkan ke sudut-sudut kehidupan kita yang
paling kelam. Saudara-saudari yang terkasih, bahkan sekalipun dalam hatimu,
kamu telah mengubur harapan, janganlah menyerah : Allah lebih besar. Kekelaman
dan kematian tidak memiliki kata akhir. Kuatlah, karena bersama Allah tidak ada
yang lenyap!
Kuatkan
hatimu. Inilah kata yang sering diucapkan Yesus dalam Injil. Hanya sekali orang
lain mengatakannya, untuk memberi semangat seseorang yang membutuhkan : “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia [Yesus] memanggil engkau!” (Mrk 10:49).
Dialah, Yesus yang bangkit, yang membangkitkan kita dari kebutuhan kita. Jika,
dalam perjalananmu, kamu merasa lemah dan rapuh, atau jatuh, jangan takut,
Allah mengulurkan bantuan dan berkata kepadamu : "Kuatkan hatimu!".
Kamu dapat mengatakan, seperti halnya Don Abbondio (dalam novel Manzoni),
"Kuatkan hatimu bukanlah sesuatu yang dapat kamu berikan pada dirimu
sendiri" (I Promessi Sposi, XXV). Benar, kamu tidak bisa memberikannya
kepada dirimu sendiri, tetapi kamu bisa menerimanya sebagai karunia. Yang harus
dilakukan kamu semua adalah membuka hatimu dalam doa dan menggulingkan, entah
bagaimana, batu yang diletakkan di pintu masuk hatimu itu agar terang Yesus
bisa masuk. Kamu hanya perlu memohon kepada-Nya : "Yesus, datanglah
kepadaku di tengah ketakutanku dan bersabdalah juga kepadaku : Kuatkan
hatimu!" Bersama Engkau, Tuhan, kami sudi dicobai tetapi tidak terguncang.
Dan, kesedihan apa pun dapat bersemayam di dalam diri kami, kami akan diperkuat
dalam harapan, karena bersama Engkau salib akan menuju kebangkitan karena
Engkau ada bersama kami dalam kelamnya malam kami; Engkau pasti berada di
tengah-tengah ketidakpastian kami, sabda yang berbicara dalam keheningan kami,
dan tidak ada yang bisa merampas kami dari kasih-Mu kepada kami.
Ini
adalah pesan Paskah, pesan harapan. Pesan Paskah mengandung bagian kedua,
pengutusan. “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka
pergi ke Galilea” (Mat 28:10), Yesus mengatakan. “Ia mendahului kamu ke
Galilea” (ayat 7), kata malaikat itu. Tuhan mendahului kita. Sangat membesarkan
hati mengetahui bahwa Ia mendahului kita dalam kehidupan maupun dalam kematian;
Ia mendahului kita ke Galilea, yaitu, ke tempat yang bagi-Nya dan
murid-murid-Nya membangkitkan gagasan tentang kehidupan sehari-hari, keluarga
dan pekerjaan. Yesus menginginkan kita membawa harapan di sana, kepada
kehidupan kita sehari-hari. Bagi para murid, Galilea juga merupakan tempat
untuk mengingat, karena Galilea adalah tempat di mana mereka pertama kali dipanggil.
Kembali ke Galilea berarti mengingat bahwa kita telah dikasihi dan dipanggil
oleh Allah. Kita perlu melanjutkan perjalanan, mengingatkan diri kita bahwa
kita dilahirkan dan dilahirkan kembali berkat undangan yang diberikan secara
cuma-cuma kepada kita karena kasih. Hal ini senantiasa merupakan titik tempat
kita dapat memulai lagi, terutama di saat-saat krisis dan pencobaan.
Tetapi
masih ada lagi. Galilea adalah wilayah terjauh dari tempat mereka berada : dari
Yerusalem. Dan tidak hanya secara geografis. Galilea juga merupakan tempat
terjauh dari kesakralan Kota Suci. Galilea adalah wilayah di mana orang-orang
dari berbagai agama tinggal : "Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain"
(Mat 4:15). Yesus mengutus mereka ke sana dan meminta mereka untuk memulai lagi
dari sana. Apa yang dikatakan hal ini kepada kita? Bahwa pesan harapan tidak
seharusnya dibatasi pada tempat-tempat sakral kita tetapi seharusnya dibawa
kepada semua orang. Karena setiap orang membutuhkan kepastian, dan jika kita,
yang telah menjamah “Sabda hidup” (1Yoh 1:1) tidak memberikannya, siapa lagi?
Alangkah indahnya menjadi umat Kristiani yang menawarkan penghiburan, yang
menanggung beban orang lain dan yang memberi dorongan semangat : para pembawa
pesan kehidupan dalam sebuah saat kematian! Di setiap Galilea, di setiap
wilayah keluarga manusia yang menjadi milik kita semua dan yang merupakan
bagian dari kita - karena kita semua adalah saudara dan saudari - semoga kita
membawa kidung kehidupan! Marilah kita membungkam tangisan kematian, tidak ada
lagi peperangan! Semoga kita menghentikan produksi dan perdagangan
persenjataan, karena kita membutuhkan roti, bukan senjata. Perkenankan
pengguguran kandungan dan pembunuhan orang tak berdosa berakhir. Semoga hati
orang-orang yang berkecukupan terbuka untuk mengisi tangan kosong orang-orang
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang paling sederhana sekalipun.
Para
perempuan itu, pada akhirnya, “memeluk” kaki Yesus (Mat 28:9); kaki yang telah
melakukan perjalanan begitu jauh untuk menemui kita, hingga titik masuk dan
keluar dari kubur. Para perempuan memeluk kaki yang telah menginjak-injak
kematian dan membuka jalan harapan. Hari ini, sebagai para peziarah yang
mencari harapan, kami berpegang teguh pada Engkau, Yesus yang bangkit. Kami
berpaling dari kematian dan membuka hati kami bagi-Mu, karena Engkau adalah
Sang Kehidupan itu sendiri.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.