Bacaan
Ekaristi : Kis. 13:13-25; Mzm. 89:2-3,21-22,25-27; Yoh. 13:16-20.
Ketika
Paulus diundang untuk berbicara di rumah ibadat Antiokhia, untuk menjelaskan
ajaran baru ini, yaitu, untuk menjelaskan Yesus, untuk memberitakan Yesus,
Paulus mengawalinya dengan berbicara tentang sejarah keselamatan (bdk. Kis
13:13-21). Paulus berdiri dan mulai : "Allah umat Israel ini telah memilih
nenek moyang kita dan membuat umat itu menjadi besar, ketika mereka tinggal di
Mesir" (Kis. 13:17) … dan [ia menceritakan] seluruh keselamatan, sejarah
keselamatan. Stefanus melakukan hal yang sama sebelum kemartirannya (bdk. Kis
7:1-54) dan Paulus juga melakukannya di lain waktu. Penulis Surat kepada Orang-orang
Ibrani melakukan hal yang sama ketika ia menceritakan kisah Abraham dan
"seluruh nenek moyang" (bdk. Ibr 11:1-39). Kita melantunkan hal yang
sama hari ini : “Aku hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya,
hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun” (Mzm 89:2).
Kita melantunkan kisah Daud : “Aku telah mendapat Daud, hamba-Ku” (ayat 21).
Matius (bdk. 1:1-14) dan Lukas (bdk. 3:23-38) melakukan hal yang sama : ketika
mereka mulai berbicara tentang Yesus, mereka mengambil silsilah Yesus.
Apa
yang ada di balik Yesus? Ada sejarah, sejarah rahmat, sejarah pemilihan,
sejarah janji. Tuhan memilih Abraham dan pergi bersama umat-Nya. Pada awal
Misa, dalam antifon pembuka, kita mengucapkan : "Ya Allah, ketika Engkau
tampil di depan umat-Mu, melangkah mendahului dan tinggal di tengah
mereka". Ada sejarah Allah bersama umat-Nya. Dan oleh karena ini, ketika
Paulus diminta untuk menjelaskan alasan beriman kepada Yesus Kristus, ia tidak
mengawalinya dari Yesus Kristus; ia mengawalinya dari sejarah. Kekristenan
adalah ajaran, ya, tetapi kekristenan tidak hanya itu. Tidak hanya hal-hal yang
kita yakini : kekristenan adalah sejarah yang membawa ajaran ini, yang
merupakan janji Allah, Perjanjian Allah, dipilih oleh Allah. Kekristenan bukan
hanya etika. Ya, sungguh, kekristenan memiliki prinsip-prinsip moral, tetapi
kita bukan umat Kristiani hanya dengan visi etika. Lebih dari itu. Kekristenan
bukanlah "kalangan atas" dari orang-orang yang dipilih untuk
kebenaran. Perasaan kalangan atas ini yang kemudian berlanjut dalam Gereja,
bukan? Misalnya, saya dari berasal dari lembaga itu, saya milik gerakan ini,
yang lebih baik dari kamu ... dari ini, dari itu. Inilah perasaan kalangan
atas. Tidak, kekristenan bukan ini : kekristenan adalah milik suatu umat, milik
suatu umat yang dipilih secara bebas oleh Allah. Jika kita tidak memiliki
kesadaran milik suatu umat, kita adalah “umat Kristiani ideologis”, dengan
sedikit ajaran penegasan kebenaran, dengan etika, dengan sebuah moralitas - itu
baik-baik saja - atau dengan suatu kalangan atas. Kita umat Kristiani merasa milik
suatu kelompok; orang lain akan masuk neraka atau, jika mereka diselamatkan,
diselamatkan oleh kemurahan Allah, tetapi mereka adalah orang-orang yang
ditolak ... Dan seterusnya. Jika kita tidak memiliki kesadaran milik suatu
umat, kita bukan orang Kristiani sejati.
Oleh
karena itu, sejak awal Paulus menjelaskan bahwa Yesus adalah milik suatu umat.
Dan berkali-kali, berkali-kali, kita jatuh ke dalam keberpihakan ini; kita
menjadi dogmatis, bermoral, atau elitis, bukan? Perasaan <menjadi>
kalangan atas adalah sesuatu yang sangat merugikan dan kita kehilangan rasa
milik umat Allah yang kudus, di mana Allah memilih dalam diri Abraham dan telah
menjanjikan, janji yang besar, Yesus, dan membuatnya pergi berjalan dengan
pengharapan dan membuat sebuah Perjanjian dengannya; kesadaran milik suatu
umat.
Perikop
dalam Kitab Ulangan selalu mengejutkan saya - saya meyakini Kitab Ulangan bab
26 - ketika dikatakan : "Setahun sekali ketika kamu pergi untuk
mempersembahkan buah sulung kepada Tuhan, dan ketika anakmu bertanya kepadamu :
'Tetapi Ayah, mengapa kamu melakukan hal ini?', kamu tidak boleh mengatakan
kepadanya : 'Karena Allah telah memerintahkan<-nya>', tidak : 'Kita
adalah umat, demikianlah kita dan Tuhan membebaskan kita ...‘” (bdk. Ul
26:1-11). Ceritakan kembali sejarah tersebut, seperti yang dilakukan Paulus di
sini. Sampaikan sejarah keselamatan kita. Dalam Kitab Ulangan itu sendiri Tuhan
menasehati : “Apabila engkau datang ke negeri yang belum engkau duduki, yang
telah Aku duduki, dan memakan buah yang tidak engkau tanam dan tinggal di rumah
yang tidak engkau bangun pada saat memberikan persembahan" (bdk. Ul 26:1),
ucapkan - Pengakuan Iman Deuteronomis yang terkenal - : "orang Aram yang mengembara
adalah Bapaku dan ia pergi ke Mesir" (Ul 26:5). Ia tinggal di sana selama
400 tahun, kemudian Tuhan membebaskannya, membawanya maju. Sejarah melantunkan,
ingatan orang-orang, ingatan tentang suatu umat, menjadi suatu umat. Dan dalam
sejarah umat Allah ini, sampai Yesus Kristus tiba, ada orang-orang kudus,
orang-orang berdosa dan banyak orang biasa, baik, dengan kebajikan dan dosa,
tetapi semua orang. "Orang banyak" terkenal yang mengikuti Yesus,
yang memiliki aroma milik suatu umat. Orang Kristiani gadungan yang tidak
memiliki aroma ini bukan orang Kristiani sejati; ia sedikit istimewa dan merasa
agak dibenarkan tanpa umat. <Kita harus> milik suatu umat, memiliki
ingatan akan umat Allah. Dan Paulus <serta> Stefanus mengajarkan hal ini,
lalu Paulus lagi, para Rasul ... Saran dari penulis Surat kepada Orang-orang
Ibrani : "Ingatlah nenek moyangmu" (bdk. Ibr 11:2), yaitu, mereka
yang telah mendahului kita pada jalan keselamatan ini.
Jika
seseorang bertanya kepada saya : “Apakah yang bagimu menjadi penyimpangan umat
Kristiani hari ini dan selalu? Apa yang bagimu menjadi penyimpangan umat
Kristiani yang paling berbahaya?” Saya akan mengatakannya, tanpa ragu-ragu :
tidak adanya ingatan milik suatu umat. Ketika hal ini tidak ada, dogmatisme,
moralisme, etika, gerakan kalangan atas muncul. Umat mulai lenyap. Umat selalu
penuh dosa, kita semua demikian, tetapi secara umum tidak ada salahnya memiliki
aroma menjadi suatu umat pilihan, yang berjalan di balik sebuah janji dan yang
telah membuat sebuah Perjanjian, yang mungkin tidak terpenuhi, tetapi
memahaminya.
Mohonkanlah
kepada Tuhan kesadaran <sebagai> suatu umat, semoga Bunda Maria yang
melantunkan Magnificat-nya dengan indah (bdk. Lukas 1: 46-56); semoga Zakaria
yang melantunkan Benediktus-nya dengan begitu indah (bdk. ayat 67-79), madah
pujian yang kita doakan setiap hari, di pagi dan sore hari. Kesadaran
<menjadi> suatu umat : kita adalah umat Allah yang kudus, yang,
sebagaimana dikatakan Konsili Vatikan I, kemudian Konsili Vatikan II, memiliki
dalam keseluruhannya aroma iman dan tidak dapat sesat dalam cara memercayai
ini.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.