Bacaan
Ekaristi : Kis. 2:14a,36-41; Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6; 1Ptr. 2:20b-25; Yoh.
10:1-10.
Surat
Pertama Rasul Petrus, yang telah kita dengar, adalah langkah ketenangan (bdk.
2:20-25). Ia berbicara tentang Yesus. Ia berkata : "Ia sendiri telah
memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah
mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah
sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah
kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu" (ayat 24-25).
Yesus
adalah gembala - seperti yang dilihat Petrus - yang datang untuk menyelamatkan,
untuk menyelamatkan domba-domba yang berkeliaran : domba-domba tersebut adalah
kita. Dan dalam Mazmur 22 yang kita baca setelah bacaan ini, kita mengulangi :
"Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku" (ayat 1). Kehadiran
Tuhan sebagai gembala, sebagai gembala kawanan domba. Dan Yesus, dalam Injil
Yohanes bab 10, yang telah kita baca, menampilkan diri-Nya sebagai gembala.
Memang, tidak hanya gembala, tetapi "pintu" yang melaluinya seseorang
memasuki kawanan domba (bdk. ayat 8). Semua yang datang dan tidak masuk melalui
pintu itu adalah pencuri dan perampok atau ingin mengambil keuntungan dari
kawanan domba itu : para gembala abal-abal. Dan dalam sejarah Gereja ada banyak
dari mereka yang mengeksploitasi kawanan domba. Mereka tidak tertarik pada
kawanan domba itu, hanya mencari karier atau politik atau uang. Tetapi kawanan
domba itu mengenal mereka,
Tetapi
ketika ada seorang gembala yang baik yang menjalankan, justru ada kawanan domba
yang berjalan terus. Gembala yang baik mendengarkan kawanan itu, menuntun
kawanan itu, memperlakukan kawanan itu. Dan kawanan itu tahu bagaimana
membedakan antara para gembala, kawanan itu tidak keliru : kawanan itu percaya
pada Gembala yang baik, percaya pada Yesus. Hanya gembala yang kelihatan
seperti Yesus yang memberikan kepercayaan kepada kawanan itu, karena Ia adalah
pintu. Gaya Yesus harus menjadi gaya gembala, tidak ada gaya lain. Tetapi
bahkan Yesus, Sang Gembala yang baik, seperti yang dikatakan Petrus dalam
Bacaan Kedua, "telah menderita untuk kamu, telah meninggalkan teladan
bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya : Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak
ada dalam mulut-Nya; ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci
maki" (1Ptr. 2:21-23). Lembut. Salah satu tanda dari gembala yang baik adalah
kelembutan. Gembala yang baik itu lembut. Seorang gembala yang tidak lembut
bukanlah seorang gembala yang baik. Ia memiliki sesuatu yang tersembunyi,
karena kelembutan menunjukkan dirinya apa adanya, tanpa membela diri. Memang,
gembala itu lembut, memiliki kelembutan kedekatan tersebut, mengenal nama domba
satu per satu dan merawat masing-masing domba seolah-olah domba-domba tersebut
satu-satunya, sampai-sampai ketika ia kembali ke rumah setelah seharian
bekerja, lelah, ia menyadari bahwa ia kehilangan seekor domba, pergi bekerja
lagi untuk mencarinya dan [menemukannya] membawanya, memanggulnya (bdk. Luk
15:4-5). Inilah gembala yang baik, inilah Yesus, inilah yang menemani kita
semua dalam perjalanan hidup. Dan gagasan tentang gembala ini, gagasan tentang
kawanan domba dan domba ini, adalah gagasan Paskah. Pada pekan pertama Paskah
Gereja menyanyikan madah pujian yang indah untuk para baptisan baru :
"Inilah anak domba yang baru", madah pujian yang kita dengar di awal
Misa. Sebuah gagasan tentang komunitas, tentang kelembutan, tentang kebaikan,
tentang kelemahlembutan. Gerejalah yang menginginkan Yesus, dan Ia menjaga
Gereja ini.
Hari
Minggu ini adalah hari Minggu yang indah, hari Minggu kedamaian, hari Minggu
kelembutan, hari Minggu kelemahlembutan, karena Sang Gembala kita memelihara
kita. "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku" (Mzm 23:1).
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.