Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM 22 November 2020 : KITA DICIPTAKAN UNTUK MEWUJUDKAN IMPIAN ALLAH


Bacaan Liturgi : Yeh. 34:11-12,15-17; Mzm. 23:1-2a,2b-3,5-6; 1Kor. 15:20-26,28; Mat. 25:31-46.

 

Kita baru saja mendengar perikop Injil Matius yang terdapat tepat sebelum kisah Sengsara Kristus. Sebelum mencurahkan kasih-Nya kepada kita di kayu salib, Yesus menyampaikan keinginan-Nya yang terakhir. Ia memberitahu kita bahwa kebaikan yang kita lakukan untuk salah seorang dari saudara dan suadari kita yang paling hina  kamu - entah lapar atau haus, seorang asing, membutuhkan, sakit atau di dalam penjara - kita melakukan untuk-Nya (bdk. Mat 25:37-40). Dengan cara ini, Allah memberi kita “daftar karunia” untuk pesta perkawinan kekal yang akan Ia bagikan kepada kita di surga. Karunia-karunia tersebut adalah karya belas kasih yang membuat hidup kita kekal. Kita masing-masing dapat bertanya : Apakah aku melaksanakan karya-karya ini? Apakah aku melakukan sesuatu untuk seseorang yang membutuhkan? Atau apakah aku berbuat baik hanya untuk orang-orang yang kucintai dan sahabat-sahabatku? Apakah aku membantu seseorang yang tidak dapat memberi imbalan apapun kepadaku? Apakah aku sahabat orang miskin? Dan masih banyak pertanyaan serupa yang bisa kita tanyakan pada diri kita sendiri. “Di sanalah Aku”, Yesus berkata kepadamu, “Aku sedang menunggumu di sana, di mana kamu setidaknya berpikir dan bahkan mungkin tidak ingin melihat : di sana, di dalam diri orang miskin”. Aku ada di sana, di mana mentalitas yang berlaku, yang menurutnya hidup adalah baik jika hidup tersebut baik untukku, setidaknya sesuai harapanku. Aku ada di sana. Yesus juga mengucapkan kata-kata ini kepadamu, kaum muda, saat kamu berusaha untuk mewujudkan impian hidupmu.

 

Aku ada di sana. Yesus mengucapkan kata-kata ini berabad-abad yang lalu, kepada seorang perwira muda. Ia berumur delapan belas tahun dan belum dibaptis. Suatu hari ia melihat seorang miskin yang sedang meminta bantuan kepada orang-orang tetapi tidak menerima apa-apa, karena “semua orang berlalu”. Orang muda itu, “melihat bahwa orang lain tidak tergerak untuk berbelas kasih, memahami bahwa orang miskin ada untuknya. Namun ia tidak memiliki apa-apa, hanya seragam. Ia membagi dua jubahnya dan memberikan setengahnya kepada orang miskin itu, serta disambut dengan gelak tawa yang mengejek dari beberapa orang yang menyaksikannya. Malam berikutnya ia bermimpi : ia melihat Yesus, mengenakan setengah jubah yang telah ia lilitkan pada orang miskin itu, dan ia mendengar-Nya mengatakan : 'Martinus, kamu menutupi diri-Ku dengan jubah ini'" (bdk. SULPICIUS SEVERUS, Vita Martini, III). Santo Martinus adalah orang muda itu. Ia memiliki mimpi itu karena, tanpa menyadarinya, ia telah bertindak seperti orang benar dalam Injil hari ini.

 

Orang muda yang terkasih, saudara dan saudari yang terkasih, marilah kita tidak menyerah terhadap impian yang luar biasa. Marilah kita tidak hanya puas dengan apa yang diperlukan. Tuhan tidak ingin kita mempersempit wawasan kita atau tetap terparkir di pinggir jalan kehidupan. Ia ingin kita berlomba dengan berani dan penuh sukacita menuju tujuan yang luhur. Kita tidak diciptakan untuk bermimpi tentang liburan atau akhir pekan, tetapi mewujudkan impian Allah di dunia ini. Allah memampukan kita bermimpi, sehingga kita bisa merangkul keindahan hidup. Karya belas kasih ini adalah karya terindah dalam hidup. Karya tersebut langsung menuju pokok impian besar kita. Jika kamu sedang bermimpi tentang kemuliaan sejati, bukan kemuliaan dunia yang sedang berlalu ini tetapi kemuliaan Allah, inilah jalan yang harus diikuti. Bacalah lagi perikop Injil hari ini dan renungkanlah. Karena karya belas kasih memuliakan Allah melebihi apapun. Dengarkan baik-baik : karya belas kasihan memuliakan Allah melebihi apapun. Pada akhirnya kita akan dihakimi berdasarkan karya belas kasih.

 

Namun, bagaimana kita mulai mewujudkan impian besar? Dengan pilihan-pilihan yang luar biasa. Injil hari ini berbicara kepada kita tentang hal ini juga. Memang, pada penghakiman terakhir, Tuhan akan menghakimi kita berdasarkan pilihan-pilihan yang telah kita buat. Ia tampaknya hampir tidak menghakimi, tetapi hanya memisahkan domba dari kambing, sedangkan menjadi baik atau jahat tergantung pada kita. Ia hanya mengungkapkan akibat dari pilihan-pilihan kita, menyorotinya dan menghormatinya. Hidup, kita telaah, adalah waktu untuk membuat pilihan-pilihan yang masuk akal, menentukan, dan kekal. Pilihan yang tidak berarti mengarah pada kehidupan yang tidak berarti; pilihan-pilihan luar biasa untuk hidup yang luar biasa. Memang, kita menjadi apa yang kita pilih, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Jika kita memilih untuk mencuri, kita menjadi pencuri. Jika kita memilih untuk memikirkan diri kita sendiri, kita menjadi egois. Jika kita memilih untuk membenci, kita menjadi pemarah. Jika kita memilih menghabiskan berjam-jam dengan gawai, kita menjadi kecanduan. Namun jika kita memilih Allah, setiap hari kita bertumbuh dalam kasih-Nya, dan jika kita memilih untuk mencintai orang lain, kita menemukan kebahagiaan sejati. Karena keindahan pilihan kita bergantung pada cinta. Ingatlah hal ini karena memang benar : keindahan pilihan kita bergantung pada cinta. Yesus tahu bahwa jika kita egois dan acuh tak acuh, kita tetap lumpuh, tetapi jika kita memberikan diri kita bagi orang lain, kita menjadi bebas. Tuhan Sang Empunya Kehidupan menginginkan kita menjadi penuh dengan kehidupan, dan Ia memberitahu kita rahasia kehidupan : kita bisa memilikinya hanya dengan memberikannya. Inilah aturan kehidupan : kita sampai pada memiliki kehidupan, sekarang dan dalam kekekalan, hanya dengan memberikannya.

 

Memang benar bahwa ada hambatan-hambatan yang dapat menyulitkan pilihan-pilihan kita : ketakutan, ketidakamanan, begitu banyak pertanyaan yang tak terjawab … Namun, cinta menuntut kita untuk melampaui hal ini, dan tidak terus bertanya-tanya mengapa hidup seperti ini, dan mengharapkan jawaban yang jatuh dari surga. Jawabannya telah tiba : tatapan Bapa yang mencintai kita dan yang telah mengutus Putra-Nya kepada kita. Tidak, cinta mendorong kita untuk melampaui mengapa, dan sebaliknya, tidak menanyakan "Mengapa aku hidup?", tetapi menanyakan kepada diri kita, "Untuk siapa aku hidup?" Dari "Mengapa hal ini sedang terjadi padaku?" menjadi "Siapa yang bisa kutolong?" Untuk siapa? Bukan hanya untuk diriku sendiri! Kehidupan sudah penuh dengan pilihan-pilihan yang kita buat untuk diri kita sendiri : apa yang harus dipelajari, sahabat manakah yang harus dimiliki, rumah apa yang akan dibeli, minat atau kegemaran apa yang ingin dikejar. Kita bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk memikirkan diri kita sendiri, tanpa pernah benar-benar mulai mencintai. Alessandro Manzoni memberikan sepatah nasihat yang bagus : “Kita harus lebih bertujuan untuk berbuat baik kemudian menjadi baik: dan dengan demikian, pada akhirnya, kita seharusnya sungguh sampai menjadi lebih baik” (I Promessi Sposi [Sang Mempelai], Bab XXXVIII).

 

Tidak hanya keraguan dan pertanyaan yang dapat merusak pilihan-pilihan yang luar biasa dan murah hati, tetapi juga banyak hambatan lainnya setiap hari. Konsumerisme yang mendemam dapat membanjiri hati kita dengan hal-hal yang tidak berguna. Obsesi dengan kesenangan mungkin tampak sebagai satu-satunya cara untuk menghindari masalah, namun itu hanya menundanya. Perasaan mendalam dengan hak-hak kita dapat membuat kita mengabaikan tanggung jawab kita terhadap orang lain. Kemudian, ada kesalahpahaman besar tentang cinta, yang lebih dari sekadar emosi yang kuat, tetapi terutama sebuah karunia, pilihan, dan pengorbanan. Seni memilih dengan baik, terutama dewasa ini, berarti tidak mengusahakan persetujuan, tidak terjun ke dalam mentalitas konsumerisme yang menghalangi keaslian, dan tidak mengultuskan penampilan. Memilih kehidupan berarti menolak "budaya membuang" dan keinginan untuk memiliki "segalanya sekarang", guna mengarahkan kehidupan kita menuju tujuan surgawi, menuju impian Allah. Memilih kehidupan adalah hidup, dan kita dilahirkan untuk hidup, bukan hanya sekadar bertahan. Seorang pemuda seperti kamu, Beato Pier Giorgio Frassati, mengatakan hal ini : “Aku ingin hidup, bukan sekadar bertahan”.

 

Setiap hari, dalam hati kita, kita menghadapi banyak pilihan. Saya ingin memberimu sepatah nasihat terakhir untuk membantu melatihmu memilih dengan baik. Jika kita melihat ke dalam diri kita sendiri, kita dapat melihat munculnya dua pertanyaan yang sangat berbeda. Kita menanyakan, "Apa yang ingin kulakukan?" Pertanyaan ini sering kali terbukti menyesatkan, karena menunjukkan bahwa yang sungguh penting adalah memikirkan diri kita sendiri serta menuruti keinginan dan dorongan kita. Pertanyaan yang ditanamkan Roh Kudus dalam hati kita adalah pertanyaan yang sangat berbeda : bukan "Apa yang ingin kamu lakukan?" tetapi "Apa yang terbaik untukmu?" Itulah pilihan yang harus kita buat setiap hari : apa yang ingin kulakukan atau apa yang terbaik untukku? Ketajaman batin ini dapat menghasilkan pilihan yang remeh-temeh atau keputusan yang membentuk hidup kita - tergantung pada diri kita. Marilah kita memandang Yesus dan memohonkan kepada-Nya keberanian untuk memilih yang terbaik bagi kita, memampukan kita mengikuti-Nya di jalan cinta. Dan dengan jalan ini menemukan sukacita. Hidup, dan tidak sekadar bertahan.

 

[Pernyataan Bapa Suci pada Akhir Misa Kudus]

 

Di akhir perayaan Ekaristi ini, dengan hangat saya menyapa kalian semua yang hadir dan semua yang bergabung dengan kita melalui media. Sapaan khusus tertuju kepada kaum muda Panama dan Portugal, yang diwakili oleh dua delegasi yang akan segera ambil bagian dalam upacara penting serah terima Salib dan ikon Bunda Maria Salus Populi Romani, lambang Hari Orang Muda Sedunia. Ini adalah langkah penting dalam peziarahan yang akan membawa kita ke Lisbon pada tahun 2023.

 

Dan saat kita mempersiapkan gelaran Hari Orang Muda Sedunia antarbenua berikutnya, saya juga ingin memperbarui perayaannya di Gereja-gereja lokal. Tiga puluh lima tahun setelah pencanangan Hari Orang Muda Sedunia, setelah mendengarkan berbagai pendapat dan bertukar pikiran dengan Dikasteri untuk Kaum Awam, Keluarga dan Kehidupan, yang bertanggung jawab atas pelayanan kaum muda, saya telah memutuskan, mulai tahun depan, untuk memindahkan perayaan Hari Orang Muda Sedunia tingkat keuskupan dari Hari Minggu Palma ke Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Pusat perayaan tetap Misteri Yesus Kristus Sang Penebus Manusia, seperti yang selalu ditekankan oleh Santo Yohanes Paulus II, penggagas dan pelindung Hari Orang Muda Sedunia.

 

Orang-orang muda yang terkasih, berteriaklah dengan hidup kalian bahwa Kristus hidup, Kristus memerintah, Kristus adalah Tuhan! Jika kalian diam, saya memberitahu kalian, batu-batu akan berteriak" (bdk. Luk 19:40).

___


(Peter Suriadi - Bogor, 22 November 2020)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.