Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PERINGATAN 500 TAHUN PEWARTAAN INJIL DI FILIPINA DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN - 14 Maret 2021


Bacaan Liturgi : 2Taw. 36:14-16,19-23; Mzm. 137:1-2,3,4-5,6; Ef. 2:4-10; Yoh. 3:14-21.

 

“Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal” (Yoh 3:16). Inilah intisari Injil; inilah sumber sukacita kita. Pesan Injil bukanlah gagasan atau ajaran. Pesan Injil adalah Yesus sendiri : Putra yang diberikan Bapa kepada kita agar kita dapat memiliki kehidupan. Sumber sukacita kita bukanlah teori yang indah tentang bagaimana menemukan kebahagiaan, tetapi pengalaman aktual didampangi dan dikasihi sepanjang perjalanan hidup. “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal”. Saudara dan saudari, marilah kita berdiam sejenak pada dua pemikiran ini : “Begitu besar kasih Allah” dan “Allah mengaruniakan”.

 

Pertama-tama, begitu besar kasih Allah. Kata-kata Yesus kepada Nikodemus - seorang penatua Yahudi yang ingin mengenal Sang Guru - membantu kita untuk memandang wajah Allah yang sesungguhnya. Ia selalu memandang kita dengan kasih, dan demi kasih, Ia datang di antara kita dalam rupa daging Putra-Nya. Di dalam Yesus, Ia pergi mencari kita ketika kita tersesat. Di dalam Yesus, Ia datang untuk membangkitkan kita ketika kita jatuh. Di dalam Yesus, Ia menangis bersama kita dan menyembuhkan luka-luka kita. Di dalam Yesus, Ia memberkati hidup kita selamanya. Injil mengatakan kepada kita bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa. melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Di dalam Yesus, Allah mengucapkan kata yang pasti tentang hidup kita : kamu tidak binasa, kamu dikasihi. Dikasihi selamanya.

 

Jika mendengarkan Injil dan mengamalkan iman kita tidak melapangkan hati kita dan membuat kita memahami begitu besar kasih Allah - mungkin karena kita lebih menyukai religiositas yang murung, penuh kesedihan dan mementingkan diri sendiri - maka inilah tandanya kita perlu berhenti dan kembali mendengarkan pemberitaan Kabar Baik. Allah sangat mengasihimu sehingga Ia mengaruniakan seluruh hidup-Nya kepadamu. Ia bukanlah allah yang memandang rendah kita dari tempat tinggi, acuh tak acuh, tetapi Bapa yang penuh kasih yang menjadi bagian sejarah kita. Ia bukanlah allah yang menikmati kematian orang berdosa, tetapi Bapa yang peduli agar tak seorang pun binasa. Ia bukanlah allah yang menghakimi, tetapi seorang Bapa yang menyelamatkan kita dengan pelukan kasih-Nya yang menghibur.

 

Sekarang kita sampai pada aspek kedua : Allah "mengaruniakan” Putra-Nya. Justru karena Ia begitu mengasihi kita, Allah mengaruniakan diri-Nya; Ia menawarkan hidup-Nya kepada kita. Mereka yang mengasihi selalu keluar dari dirinya sendiri. Jangan melupakan hal ini : mereka yang mengasihi keluar dari dirinya sendiri. Kasih selalu menawarkan dirinya sendiri, memberikan dirinya sendiri, mencurahkan dirinya sendiri. Itulah kekuatan kasih : kekuatan kasih menghancurkan cangkang keegoisan kita, menerobos zona keamanan kita yang dibangun dengan seksama, meruntuhkan tembok dan mengatasi ketakutan, sehingga dapat memberikan dengan bebas dari dirinya sendiri. Itulah apa yang dilakukan kasih : kasih memberikan dirinya sendiri. Dan demikianlah para pengasih : mereka lebih suka mengambil risiko menyerahkan diri daripada mempertahankan diri. Itulah sebabnya Allah datang kepada kita : karena Ia “begitu mengasihi” kita. Begitu besar kasih-Nya sehingga Ia tidak bisa urung memberikan diri-Nya sendiri kepada kita. Ketika orang-orang diserang oleh ular tedung di padang gurun, Allah menyuruh Musa untuk membuat ular tembaga. Tetapi, di dalam Yesus yang ditinggikan di kayu salib, Ia sendiri datang untuk menyembuhkan kita dari bisa maut; Ia menjadi berdosa untuk menyelamatkan kita dari dosa. Allah tidak mengasihi kita dengan kata-kata : Ia mengaruniakan kepada kita Putra-Nya, supaya setiap orang yang memandang-Nya dan percaya kepada-Nya diselamatkan (bdk. Yoh 3:14-15).

 

Semakin kita mengasihi, semakin kita mampu memberi. Itu juga kunci untuk memahami hidup kita. Sungguh menakjubkan bertemu orang-orang yang saling mengasihi dan berbagi kehidupan mereka dalam kasih. Kita dapat mengatakan tentang mereka apa yang kita katakan tentang Allah : mereka begitu saling mengasihi sehingga mereka memberikan hidup mereka. Yang penting bukan apa yang dapat kita jadikan atau hasilkan semata; pada akhirnya, kasih yang bisa kita berikan.

 

Inilah sumber sukacita! Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya. Di sini kita melihat makna undangan Gereja pada hari Minggu ini : “Bersukacitalah ... Bergembiralah dengan sukacita, hai kamu semua yang dulu berdukacita, agar kamu bersorak sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu!” (Antifon Pembuka; bdk. Yes 66:10-11). Saya memikirkan apa yang kita lihat seminggu yang lalu di Irak: orang-orang yang telah sangat menderita bersukacita dan bergembira, bersyukur kepada Allah dan atas kasih-Nya yang murah hati.

 

Kadang-kadang kita mencari sukacita di tempat ia tidak bisa ditemukan : dalam khayalan yang lenyap, dalam impian akan kemuliaan, dalam andalan yang berwujud harta benda, dalam pengkultusan citra kita, dan dalam banyak hal lainnya. Tetapi kehidupan mengajarkan kita bahwa sukacita sejati berasal dari kesadaran bahwa kita dikasih secara cuma-cuma, memahami diri kita tidak sendirian, memiliki seseorang yang ambil bagian dalam impian kita serta yang, ketika kita mengalami kecelakaan kapal, ada di sana untuk membantu kita dan menuntun kita menuju pelabuhan yang aman.

 

Saudara dan saudari yang terkasih, lima ratus tahun telah berlalu sejak pewartaan Kristiani pertama kali tiba di Filipina. Kamu menerima sukacita Injil : kabar baik bahwa Allah begitu mengasihi kita sehingga Ia menganugerahkan Putra-Nya kepada kita. Dan sukacita ini terbukti pada bangsamu. Kita melihatnya di matamu, di wajahmu, dalam lagu-lagumu dan dalam doa-doamu. Dalam sukacita yang menyertai imanmu yang kamu bawa ke negeri lain. Saya sering mengatakan bahwa di sini, di Roma, para perempuan Filipina adalah para "penyelundup" iman! Karena ke mana pun mereka pergi bekerja, mereka menaburkan iman. Menaburkan iman adalah bagian genmu, sebuah “penyakit menular” yang saya dorong untuk kamu pertahankan. Tetaplah membawa iman, kabar baik yang kamu terima lima ratus tahun yang lalu, kepada orang lain. Saya ingin bersyukur, atas sukacita yang kamu bawa ke seluruh dunia dan kepada komunitas Kristiani kita. Saya memikirkan, seperti yang saya sebutkan, banyak pengalaman indah dalam keluarga di sini di Roma - tetapi juga di seluruh dunia - di mana kehadiranmu yang bijaksana dan penuh kerja keras menjadi kesaksian iman. Dalam jejak Maria dan Yusuf, karena Allah berkenan membawa sukacita iman melalui pelayanan yang rendah hati, tersembunyi, berani dan tekun.

 

Pada peringatan yang sangat penting bagi umat Allah yang kudus di Filipina ini, saya juga ingin mendorongmu untuk bertekun dalam karya pewartaan Injil - bukan penyebaran agama, yang merupakan hal lain. Pewartaan Kristiani yang kamu terima perlu terus-menerus disampaikan kepada orang lain. Pesan Injil tentang kedekatan Allah memanggil untuk diungkapkan dalam kasih terhadap saudara dan saudari kita. Allah tak menginginkan seorang pun binasa. Karena alasan ini, Ia meminta Gereja untuk peduli terhadap mereka yang terluka dan hidup di pinggiran kehidupan. Allah begitu mengasihi kita sehingga Ia memberikan diri-Nya kepada kita, dan Gereja memiliki perutusan yang sama. Gereja dipanggil bukan untuk menghakimi tetapi untuk menyambut; bukan untuk menuntut, tetapi untuk menabur benih; bukan untuk mengutuk, tetapi membawa Kristus Sang Keselamatan kita.

 

Saya tahu bahwa ini adalah program pastoral Gerejamu : sebuah komitmen misioner yang melibatkan semua orang dan menjangkau semua orang. Jangan pernah berkecil hati saat kamu berjalan di jalan ini. Jangan pernah takut untuk mewartakan Injil, melayani dan mengasihi. Dengan sukacitamu, kamu akan membantu orang-orang untuk mengatakan tentang Gereja juga : "ia sangat mengasihi dunia!" Betapa indah dan menariknya Gereja yang mengasihi dunia tanpa menghakimi, Gereja yang menyerahkan dirinya kepada dunia. Semoga demikian, saudara-saudari yang terkasih, di Filipina dan di pelbagai bagian bumi.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 14 Maret 2021)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.