Bacaan Liturgi : 2Taw. 36:14-16,19-23; Mzm. 137:1-2,3,4-5,6; Ef. 2:4-10; Yoh. 3:14-21.
“Begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal” (Yoh 3:16). Inilah
intisari Injil; inilah sumber sukacita kita. Pesan Injil bukanlah gagasan atau
ajaran. Pesan Injil adalah Yesus sendiri : Putra yang diberikan Bapa kepada
kita agar kita dapat memiliki kehidupan. Sumber sukacita kita bukanlah teori
yang indah tentang bagaimana menemukan kebahagiaan, tetapi pengalaman aktual
didampangi dan dikasihi sepanjang perjalanan hidup. “Begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal”.
Saudara dan saudari, marilah kita berdiam sejenak pada dua pemikiran ini :
“Begitu besar kasih Allah” dan “Allah mengaruniakan”.
Pertama-tama, begitu besar kasih
Allah. Kata-kata Yesus kepada Nikodemus - seorang penatua Yahudi yang ingin
mengenal Sang Guru - membantu kita untuk memandang wajah Allah yang
sesungguhnya. Ia selalu memandang kita dengan kasih, dan demi kasih, Ia datang
di antara kita dalam rupa daging Putra-Nya. Di dalam Yesus, Ia pergi mencari
kita ketika kita tersesat. Di dalam Yesus, Ia datang untuk membangkitkan kita
ketika kita jatuh. Di dalam Yesus, Ia menangis bersama kita dan menyembuhkan
luka-luka kita. Di dalam Yesus, Ia memberkati hidup kita selamanya. Injil
mengatakan kepada kita bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa.
melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Di dalam Yesus, Allah
mengucapkan kata yang pasti tentang hidup kita : kamu tidak binasa, kamu
dikasihi. Dikasihi selamanya.
Jika mendengarkan Injil dan
mengamalkan iman kita tidak melapangkan hati kita dan membuat kita memahami
begitu besar kasih Allah - mungkin karena kita lebih menyukai religiositas yang
murung, penuh kesedihan dan mementingkan diri sendiri - maka inilah tandanya
kita perlu berhenti dan kembali mendengarkan pemberitaan Kabar Baik. Allah
sangat mengasihimu sehingga Ia mengaruniakan seluruh hidup-Nya kepadamu. Ia
bukanlah allah yang memandang rendah kita dari tempat tinggi, acuh tak acuh,
tetapi Bapa yang penuh kasih yang menjadi bagian sejarah kita. Ia bukanlah
allah yang menikmati kematian orang berdosa, tetapi Bapa yang peduli agar tak
seorang pun binasa. Ia bukanlah allah yang menghakimi, tetapi seorang Bapa yang
menyelamatkan kita dengan pelukan kasih-Nya yang menghibur.
Sekarang kita sampai pada aspek kedua
: Allah "mengaruniakan” Putra-Nya. Justru karena Ia begitu mengasihi kita,
Allah mengaruniakan diri-Nya; Ia menawarkan hidup-Nya kepada kita. Mereka yang
mengasihi selalu keluar dari dirinya sendiri. Jangan melupakan hal ini : mereka
yang mengasihi keluar dari dirinya sendiri. Kasih selalu menawarkan dirinya
sendiri, memberikan dirinya sendiri, mencurahkan dirinya sendiri. Itulah
kekuatan kasih : kekuatan kasih menghancurkan cangkang keegoisan kita,
menerobos zona keamanan kita yang dibangun dengan seksama, meruntuhkan tembok
dan mengatasi ketakutan, sehingga dapat memberikan dengan bebas dari dirinya
sendiri. Itulah apa yang dilakukan kasih : kasih memberikan dirinya sendiri.
Dan demikianlah para pengasih : mereka lebih suka mengambil risiko menyerahkan
diri daripada mempertahankan diri. Itulah sebabnya Allah datang kepada kita :
karena Ia “begitu mengasihi” kita. Begitu besar kasih-Nya sehingga Ia tidak
bisa urung memberikan diri-Nya sendiri kepada kita. Ketika orang-orang diserang
oleh ular tedung di padang gurun, Allah menyuruh Musa untuk membuat ular
tembaga. Tetapi, di dalam Yesus yang ditinggikan di kayu salib, Ia sendiri datang
untuk menyembuhkan kita dari bisa maut; Ia menjadi berdosa untuk menyelamatkan
kita dari dosa. Allah tidak mengasihi kita dengan kata-kata : Ia mengaruniakan
kepada kita Putra-Nya, supaya setiap orang yang memandang-Nya dan percaya
kepada-Nya diselamatkan (bdk. Yoh 3:14-15).
Semakin kita mengasihi, semakin kita
mampu memberi. Itu juga kunci untuk memahami hidup kita. Sungguh menakjubkan
bertemu orang-orang yang saling mengasihi dan berbagi kehidupan mereka dalam
kasih. Kita dapat mengatakan tentang mereka apa yang kita katakan tentang Allah
: mereka begitu saling mengasihi sehingga mereka memberikan hidup mereka. Yang
penting bukan apa yang dapat kita jadikan atau hasilkan semata; pada akhirnya,
kasih yang bisa kita berikan.
Inilah sumber sukacita! Begitu besar
kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya. Di sini
kita melihat makna undangan Gereja pada hari Minggu ini : “Bersukacitalah ...
Bergembiralah dengan sukacita, hai kamu semua yang dulu berdukacita, agar kamu
bersorak sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu!” (Antifon
Pembuka; bdk. Yes 66:10-11). Saya memikirkan apa yang kita lihat seminggu yang
lalu di Irak: orang-orang yang telah sangat menderita bersukacita dan
bergembira, bersyukur kepada Allah dan atas kasih-Nya yang murah hati.
Kadang-kadang kita mencari sukacita
di tempat ia tidak bisa ditemukan : dalam khayalan yang lenyap, dalam impian
akan kemuliaan, dalam andalan yang berwujud harta benda, dalam pengkultusan
citra kita, dan dalam banyak hal lainnya. Tetapi kehidupan mengajarkan kita
bahwa sukacita sejati berasal dari kesadaran bahwa kita dikasih secara
cuma-cuma, memahami diri kita tidak sendirian, memiliki seseorang yang ambil
bagian dalam impian kita serta yang, ketika kita mengalami kecelakaan kapal,
ada di sana untuk membantu kita dan menuntun kita menuju pelabuhan yang aman.
Saudara dan saudari yang terkasih,
lima ratus tahun telah berlalu sejak pewartaan Kristiani pertama kali tiba di
Filipina. Kamu menerima sukacita Injil : kabar baik bahwa Allah begitu
mengasihi kita sehingga Ia menganugerahkan Putra-Nya kepada kita. Dan sukacita
ini terbukti pada bangsamu. Kita melihatnya di matamu, di wajahmu, dalam
lagu-lagumu dan dalam doa-doamu. Dalam sukacita yang menyertai imanmu yang kamu
bawa ke negeri lain. Saya sering mengatakan bahwa di sini, di Roma, para
perempuan Filipina adalah para "penyelundup" iman! Karena ke mana pun
mereka pergi bekerja, mereka menaburkan iman. Menaburkan iman adalah bagian
genmu, sebuah “penyakit menular” yang saya dorong untuk kamu pertahankan.
Tetaplah membawa iman, kabar baik yang kamu terima lima ratus tahun yang lalu,
kepada orang lain. Saya ingin bersyukur, atas sukacita yang kamu bawa ke
seluruh dunia dan kepada komunitas Kristiani kita. Saya memikirkan, seperti
yang saya sebutkan, banyak pengalaman indah dalam keluarga di sini di Roma -
tetapi juga di seluruh dunia - di mana kehadiranmu yang bijaksana dan penuh
kerja keras menjadi kesaksian iman. Dalam jejak Maria dan Yusuf, karena Allah
berkenan membawa sukacita iman melalui pelayanan yang rendah hati, tersembunyi,
berani dan tekun.
Pada peringatan yang sangat penting
bagi umat Allah yang kudus di Filipina ini, saya juga ingin mendorongmu untuk
bertekun dalam karya pewartaan Injil - bukan penyebaran agama, yang merupakan
hal lain. Pewartaan Kristiani yang kamu terima perlu terus-menerus disampaikan
kepada orang lain. Pesan Injil tentang kedekatan Allah memanggil untuk
diungkapkan dalam kasih terhadap saudara dan saudari kita. Allah tak
menginginkan seorang pun binasa. Karena alasan ini, Ia meminta Gereja untuk
peduli terhadap mereka yang terluka dan hidup di pinggiran kehidupan. Allah
begitu mengasihi kita sehingga Ia memberikan diri-Nya kepada kita, dan Gereja
memiliki perutusan yang sama. Gereja dipanggil bukan untuk menghakimi tetapi
untuk menyambut; bukan untuk menuntut, tetapi untuk menabur benih; bukan untuk
mengutuk, tetapi membawa Kristus Sang Keselamatan kita.
Saya tahu bahwa ini adalah program
pastoral Gerejamu : sebuah komitmen misioner yang melibatkan semua orang dan
menjangkau semua orang. Jangan pernah berkecil hati saat kamu berjalan di jalan
ini. Jangan pernah takut untuk mewartakan Injil, melayani dan mengasihi. Dengan
sukacitamu, kamu akan membantu orang-orang untuk mengatakan tentang Gereja juga
: "ia sangat mengasihi dunia!" Betapa indah dan menariknya Gereja
yang mengasihi dunia tanpa menghakimi, Gereja yang menyerahkan dirinya kepada
dunia. Semoga demikian, saudara-saudari yang terkasih, di Filipina dan di
pelbagai bagian bumi.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 14 Maret 2021)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.