Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA KRISMA DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN 1 April 2021 : PEMBERITAAN INJIL SELALU TERKAIT DENGAN MEMELUK SALIB


Bacaan Ekaristi : Yes. 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm. 89:21-22,25,27; Why. 1:5-8; Luk. 4:16-21.

 

Bacaan Injil menunjukkan kepada kita perubahan hati di antara orang-orang yang sedang mendengarkan Tuhan. Perubahannya dramatis, dan mengungkapkan sejauh mana penganiayaan dan salib terkait dengan pemberitaan Injil. Kekaguman yang ditimbulkan oleh kata-kata penuh rahmat yang diucapkan oleh Yesus tidak bertahan lama di benak orang-orang Nazaret. Komentar yang diucapkan seseorang menjadi viral secara diam-diam : "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" (Luk 4:22).

 

Komentar tersebut merupakan salah satu ungkapan mendua yang terlontar sambil lalu. Seseorang dapat mengatakannya dengan senang hati : “Betapa hebatnya seseorang yang berasal dari asal-usul yang rendah hati berbicara dengan otoritas ini!” Orang lain dapat mengatakannya dengan mencemooh : “Dan orang ini, dari manakah ia berasal? Siapakah dia yang ada di benaknya?" Jika kita memikirkannya, kita juga dapat mendengarkan kata-kata yang diucapkan pada hari Pentakosta, ketika para rasul, yang dipenuhi oleh Roh Kudus, mulai memberitakan Injil. Beberapa orang berkata : "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?" (Kis 2:7). Sementara beberapa orang menerima perkataan tersebut, yang lainnya malah mengira bahwa para rasul sedang mabuk.

 

Sesungguhnya, kata-kata yang diucapkan di Nazaret itu mungkin bisa berjalan keliru, malahan jika kita melihat apa yang terjadi selanjutnya, jelas bahwa kata-kata itu mengandung benih kekerasan yang kemudian akan dilancarkan terhadap Yesus.

 

Kata-kata tersebut merupakan "pembenaran",[1] seperti, misalnya, ketika seseorang berkata : "Itu terlalu berlebihan!" dan kemudian menyerang orang lain atau pergi begitu saja.

 

Kali ini, Tuhan, yang terkadang tidak mengatakan apapun atau pergi begitu saja, tidak membiarkan komentar itu berlalu. Sebaliknya, Ia mengungkapkan kebencian yang tersembunyi dengan berkedok pergunjingan desa yang sederhana. "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini!” (Luk 4:23). “Sembuhkanlah diri-Mu sendiri …”.

 

Itu adalah "kata-kata pembenaran",[1] seperti, misalnya, ketika seseorang berkata: "Itu terlalu berlebihan!" dan kemudian menyerang orang lain atau pergi.

 

Kali ini, Tuhan, yang terkadang tidak mengatakan apa-apa atau pergi begitu saja, tidak membiarkan komentar itu berlalu. Sebaliknya, dia mengungkapkan kebencian yang disembunyikan dalam kedok gosip desa sederhana. Anda akan mengutip saya pepatah: 'Tabib, sembuhkan dirimu'. Apa yang kami dengar yang Anda lakukan di Kapernaum, lakukan di sini juga di negara Anda sendiri! ” (Luk 4:23). “Sembuhkan dirimu…”.

 

“Biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri”. Ada racun! Kata-kata yang sama itu akan mengikuti Tuhan menuju kayu salib : “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri" (Luk 23:35). "Dan selamatkanlah kami", salah seorang penjahat menambahkan (bdk. ayat 39).

 

Seperti biasa, Tuhan menolak untuk berdialog dengan roh jahat; Ia hanya menjawab dengan kata-kata Kitab Suci. Nabi Elia dan Nabi Elisa, pada zamannya, diterima bukan oleh orang sebangsa mereka tetapi oleh seorang janda Fenisia dan seorang Siria yang telah terjangkit kusta : dua orang asing, dua orang yang beragama lain. Hal ini dengan sendirinya mengejutkan dan menunjukkan alangkah benarnya nubuat yang diilhami oleh Simeon yang sudah lanjut usia bahwa Yesus akan menjadi " suatu tanda yang menimbulkan perbantahan" (semeion antilegomenon) (Luk 2:34)[2].

 

Perkataan Yesus memiliki kuasa untuk menerangi apa pun yang kita simpan di dalam lubuk hati kita masing-masing, yang sering kali bercampur seperti gandum dan lalang. Dan hal ini menimbulkan perselisihan spiritual. Melihat tanda-tanda belas kasihan Tuhan yang sangat melimpah dan mendengarkan "Sabda Bahagia" tetapi juga "celaka" yang ditemukan dalam Injil, kita mendapati diri kita dipaksa untuk membedakan dan memutuskan. Dalam hal ini, perkataan Yesus tidak diterima dan hal ini membuat orang banyak yang murka berusaha membunuh-Nya. Tetapi itu belum menjadi "saat"-Nya, dan Tuhan, sebagaimana dikatakan Injil kepada kita, "lewat di tengah-tengah mereka, pergi begitu saja".

 

Meski belum saat-Nya, namun derasnya kemarahan orang banyak yang terlontar, dan keganasan amukan yang bersiap untuk membunuh Tuhan di tempat, menunjukkan kepada kita bahwa itu selalu saat-Nya. Itulah yang ingin saya bagikan kepada kalian hari ini, para imam yang terkasih : saat pemberitaan yang penuh sukacita, saat penganiayaan, dan saat salib berjalan seiring.

 

Pemberitaan Injil selalu dikaitkan dengan pelukan salib tertentu. Terang sabda Allah yang lembut bersinar terang di dalam hati yang berkemampuan baik, tetapi membangkitkan kebingungan dan penolakan pada mereka yang tidak memilikinya. Kita melihat hal ini berulang kali dalam keempat Injil.

 

Benih yang baik yang ditaburkan di ladang menghasilkan buah - seratus, enam puluh dan tiga puluh kali lipat - tetapi juga membangkitkan kecemburuan musuh, yang terdorong untuk menaburkan lalang pada waktu malam (bdk. Mat 13:24-30.36-43).

 

Kasih yang lembut dari bapa yang penuh belas kasih secara tak tertahankan menarik pulang anak yang hilang, tetapi juga menyebabkan kemarahan dan kebencian si anak sulung (bdk. Luk 15:11-32).

 

Kemurahan hati sang pemilik kebun anggur yang menjadi alasan untuk bersyukur di antara para pekerja yang dipanggil pada jam terakhir justru memicu reaksi getir salah seorang pekerja yang dipanggil pertama, yang tersinggung oleh kemurahan hati majikannya (bdk. Mat 20:1-16).

 

Kedekatan Yesus, yang makan bersama orang-orang berdosa, memenangkan hati Zakheus, Matius dan perempuan Samaria, tetapi juga membangkitkan cemoohan dalam diri orang-orang yang merasakan diri mereka benar.

 

Kebesaran hati raja yang mengutus putranya, berpikir bahwa ia akan dihormati oleh para petani penyewa, tetapi justru mereka melampiaskannya dengan keganasan yang tak terkira. Di sini kita menemukan diri kita berhadapan dengan misteri kejahatan, yang mengarah pada pembunuhan Orang benar (bdk. Mat 21:33-46).

 

Para saudara imam yang terkasih, semua ini memungkinkan kita untuk melihat bahwa pemberitaan Kabar Baik secara misterius terkait dengan penganiayaan dan salib.

 

Santo Ignatius dari Loyola - maafkan “iklan keluarga” - mengungkapkan kebenaran injili ini dalam permenungannya tentang kelahiran Tuhan. Di sana ia mengundang kita “untuk melihat dan memikirkan apa yang dilakukan Santo Yusuf dan Bunda Maria dalam memulai perjalanan mereka sehingga Tuhan dapat dilahirkan dalam kemiskinan yang ekstrim dan setelah segala upaya - mengalami kelaparan, kehausan, panas dan dingin, luka-luka dan penghinaan - wafat di kayu Salib, dan semua ini untukku”. Ia kemudian mengundang kita, “dengan merenungkan hal ini, mendapatkan manfaat rohani” (Latihan Rohani, 116). Sukacita kelahiran Tuhan; penderitaan salib; penganiayaan.

 

Cerminan apa yang dapat kita buat untuk "menarik manfaat" bagi kehidupan imamat kita dengan merenungkan penampakan awal salib ini - kesalahpahaman, penolakan dan penganiayaan - pada permulaan dan pokok pemberitaan Injil?

 

Dua pemikiran muncul di benak saya.

 

Pertama: kita terhenyak melihat salib hadir dalam kehidupan Tuhan di awal pelayanan-Nya, bahkan sebelum kelahiran-Nya. Salib sudah ada dalam kebingungan awal Maria atas pesan malaikat; salib ada dalam diri Yusuf yang tidak bisa tidur, ketika ia merasa berkewajiban untuk menceraikan Maria secara diam-diam. Salib ada dalam penganiayaan terhadap Herodes dan dalam kesulitan yang dialami oleh Keluarga Kudus, seperti kesulitan banyak keluarga lain yang terpaksa hidup dalam pengasingan jauh dari tanah air mereka.

 

Semua ini membuat kita menyadari bahwa misteri salib hadir “sejak awal”. Misteri salib membuat kita mengerti bahwa salib bukanlah pemikiran kemudian, sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam kehidupan Tuhan. Memang benar bahwa semua orang yang menyalibkan orang lain sepanjang sejarah akan membuat salib tampak sebagai kerugian tambahan, tetapi bukan itu masalahnya : salib tidak muncul secara kebetulan. Salib besar dan kecil umat manusia, salib kita masing-masing, tidak muncul secara kebetulan.

 

Mengapa Tuhan memeluk salib sepenuhnya dan sampai akhir? Mengapa Yesus menerima seluruh sengsara-Nya : pengkhianatan dan penolakan terhadap diri-Nya oleh sahabat-sahabat-Nya setelah Perjamuan Terakhir, penangkapan-Nya yang ilegal, persidangan yang singkat dan hukuman yang tidak sepadan, kekerasan yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan di mana Ia disesah dan diludahi ...? Jika hanya keadaan yang mengkondisikan kekuatan salib yang menyelamatkan, Tuhan tidak akan memeluk segalanya. Tetapi ketika saat-Nya tiba, Ia memeluk salib sepenuhnya. Karena di kayu salib tidak ada kemenduaan! Salib tidak bisa dirundingkan.

 

Pemikiran yang kedua : memang benar, ada aspek salib yang merupakan bagian terpadu kondisi manusiawi kita, keterbatasan dan kerapuhan kita. Namun memang benar juga bahwa sesuatu yang terjadi di kayu salib tidak ada hubungannya dengan kelemahan manusiawi kita tetapi merupakan gigitan ular, yang, melihat Tuhan yang tersalib tidak berdaya, menggigit-Nya dalam upaya untuk meracuni dan meniadakan seluruh karya-Nya. Gigitan yang mencoba untuk membuat skandal - dan inilah masa skandal - gigitan yang berusaha untuk melumpuhkan dan membuat seluruh pelayanan dan pengorbanan penuh kasih untuk sesama menjadi sia-sia dan tidak berarti. Racun si jahat yang terus bersikeras : selamatkanlah diri-Mu.

 

Dalam “gigitan” yang keras dan menyakitkan yang berusaha membawa kematian inilah, kedigjayaan Allah akhirnya terlihat. Santo Maximus Sang Pengaku Iman memberitahu kita bahwa di dalam Yesus yang disalibkan terjadi pembalikan. Dengan menggigit daging Tuhan, iblis tidak meracuni-Nya, karena di dalam Dia ia hanya menemukan kelembutan dan ketaatan yang tak terbatas pada kehendak Bapa. Sebaliknya, tertangkap oleh kail salib, ia melahap daging Tuhan, yang terbukti meracuninya, sedangkan bagi kita salib menjadi penawar yang menetralkan kuasa si jahat.[3]

 

Inilah cerminan saya. Marilah kita memohon rahmat Tuhan untuk mendapatkan manfaat dari ajaran ini. Memang benar bahwa salib ada dalam pemberitaan Injil kita, tetapi adalah salib keselamatan kita. Berkat darah Yesus yang mendamaikan, salib tersebut mengandung kuasa kemenangan Kristus, yang mengalahkan kejahatan dan membebaskan kita dari si jahat. Memeluknya bersama Yesus dan, seperti yang dilakukan-Nya di hadapan kita, berangkat dan memberitakannya, akan memungkinkan kita untuk membedakan dan menolak racun skandal, yang dengannya iblis ingin meracuni kita setiap kali salib tiba-tiba muncul dalam kehidupan kita.

 

“Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri (hypostoles)” (Ibr 10:39), demikian dikatakan penulis surat kepada orang Ibrani. “Kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri”. Ini adalah nasehat yang diberikan sang penulis kepada kita. Kita tidak mengalami skandal, karena Yesus sendiri tidak mengalami skandal ketika melihat pemberitaan sukacita keselamatan kepada orang miskin tidak diterima dengan sepenuh hati, tetapi di tengah teriakan dan ancaman dari orang-orang yang menolak untuk mendengar kata-kata-Nya atau ingin menguranginya menjadi legalisme seperti moralisme atau klerikalisme.

 

Kita tidak mengalami skandal karena Yesus tidak mengalami skandal ketika menyembuhkan orang sakit dan membebaskan tahanan di tengah pertengkaran moralistik, legalistik dan klerikal yang muncul setiap kali Ia berbuat baik.

 

Kita tidak mengalami skandal karena Yesus tidak mengalami skandal ketika memulihkan penglihatan kepada orang buta di tengah orang-orang yang tutup mata agar tidak melihat, atau melihat ke arah lain.

 

Kita tidak mengalami skandal karena Yesus tidak mengalami skandal ketika pemberitaan-Nya tentang tahun rahmat Tuhan - tahun yang memeluk seluruh sejarah - menghasut skandal publik dalam hal-hal yang saat ini hampir tidak menjadi halaman ketiga surat kabar setempat.

 

Kita tidak mengalami skandal karena pemberitaan Injil efektif bukan karena hikmat perkataan kita tetapi karena kekuatan salib (bdk. 1 Kor 1:17).

 

Cara kita memeluk salib ketika kita memberitakan Injil - dengan perbuatan dan, bila perlu, dengan kata-kata - memperjelas dua hal. Pertama, kesengsaraan yang berasal dari Injil bukanlah kesengsaraan kita, melainkan “kesengsaraan Kristus di dalam kita” (2Kor 1:5), dan, kedua, “sebab bukan diri kita yang kita beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kita sebagai hamba semua orang karena kehendak Yesus” (2Kor 4:5).

 

Saya ingin mengakhiri dengan membagikan salah satu kenangan saya. “Suatu ketika, pada saat-saat kelam dalam hidup saya, saya memohonkan rahmat kepada Tuhan untuk membebaskan saya dari situasi yang sulit dan rumit. Saat yang kelam. Saya harus menyampaikan Latihan Rohani kepada beberapa biarawati, dan pada hari terakhir, seperti kebiasaan pada masa itu, mereka semua melakukan pengakuan dosa. Seorang suster tua datang; ia memiliki tatapan yang jernih, mata penuh cahaya. Seorang perempuan Allah. Di akhir pengakuan, saya merasakan dorongan untuk meminta bantuannya, jadi saya berkata kepadanya, 'Saudari, sebagai penebusan dosa, doakan saya, karena saya membutuhkan rahmat khusus. Mohonkanlah hal itu kepada Tuhan. Jika kamu memohonkannya kepada Tuhan, niscaya Ia akan memberikannya kepada saya'. Sejenak ia berhenti dalam diam dan sepertinya sedang berdoa, kemudian ia menatap saya dan berkata, 'Tuhan niscaya akan memberimu rahmat itu, tetapi jangan salah tentang hal itu : Ia akan memberikannya kepadamu secara ilahi' . Hal ini sangat membantu saya, mendengar bahwa Tuhan selalu memberi kita apa yang kita minta, tetapi Ia melakukannya secara ilahi. Cara itu melibatkan salib. Bukan demi kesenangan menderita. Tetapi demi kasih, kasih sampai kesudahannya”.[4]

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 1 April 2021)



[1]Seorang guru kehidupan spiritual, Pastor Claude Judde berbicara tentang ungkapan yang menyertai keputusan-keputusan kita dan mengandung "kata akhir ”, kata yang mendorong sebuah keputusan dan menggerakkan seseorang atau kelompok untuk bertindak. Bdk. C. JUDDE, Oeuvres spirituelles, II, 1883 (Instruction sur la connaissance de soi-même), hlm. 313-319), dalam M. Á. FIORITO, Buscar y hallar la voluntad de Dios, Buenos Aires, Paulinas, 2000, 248 s.

[2]"Antilegomenon" berarti mereka akan berbicara dengan cara yang berbeda tentang Dia : beberapa orang akan berbicara baik dan yang lainnya akan berbicara buruk tentang Dia.

[3]Bdk. Cent. I, 8-13.

[4]Homili dalam Misa di Casa Santa Marta, 29 Mei 2013.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.