Liturgical Calendar

KHOTBAH RANIERO KARDINAL CANTALAMESSA, OFMCAP, DALAM IBADAT JUMAT AGUNG YANG DIPIMPIN PAUS FRANSISKUS DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN, 2 April 2021 : SALIB, LANDASAN KRISTOLOGIS PERSAUDARAAN

“YANG SULUNG DI ANTARA BANYAK SAUDARA” (Rm 8:29)

 

Pada tanggal 3 Oktober 2020, di makam Santo Fransiskus dari Asisi, Bapa Suci Paus Fransiskus menandatangani ensiklik, “Tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial”, Fratelli Tutti. Dalam waktu singkat, ensiklik tersebut membangkitkan kembali di dalam hati banyak orang cita-cita menuju nilai universal tersebut; telah menjelaskan banyak luka yang melanda dunia dewasa ini; telah menyarankan beberapa cara untuk mencapai persaudaraan manusia yang nyata dan adil; serta telah mendorong setiap orang - baik perorangan maupun secara kelembagaan - untuk bekerja demi tujuan itu.

 

Ensiklik ini ditujukan kepada khalayak yang sangat luas, di dalam maupun di luar Gereja, bahkan praktis seluruh umat manusia. Ensiklik tersebut mencakup berbagai ranah kehidupan, mulai dari ranah pribadi hingga ranah publik, dan dari lingkup keagamaan hingga lingkup sosial-politik. Mengingat ruang lingkup universal, ensiklik tersebut dengan tepat menghindari pembatasan diskusi pada aspek-aspek yang menjadi ciri khas dan hanya dimiliki oleh umat Kristiani. Menjelang akhir ensiklik, ada satu paragraf di mana landasan Injil persaudaraan terangkum. Sedikit dalam kata-kata tetapi bermakna mendalam yang berbunyi :

 

Umat lain minum dari sumber lain. Bagi kita, sumber mata air martabat dan persaudaraan manusia ada di dalam Injil Yesus Kristus. Dari situlah muncul, “karena pemikiran Kristiani dan tindakan Gereja, keutamaan yang diberikan pada hubungan, perjumpaan dengan misteri suci lainnya, persekutuan universal dengan seluruh keluarga manusia, sebagai panggilan semua orang" (Fratelli Tutti, 277).

 

Misteri salib yang sedang kita rayakan mengharuskan kita untuk berfokus tepatnya pada landasan Kristologis persaudaraan yang diresmikan di Kalvari.

 

Kadang-kadang, Perjanjian Baru menggunakan istilah saudara (adelfos) dalam makna primitif, yang paling umum, yaitu saudara kandung, seseorang yang lahir dari ayah yang sama dan ibu yang sama. Kedua, orang-orang yang berasal dari bangsa atau suku bangsa yang sama disebut saudara. Paulus berkata bahwa ia bahkan mau terkutuk - dan terpisah dari Kristus - demi saudara-saudaranya, "kaum sebangsanya secara jasmani", kaum Israel (lihat Rm 9:3). Dalam konteks tersebut, seperti dalam hal ihwal lainnya, saudara adalah istilah umum yang mencakup laki-laki dan perempuan, saudara dan saudari.

 

Cakrawala makna meluas hingga mencakup setiap pribadi manusia, hanya karena dalam keutamaan seperti itu. Saudara, dalam pengertian ini, kadang-kadang diterjemahkan dalam Kitab Suci sebagai sesama. "Barangsiapa membenci saudaranya ..." (1Yoh 2:9) berarti "ia pun membenci sesamanya". Ketika Yesus berkata : “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40), Ia bermaksud untuk menyertakan setiap orang yang membutuhkan pertolongan.

 

Selain semua nuansa ini, Perjanjian Baru juga menggunakan kata saudara untuk menunjukkan sekelompok orang tertentu. Saudara-saudaraku adalah murid-murid Yesus, mereka yang menyambut ajaran-Nya. “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" [...] Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (Mat 12:48-50).

 

Paskah menandai perkembangan yang baru dan menentukan dalam hal ini. Dalam Misteri Paskah, Kristus menjadi "yang sulung di antara banyak saudara" (Rm 8:29). Murid-murid menjadi saudara dan saudari dalam arti yang baru dan sangat mendalam. Mereka tidak hanya berbagi keyakinan dalam ajaran Yesus, tetapi juga Roh-Nya, kehidupan-Nya yang baru sebagai Yang Bangkit.

 

Menariknya, hanya setelah kebangkitan untuk pertama kalinya Yesus menyebut murid-murid-Nya saudara. Ia memerintahkan Maria Magdalena, "Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu" (Yoh 20:17). Surat kepada orang Ibrani menggunakan istilah ini dalam arti serupa, “Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari satu Bapa; itulah sebabnya Yesus tidak malu menyebut mereka saudara” (Ibr 2:11).

 

Setelah peristiwa Paskah, inilah penggunaan yang paling umum dari istilah saudara. Istilah tersebut menunjuk pada saudara seiman, anggota jemaat Kristiani. Juga saudara sedarah - tetapi di dalam darah Kristus! Karena Kristus juga Allah, persaudaraan ini unik dan juga transenden.

 

Persaudaraan Kristus tidak menggantikan jenis persaudaraan lainnya, persaudaraan berdasarkan keluarga, bangsa, atau suku bangsa, melainkan memahkotainya. Sebagai ciptaan yang berasal dari Allah dan Bapa yang sama, semua manusia adalah saudara. Iman Kristiani menambahkan dimensi kedua dan yang menentukan. Kita bersaudara bukan hanya karena kita semua memiliki Bapa yang sama dalam hal penciptaan, tetapi kita juga memiliki saudara yang sama, Kristus, “yang sulung di antara banyak saudara” dalam keutamaan penebusan.

 

* * *

 

Beberapa akibat praktis mengalir dari kebenaran ini. Kita membangun persaudaraan dengan cara yang persis sama dengan kita membangun perdamaian, yang dimulai dari dekat, dengan diri kita sendiri, bukan dengan strategi yang hebat dan ambisius, tujuan yang abstrak. Bagi kita, membangun persaudaraan universal harus dimulai dengan Gereja Katolik. Untuk kali ini, saya bahkan ingin mengesampingkan lingkup kedua, yaitu persaudaraan yang ada di antara semua orang yang percaya kepada Kristus, yaitu ekumenisme.

 

Persaudaraan di antara umat Katolik terluka! Perpecahan di antara Gereja-gereja telah mengoyak jubah Kristus hingga tercabik-cabik, dan lebih buruk lagi, setiap sayatan telah tercabik-cabik menjadi sayatan yang lebih kecil. Tentu saja saya berbicara perihal unsur manusiawinya, karena tidak seorang pun akan pernah dapat mengoyak jubah Kristus yang sesungguhnya, tubuh mistik-Nya yang digerakkan oleh Roh Kudus. Di mata Allah, Gereja adalah "satu, kudus, katolik dan apostolik", dan akan tetap demikian sampai akhir dunia. Tetapi, hal ini tidak meniadakan perpecahan kita, tetapi membuat perpecahan tersebut semakin bersalah dan harus mendorong kita semakin kuat untuk menyembuhkannya.

 

Apa penyebab paling umum dari getirnya perpecahan di antara umat Katolik? Penyebabnya bukan dogma, bukan pula sakramen maupun pelayanan, tidak ada satu hal pun yang berkat rahmat Allah semata kita lestarikan secara penuh dan bersifat universal. Perpecahan yang mengutubkan umat Katolik berasal dari pilihan politik yang tumbuh menjadi ideologi yang diprioritaskan dibanding pertimbangan agama maupun Gereja serta mengarah pada pengabaian sepenuhnya nilai dan kewajiban ketaatan di dalam Gereja.

 

Di pelbagai belahan dunia, perpecahan ini sangat nyata, meskipun tidak dibicarakan secara terbuka atau disangkal karena merupakan sesuatu yang nista. Inilah dosa dalam makna aslinya. Kerajaan dunia ini menjadi lebih penting, di dalam hati manusia ketimbang Kerajaan Allah.

 

Saya percaya bahwa dalam hal ini kita semua perlu sungguh melakukan pemeriksaan hati nurani dan bertobat. Perpecahan yang berkobar terutama adalah pekerjaan sosok yang bernama 'diabolos' yaitu, sang pencerai-berai, musuh yang menabur lalang, yang dirujuk Yesus dalam perumpamaan-Nya (lihat Mat 13:25).

 

Kita perlu belajar dari teladan Yesus dan Injil. Ia hidup pada masa pengutuban politik yang kuat. Ada empat kelompok : Farisi, Saduki, Herodian, dan Zelot. Yesus tidak memihak salah satu dari mereka dan dengan penuh semangat menolak upaya untuk ditarik ke salah satu kubu. Jemaat Kristiani yang paling awal dengan setia mengikuti-Nya dalam pilihan tersebut, memberikan teladan terutama bagi para gembala, yang perlu menjadi gembala dari seluruh umatnya, tidak hanya sebagian umat. Para gembala harus menjadi orang pertama yang sungguh melakukan pemeriksaan hati nurani. Mereka perlu bertanya pada diri sendiri ke manakah mereka memimpin umat mereka - ke posisi mereka atau ke posisi Yesus. Konsili Vatikan II secara khusus mempercayakan kepada kaum awam tugas untuk menerjemahkan dampak sosial, ekonomi dan politik dari penerapan Injil dalam beragam situasi sejarah, selalu dengan cara yang penuh hormat dan damai.

 

* * *

 

Jika ada karisma atau karunia khusus yang diserukan oleh Gereja Katolik untuk dipelihara demi seluruh Gereja Kristiani, persatuanlah tepatnya. Perjalanan Bapa Suci ke Irak baru-baru ini telah membuat kita melihat secara langsung betapa pentingnya bagi orang-orang yang tertindas atau yang selamat dari penganiayaan, kekejaman, dan perang untuk merasakan memiliki tubuh universal, dengan seseorang yang menyuarakan suaranya kepada mereka yang tidak bersuara, sehingga jeritan mereka dapat didengar oleh seluruh dunia dan harapan dihidupkan kembali. Sekali lagi amanat Kristus kepada Petrus, “Kuatkanlah saudara-saudaramu” (Luk 22:32) telah tergenapi.

 

Kepada Dia yang wafat di kayu salib “untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai” (Yoh 11:52), dengan jiwa yang rendah hati dan hati yang menyesal, kita lambungkan doa yang dialamatkan kepada-Nya oleh Gereja sebelum Komuni dalam setiap Misa :

 

Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah bersabda kepada para rasul, ‘Damai Kutinggalkan bagimu, damai-Ku Kuberikan kepadamu’. Jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu, dan restuilah kami supaya hidup bersatu dengan rukun sesuai dengan kehendak-Mu. Sebab Engkaulah Pengantara kami, kini dan sepanjang masa”.

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 3 April 2021)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.