“YANG SULUNG
DI ANTARA BANYAK SAUDARA” (Rm 8:29)
Pada tanggal 3
Oktober 2020, di makam Santo Fransiskus dari Asisi, Bapa Suci Paus Fransiskus
menandatangani ensiklik, “Tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial”, Fratelli
Tutti. Dalam waktu singkat, ensiklik tersebut membangkitkan kembali di
dalam hati banyak orang cita-cita menuju nilai universal tersebut; telah
menjelaskan banyak luka yang melanda dunia dewasa ini; telah menyarankan
beberapa cara untuk mencapai persaudaraan manusia yang nyata dan adil; serta
telah mendorong setiap orang - baik perorangan maupun secara kelembagaan -
untuk bekerja demi tujuan itu.
Ensiklik ini
ditujukan kepada khalayak yang sangat luas, di dalam maupun di luar Gereja,
bahkan praktis seluruh umat manusia. Ensiklik tersebut mencakup berbagai ranah
kehidupan, mulai dari ranah pribadi hingga ranah publik, dan dari lingkup
keagamaan hingga lingkup sosial-politik. Mengingat ruang lingkup universal,
ensiklik tersebut dengan tepat menghindari pembatasan diskusi pada aspek-aspek
yang menjadi ciri khas dan hanya dimiliki oleh umat Kristiani. Menjelang akhir
ensiklik, ada satu paragraf di mana landasan Injil persaudaraan terangkum.
Sedikit dalam kata-kata tetapi bermakna mendalam yang berbunyi :
Umat lain
minum dari sumber lain. Bagi kita, sumber mata air martabat dan persaudaraan
manusia ada di dalam Injil Yesus Kristus. Dari situlah muncul, “karena
pemikiran Kristiani dan tindakan Gereja, keutamaan yang diberikan pada
hubungan, perjumpaan dengan misteri suci lainnya, persekutuan universal dengan
seluruh keluarga manusia, sebagai panggilan semua orang" (Fratelli
Tutti, 277).
Misteri salib
yang sedang kita rayakan mengharuskan kita untuk berfokus tepatnya pada
landasan Kristologis persaudaraan yang diresmikan di Kalvari.
Kadang-kadang,
Perjanjian Baru menggunakan istilah saudara (adelfos) dalam makna
primitif, yang paling umum, yaitu saudara kandung, seseorang yang lahir dari
ayah yang sama dan ibu yang sama. Kedua, orang-orang yang berasal dari bangsa
atau suku bangsa yang sama disebut saudara. Paulus berkata bahwa ia bahkan mau
terkutuk - dan terpisah dari Kristus - demi saudara-saudaranya, "kaum
sebangsanya secara jasmani", kaum Israel (lihat Rm 9:3). Dalam konteks
tersebut, seperti dalam hal ihwal lainnya, saudara adalah istilah umum yang
mencakup laki-laki dan perempuan, saudara dan saudari.
Cakrawala
makna meluas hingga mencakup setiap pribadi manusia, hanya karena dalam
keutamaan seperti itu. Saudara, dalam pengertian ini, kadang-kadang
diterjemahkan dalam Kitab Suci sebagai sesama. "Barangsiapa membenci
saudaranya ..." (1Yoh 2:9) berarti "ia pun membenci sesamanya".
Ketika Yesus berkata : “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk
salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya
untuk Aku” (Mat 25:40), Ia bermaksud untuk menyertakan setiap orang yang
membutuhkan pertolongan.
Selain semua
nuansa ini, Perjanjian Baru juga menggunakan kata saudara untuk menunjukkan
sekelompok orang tertentu. Saudara-saudaraku adalah murid-murid Yesus, mereka
yang menyambut ajaran-Nya. “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?"
[...] Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku
laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (Mat 12:48-50).
Paskah
menandai perkembangan yang baru dan menentukan dalam hal ini. Dalam Misteri Paskah,
Kristus menjadi "yang sulung di antara banyak saudara" (Rm 8:29).
Murid-murid menjadi saudara dan saudari dalam arti yang baru dan sangat
mendalam. Mereka tidak hanya berbagi keyakinan dalam ajaran Yesus, tetapi juga
Roh-Nya, kehidupan-Nya yang baru sebagai Yang Bangkit.
Menariknya,
hanya setelah kebangkitan untuk pertama kalinya Yesus menyebut murid-murid-Nya
saudara. Ia memerintahkan Maria Magdalena, "Pergilah kepada
saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi
kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu" (Yoh 20:17). Surat
kepada orang Ibrani menggunakan istilah ini dalam arti serupa, “Sebab Ia yang
menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari satu Bapa;
itulah sebabnya Yesus tidak malu menyebut mereka saudara” (Ibr 2:11).
Setelah
peristiwa Paskah, inilah penggunaan yang paling umum dari istilah saudara.
Istilah tersebut menunjuk pada saudara seiman, anggota jemaat Kristiani. Juga
saudara sedarah - tetapi di dalam darah Kristus! Karena Kristus juga Allah,
persaudaraan ini unik dan juga transenden.
Persaudaraan
Kristus tidak menggantikan jenis persaudaraan lainnya, persaudaraan berdasarkan
keluarga, bangsa, atau suku bangsa, melainkan memahkotainya. Sebagai ciptaan
yang berasal dari Allah dan Bapa yang sama, semua manusia adalah saudara. Iman
Kristiani menambahkan dimensi kedua dan yang menentukan. Kita bersaudara bukan
hanya karena kita semua memiliki Bapa yang sama dalam hal penciptaan, tetapi
kita juga memiliki saudara yang sama, Kristus, “yang sulung di antara banyak
saudara” dalam keutamaan penebusan.
* * *
Beberapa
akibat praktis mengalir dari kebenaran ini. Kita membangun persaudaraan dengan
cara yang persis sama dengan kita membangun perdamaian, yang dimulai dari
dekat, dengan diri kita sendiri, bukan dengan strategi yang hebat dan ambisius,
tujuan yang abstrak. Bagi kita, membangun persaudaraan universal harus dimulai
dengan Gereja Katolik. Untuk kali ini, saya bahkan ingin mengesampingkan
lingkup kedua, yaitu persaudaraan yang ada di antara semua orang yang percaya
kepada Kristus, yaitu ekumenisme.
Persaudaraan
di antara umat Katolik terluka! Perpecahan di antara Gereja-gereja telah
mengoyak jubah Kristus hingga tercabik-cabik, dan lebih buruk lagi, setiap
sayatan telah tercabik-cabik menjadi sayatan yang lebih kecil. Tentu saja saya
berbicara perihal unsur manusiawinya, karena tidak seorang pun akan pernah
dapat mengoyak jubah Kristus yang sesungguhnya, tubuh mistik-Nya yang
digerakkan oleh Roh Kudus. Di mata Allah, Gereja adalah "satu, kudus,
katolik dan apostolik", dan akan tetap demikian sampai akhir dunia.
Tetapi, hal ini tidak meniadakan perpecahan kita, tetapi membuat perpecahan
tersebut semakin bersalah dan harus mendorong kita semakin kuat untuk menyembuhkannya.
Apa penyebab
paling umum dari getirnya perpecahan di antara umat Katolik? Penyebabnya bukan
dogma, bukan pula sakramen maupun pelayanan, tidak ada satu hal pun yang berkat
rahmat Allah semata kita lestarikan secara penuh dan bersifat universal.
Perpecahan yang mengutubkan umat Katolik berasal dari pilihan politik yang
tumbuh menjadi ideologi yang diprioritaskan dibanding pertimbangan agama maupun
Gereja serta mengarah pada pengabaian sepenuhnya nilai dan kewajiban ketaatan
di dalam Gereja.
Di pelbagai
belahan dunia, perpecahan ini sangat nyata, meskipun tidak dibicarakan secara
terbuka atau disangkal karena merupakan sesuatu yang nista. Inilah dosa dalam
makna aslinya. Kerajaan dunia ini menjadi lebih penting, di dalam hati manusia
ketimbang Kerajaan Allah.
Saya percaya
bahwa dalam hal ini kita semua perlu sungguh melakukan pemeriksaan hati nurani dan
bertobat. Perpecahan yang berkobar terutama adalah pekerjaan sosok yang bernama
'diabolos' yaitu, sang pencerai-berai, musuh yang menabur lalang, yang
dirujuk Yesus dalam perumpamaan-Nya (lihat Mat 13:25).
Kita perlu
belajar dari teladan Yesus dan Injil. Ia hidup pada masa pengutuban politik
yang kuat. Ada empat kelompok : Farisi, Saduki, Herodian, dan Zelot. Yesus
tidak memihak salah satu dari mereka dan dengan penuh semangat menolak upaya
untuk ditarik ke salah satu kubu. Jemaat Kristiani yang paling awal dengan
setia mengikuti-Nya dalam pilihan tersebut, memberikan teladan terutama bagi
para gembala, yang perlu menjadi gembala dari seluruh umatnya, tidak hanya sebagian
umat. Para gembala harus menjadi orang pertama yang sungguh melakukan
pemeriksaan hati nurani. Mereka perlu bertanya pada diri sendiri ke manakah
mereka memimpin umat mereka - ke posisi mereka atau ke posisi Yesus. Konsili
Vatikan II secara khusus mempercayakan kepada kaum awam tugas untuk
menerjemahkan dampak sosial, ekonomi dan politik dari penerapan Injil dalam
beragam situasi sejarah, selalu dengan cara yang penuh hormat dan damai.
* * *
Jika ada
karisma atau karunia khusus yang diserukan oleh Gereja Katolik untuk dipelihara
demi seluruh Gereja Kristiani, persatuanlah tepatnya. Perjalanan Bapa Suci ke
Irak baru-baru ini telah membuat kita melihat secara langsung betapa pentingnya
bagi orang-orang yang tertindas atau yang selamat dari penganiayaan, kekejaman,
dan perang untuk merasakan memiliki tubuh universal, dengan seseorang yang
menyuarakan suaranya kepada mereka yang tidak bersuara, sehingga jeritan mereka
dapat didengar oleh seluruh dunia dan harapan dihidupkan kembali. Sekali lagi
amanat Kristus kepada Petrus, “Kuatkanlah saudara-saudaramu” (Luk 22:32) telah
tergenapi.
Kepada Dia
yang wafat di kayu salib “untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah
yang tercerai-berai” (Yoh 11:52), dengan jiwa yang rendah hati dan hati yang
menyesal, kita lambungkan doa yang dialamatkan kepada-Nya oleh Gereja sebelum
Komuni dalam setiap Misa :
Tuhan Yesus
Kristus, Engkau telah bersabda kepada para rasul, ‘Damai Kutinggalkan bagimu,
damai-Ku Kuberikan kepadamu’. Jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi
perhatikanlah iman Gereja-Mu, dan restuilah kami supaya hidup bersatu dengan
rukun sesuai dengan kehendak-Mu. Sebab Engkaulah Pengantara kami, kini dan
sepanjang masa”.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 3 April 2021)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.