Saat kita
memperingati dengan rasa syukur karunia kursi Universitas Katolik ini, saya
ingin berbagi denganmu beberapa pemikiran sehubungan dengan namanya. Namanya
didedikasikan untuk Hati Kudus Yesus, sebagaimana hari ini, hari Jumat pertama
setiap bulan. Merenungkan Hati Yesus, kita dapat memperkenankan diri kita
dibimbing oleh tiga kata : ingatan, sengsara dan penghiburan.
Ingatan.
Mengingat [dalam bahasa Italia, ricordare], berarti "kembali ke
hati, kembali dengan hati". Ri-cordare. Apakah Hati Kudus Yesus
membuat kita kembali? Untuk apakah Ia melakukannya kepada kita : Hati Kristus
menunjukkan kepada kita Yesus yang mempersembahkan diri-Nya, hati Kristus
adalah kompendium kerahiman-Nya. Memandangnya – seperti yang dilakukan Yohanes
dalam Injil (19:31-37), wajar bagi kita untuk mengingat kebaikan-Nya, yang
diberikan secara cuma-cuma, yang tidak dapat diperjualbelikan; dan tanpa
syarat, tidak tergantung pada tindakan kita, berdaulat. Dan bergerak. Dalam
ketergesaan hari ini, di tengah seribu tugas dan kekhawatiran yang
terus-menerus, kita kehilangan kemampuan untuk tergerak dan merasakan kasih
sayang, karena kita sedang kehilangan kembali ke hati ini, yaitu ingatan ini,
kembali ke hati ini. Tanpa ingatan kita kehilangan akar kita, dan tanpa akar,
kita tidak bertumbuh. Adalah baik bagi kita untuk memelihara ingatan tentang
siapa yang telah mengasihi kita, memelihara kita, dan mengangkat kita. Saya
ingin memperbarui hari ini "terima kasih" saya atas perhatian dan
kasih sayang yang saya terima di sini. Saya percaya di masa pandemi ini adalah
baik bagi kita untuk mengingat bahkan saat-saat yang paling menderita : tidak
membuat kita sedih, tetapi agar tidak lupa, dan membimbing kita dalam pilihan
kita berdasarkan pertimbangan masa lalu terkini.
Saya
bertanya-tanya : bagaimana cara kerja ingatan kita? Sederhananya, kita dapat
mengatakan bahwa kita mengingat seseorang atau sesuatu ketika menyentuh hati
kita, ketika mengikat kita pada kasih sayang tertentu atau kurangnya kasih
sayang. Maka Hati Yesus menyembuhkan ingatan kita karena membawanya kembali ke
kasih sayang dasariah. Hati Yesus berakar pada dasar yang paling kokoh. Hati
Yesus mengingatkan kita bahwa, apa pun yang terjadi pada hidup kita, kita
dikasihi. Ya, kita adalah makhluk-makhluk yang dikasihi, anak-anak yang selalu
dikasihi Bapa dan, dalam hal apa pun, saudara dan saudari yang didenyutkan Hati
Kristus. Setiap kali kita mengintip ke dalam Hati itu, kita menemukan diri kita
“berakar serta berdasar di dalam kasih”, sebagaimana dikatakan Rasul Paulus
dalam Bacaan Pertama hari ini (Ef 3:17).
Marilah kita
membudidayakan ingatan ini, yang dikuatkan ketika kita bertatap muka dengan
Tuhan, terutama ketika kita memperkenankan diri kita dipandang dan dikasihi
oleh-Nya dalam adorasi. Tetapi kita juga dapat mengembangkan di antara kita
sendiri seni mengingat, menghargai wajah-wajah yang kita jumpai. Saya
memikirkan hari-hari yang melelahkan di rumah sakit, di universitas, di tempat
kerja. Kita menanggung risiko semuanya akan berlalu tanpa jejak, atau hanya
kelelahan dan keletihan yang tersisa. Adalah baik bagi kita, di malam hari,
untuk melihat kembali wajah-wajah yang telah kita temui, senyuman yang telah
kita terima, kata-kata yang baik. Semuanya adalah ingatan kasih dan membantu
ingatan kita menemukan dirinya kembali : semoga ingatan kita kembali menemukan
dirinya. Alangkah pentingnya ingatan ini berada di rumah sakit! Ingatan kita
dapat memberi makna pada hari si sakit. Sebuah kata persaudaraan, senyuman,
belaian di wajah : ini adalah ingatan yang menyembuhkan batin, ingatan membuat
hati yang baik. Janganlah kita melupakan terapi mengingat : itu sangat baik!
Sengsara
adalah kata yang kedua. Sengsara. Kata yang pertama adalah ingatan, mengingat;
kata yang kedua adalah sengsara. Hati Kristus bukan devosi kesalehan, sehingga
merasakan sedikit kehangatan batin; hati Kristus bukan gambar lembut yang
membangkitkan kasih sayang, bukan itu. Hati Kristus adalah hati yang penuh
kesengsaraan - baca saja Injil -, hati yang terluka oleh kasih, terkoyak untuk
kita di kayu salib. Kita telah mendengar bagaimana Injil berbicara tentang hal
itu : “Seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan
segera mengalir keluar darah dan air” (Yoh 19:34). Ditikam, Ia memberi; dalam
kematian, Ia memberi kita kehidupan. Hati Kudus adalah ikon Sengsara : Hati
Kudus menunjukkan kepada kita kelembutan Allah yang mendalam, sengsara-Nya demi
mengasihi kita, dan pada saat yang sama, ditinggikan oleh salib dan dikelilingi
oleh duri, Hati Kudus menunjukkan kepada kita berapa banyak penderitaan yang
harus dibayar demi keselamatan kita. Dalam kelembutan dan penderitaannya, Hati
itu mengungkapkan, singkatnya, apa sengsara Allah. Apa sengsara Allah? Manusia,
kita. Dan apa gaya Allah? Kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Inilah gaya
Allah : kedekatan, kasih sayang dan kelembutan.
Apa yang
disarankan hal ini? Bahwa, jika kita benar-benar ingin mengasihi Allah, kita
harus bersengsara berkenaan kemanusiaan, berkenaan semua umat manusia, terutama
mereka yang hidup dalam kondisi di mana Hati Yesus terwujud, yaitu penderitaan,
ditinggalkan dan penolakan; terutama dalam budaya membuang yang kita jalani
saat ini. Ketika kita melayani mereka yang menderita, kita menghibur dan
bersukacita di dalam Hati Kristus. Satu bagian Injil sangat mengejutkan.
Yohanes Penginjil, pada saat ia menceritakan lambung yang tertikam, yang
daripadanya darah dan air mengalir, memberikan kesaksian agar kita dapat
percaya (bdk. ayat 35). Santo Yohanes menulis, yaitu, pada saat itulah
kesaksian terjadi. Karena Hati Allah yang tertikam fasih berbicara. Hati Allah
yang tertikam berbicara tanpa kata-kata, karena Hati Allah yang tertikam adalah
kerahiman dalam keadaan murni, kasih yang terluka dan memberi kehidupan. Allah,
dengan kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Berapa banyak kata yang kita
ucapkan tentang Allah tanpa menunjukkan kasih! Tetapi kasih berbicara untuk
dirinya sendiri, tidak berbicara tentang dirinya sendiri. Marilah kita
memohonkan rahmat untuk bersengsara tentang orang yang menderita, bersengsara
tentang pelayanan, sehingga Gereja, sebelum mengucapkan kata-kata, dapat
memelihara hati yang berdenyut dengan kasih. Sebelum berbicara, semoga Gereja
belajar memelihara hatinya dalam kasih.
Kata yang
ketiga adalah penghiburan. Kata yang pertama adalah ingatan, kata yang kedua
adalah sengsara, kata yang ketiga adalah penghiburan. Kata yang ketiga
menunjukkan kekuatan yang tidak berasal dari kita, tetapi dari mereka yang
bersama kita : dari situlah kekuatan berasal. Yesus, Allah beserta kita,
memberi kita kekuatan ini, Hati-Nya memberi kita keberanian dalam kesulitan.
Begitu banyak ketidakpastian yang membuat kita takut : di masa pandemi ini kita
mendapati diri kita semakin kecil, semakin rapuh. Terlepas dari begitu banyak
kemajuan yang luar biasa, hal ini juga terbukti dalam bidang medis : begitu
banyak penyakit langka dan tidak diketahui! Ketika saya mendapati umat dalam
audiensi - terutama anak-anak - dan saya bertanya : "Apakah kamu
sakit?" - [mereka menjawab] “Penyakit langka”. Dewasa ini mereka begitu
banyak! Betapa sulitnya mengikuti patologi, dengan fasilitas perawatan, dengan
perawatan kesehatan yang seharusnya, untuk semua orang. Kita bisa menjadi putus
asa. Itulah mengapa kita membutuhkan penghiburan - kata yang ketiga. Hati Yesus
berdenyut untuk kita, selalu mengulangi kata-kata itu : "Beranilah,
beranilah, jangan takut, Aku di sini!". Keberanian, saudari, keberanian,
saudara, jangan berkecil hati, Tuhan Allahmu lebih besar dari penyakitmu, Ia
memegang tanganmu dan membelaimu, Ia dekat denganmu, Ia penyayang, Ia lemah
lembut. Ia adalah penghiburanmu.
Jika kita
melihat kenyataan dari keagungan Hati-Nya, sudut pandang berubah, pengetahuan
kita tentang kehidupan berubah karena, sebagaimana diingatkan Santo Paulus,
kita tahu "kasih Kristus yang melampaui segala pengetahuan" (Ef
3:19). Marilah kita mendorong diri kita dengan kepastian ini, dengan penghiburan
Allah. Dan marilah kita memohon kepada Hati Kudus rahmat untuk dapat menghibur
secara bergantian. Rahmat tersebut harus dimohonkan, karena kita dengan berani
berkomitmen untuk membuka diri, saling membantu, saling memikul beban. Rahmat
tersebut juga berlaku untuk masa depan perawatan kesehatan, terutama perawatan
kesehatan “Katolik” : berbagi, saling mendukung, bergerak maju bersama-sama.
Semoga Yesus
membuka hati mereka yang merawat orang sakit untuk bekerjasama dan bersatu
padu. Kepada Hati-Mu, Tuhan, kami mempercayakan panggilan kami untuk merawat :
marilah kita membuat setiap orang yang membutuhkan yang mendekati kita merasa
bahwa mereka dihargai oleh kita. Amin.
_____
(Peter
Suriadi - Bogor, 5 November 2021)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.