Dua
gambaran yang diambil dari sabda Allah yang telah kita dengar, dapat membantu
kita mendekati Yesus sebagai Raja Semesta Alam. Gambaran pertama, diambil dari
Kitab Wahyu dan dinubuatkan oleh nabi Daniel dalam Bacaan Pertama, dijelaskan
dalam kata-kata, “Ia datang dengan awan-awan” (Why 1:7; Dan 7:13). Acuannya
adalah kedatangan Yesus yang mulia sebagai Tuhan di akhir sejarah. Gambaran
kedua berasal dari Bacaan Injil : Kristus yang berdiri di hadapan Pilatus dan
berkata kepadanya : “Aku adalah Raja” (Yoh 18:37). Para sahabat muda yang
terkasih, ada baiknya untuk berhenti dan memikirkan dua gambaran Yesus ini,
ketika kita memulai perjalanan kita menuju Hari Orang Muda Sedunia 2023 di
Lisbon.
Maka,
marilah kita bercermin pada gambaran pertama : Yesus yang datang dengan
awan-awan. Gambaran itu membangkitkan kedatangan Kristus dalam kemuliaan di
akhir zaman; gambaran itu membuat kita menyadari bahwa kata terakhir dalam
hidup kita adalah milik Yesus, bukan milik kita. Ia adalah – demikian Kitab
Suci memberitahu kita – yang “yang berkendaraan melintasi awan-awan” (Mzm
68:5), yang kekuasaan-Nya di dalam awan-awan (bdk. Mzm 68:35). Ia adalah Tuhan,
matahari yang terbit dari tempat tinggi dan tidak pernah terbenam, Ia yang
bertahan sementara segala sesuatu yang lain berlalu, harapan kita yang pasti
dan kekal. Ia adalah Tuhan. Nubuat harapan ini menerangi malam-malam kita.
Nubuat harapan ini memberitahu kita bahwa Allah memang datang, Ia hadir dan
berkarya, menuntun sejarah kita menuju diri-Nya, menuju segenap kebaikan. Ia
datang “dengan awan-awan” untuk meyakinkan kita. Seolah-olah mengatakan : “Aku
tidak akan meninggalkanmu sendirian saat badai melanda hidupmu. Aku selalu
bersamamu. Aku datang untuk membawa kembali langit yang cerah”.
Nabi
Daniel, di sisi lain, memberitahu kita bahwa ia melihat Tuhan datang dengan
awan-awan saat ia “terus melihat dalam penglihatan malam” (Dan 7:13).
Penglihatan malam : Allah juga datang di waktu malam, di tengah awan gelap yang
sering menyelimuti hidup kita. Kita semua tahu saat-saat seperti itu. Kita
harus bisa mengenalinya, melihat melampaui malam, menengadah untuk melihat-Nya
di tengah kegelapan.
Kaum
muda yang terkasih, semoga kamu juga “terus melihat dalam penglihatan malam”!
Apa artinya ini? Artinya memperkenankan matamu tetap cerah bahkan di tengah
kegelapan. Jangan pernah berhenti mencari terang di tengah kegelapan apa pun
yang mungkin sering kita pikul dalam hati kita atau lihat di sekitar kita.
Angkatlah pandanganmu dari bumi ke surga, bukan untuk melarikan diri tetapi
untuk menahan godaan tetap terpenjara oleh ketakutan kita, karena selalu ada
bahaya ketakutan kita itu akan menguasai kita. Jangan tetap tertutup pada diri
dan keluhan kita. Angkatlah matamu! Bangunlah! Inilah kata-kata penyemangat
yang disampaikan Tuhan kepada kita, ajakan untuk mengangkat mata kita, untuk
bangun, dan saya ingin mengulanginya dalam Pesan saya kepadamu untuk tahun
perjalanan bersama ini. Kamu telah dipercayakan dengan tugas yang menarik
tetapi juga menantang : berdiri tegak sementara segala sesuatu di sekitar kita
tampaknya runtuh; menjadi penjaga yang siap melihat cahaya dalam penglihatan
malam; menjadi pembangun di tengah banyak reruntuhan dunia dewasa ini; mampu bermimpi.
Ini sangat penting : kaum muda yang tidak bisa bermimpi, sayangnya menjadi tua
sebelum waktunya! Mampu bermimpi, karena inilah apa yang dilakukan orang yang
bermimpi: mereka tidak tinggal dalam kegelapan, tetapi menyalakan lilin, nyala
harapan yang mengumumkan datangnya fajar. Bermimpilah, bergegaslah, dan
tataplah masa depan dengan berani.
Saya
ingin memberitahumu sesuatu : kami, kami semua, berterima kasih kepadamu ketika
kamu bermimpi. "Tetapi sungguhkah? Ketika kaum muda bermimpi, terkadang mereka
membuat kegaduhan…”. Buatlah kebisingan, karena kebisinganmu adalah buah
impianmu. Ketika kamu menjadikan Yesus sebagai impian hidupmu, dan kamu
memeluk-Nya dengan sukacita dan kegairahan yang memapar, itu berarti kamu tidak
ingin hidup di waktu malam. Ini bagus untuk kita! Terima kasih untuk segenap
waktu ketika kamu bekerja dengan berani untuk mewujudkan impianmu, ketika kamu
tetap percaya pada cahaya bahkan di saat-saat gelap, ketika dengan penuh
semangat kamu berketetapan untuk menjadikan dunia kita lebih indah dan
manusiawi. Terima kasih untuk segenap waktu ketika kamu memupuk mimpi
persaudaraan, bekerja untuk menyembuhkan luka-luka ciptaan Allah, berjuang
untuk memastikan penghormatan terhadap martabat kaum lemah dan menyebarkan
semangat kesetiakawanan dan berbagi. Terima kasih terutama, karena di dunia
yang hanya memikirkan keuntungan dewasa ini, yang cenderung melumpuhkan
cita-cita besar, kamu tidak kehilangan kemampuan untuk bermimpi di dunia ini!
Jangan menjalani hidupmu dengan mati rasa atau tertidur. Justru, bermimpilah
dan hiduplah. Ini membantu kami kaum dewasa, dan juga Gereja. Ya, sebagai
Gereja juga, kita perlu bermimpi, kita membutuhkan semangat muda untuk menjadi
saksi-saksi Allah yang selalu muda!
Perkenankanlah
saya memberitahumu hal lain : banyak impianmu sama dengan impian Injil.
Persaudaraan, kesetiakawanan, keadilan, perdamaian : ini adalah impian Yesus
bagi umat manusia. Jangan takut berjumpa Yesus : Ia mencintai impianmu dan
membantumu mewujudkannya. Kardinal Martini biasa mengatakan bahwa Gereja dan
masyarakat membutuhkan “pemimpi yang tetap terbuka terhadap kejutan Roh Kudus”
(Conversazioni notturne a Gerusalemme, Sul rischio della fede, hlm. 61).
Pemimpi yang membuat kita tetap terbuka terhadap kejutan Roh Kudus. Ini indah!
Saya berharap dan berdoa agar kamu menjadi salah seorang pemimpi ini!
Sekarang
kita sampai pada gambaran kedua, yaitu Yesus yang berkata kepada Pilatus : “Aku
adalah raja”. Kita dikejutkan oleh ketetapan hati Yesus, keberanian-Nya,
kebebasan tertinggi-Nya. Yesus ditangkap, dibawa ke pengadilan, diinterogasi
oleh mereka yang memiliki kuasa untuk menjatuhkan hukuman mati kepada-Nya.
Dalam situasi seperti itu, Ia memiliki hak untuk membela diri, dan bahkan
“melakukan pengupayaan” dengan berkompromi. Sebaliknya, Yesus tidak
menyembunyikan jatidiri-Nya, tidak menutupi niat-Nya, atau memanfaatkan celah
yang bahkan ditinggalkan Pilatus untuk-Nya. Dengan keberanian yang lahir dari
kebenaran, Ia menjawab : "Aku adalah raja". Ia bertanggung jawab atas
hidup-Nya : Aku memiliki perutusan dan Aku akan melaksanakannya untuk menjadi
saksi Kerajaan Bapa-Ku. “Untuk itulah”, kata-Nya, “Aku lahir dan untuk itulah
Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran”
(Yoh 18:37). Inilah Yesus, yang datang tanpa bermuka dua, untuk menyatakan
melalui hidup-Nya bahwa Kerajaan-Nya berbeda dari kerajaan-kerajaan dunia;
Allah tidak memerintah untuk memperbesar kuasa-Nya dan menghancurkan orang
lain; Ia tidak memerintah dengan kekuatan senjata. Kekuatan-Nya adalah Kerajaan
kasih : "Aku adalah raja", tetapi raja Kerajaan kasih; "Aku
adalah raja" dari Kerajaan orang-orang yang memberikan hidup mereka untuk
keselamatan orang lain.
Kaum
muda yang terkasih, kebebasan Yesus menarik kita masuk. Marilah kita
memperkenankannya bergema di dalam diri kita, menantang kita, membangkitkan
dalam diri kita keberanian yang lahir dari kebenaran. Marilah kita bertanya
pada diri kita sendiri : Jika aku berada di posisi Pilatus, menatap mata Yesus,
apa yang membuatku malu? Berhadapan dengan kebenaran Yesus, kebenaran yang
adalah Yesus, apa saja caraku menipu atau mendua, caraku yang tidak berkenan
kepada-Nya? Kita masing-masing akan menemukan cara seperti itu. Carilah
cara-cara itu, dapati cara-cara itu. Kita semua memiliki duplikat ini, kompromi
ini, "pengupayaan hal-hal" ini sehingga salib akan enyah. Ada baiknya
berdiri di hadapan Yesus, yang adalah kebenaran, untuk dibebaskan dari khayalan
kita. Ada baiknya menyembah Yesus, dan sebagai hasilnya, bebas secara batiniah,
melihat kehidupan sebagaimana adanya, dan tidak tertipu oleh corak dewasa ini
dan tampilan konsumerisme yang mempesona dan sekaligus mematikan. Para sahabat,
kita di sini bukan untuk terpesona oleh sirene dunia, tetapi menggenggam hidup
kita, "menggigit kehidupan", untuk menjalaninya sepenuhnya!
Dengan
cara ini, dengan kebebasan Yesus, kita menemukan keberanian yang kita butuhkan
untuk berenang menentang arus. Saya ingin menekankan hal ini : berenang
menentang arus, memiliki keberanian untuk berenang menentang arus. Berenang
menentang orang lain, seperti para korban yang tiada henti dan ahli teori
konspirasi yang selalu menyalahkan orang lain bukan godaan sehari-hari; malahan
menentang arus yang tidak sehat dari keegoisan, pikiran tertutup dan kekakuan
kita, yang sering mencari kelompok yang berpikiran sama untuk bertahan hidup.
Bukan ini, tetapi berenang menentang arus untuk menjadi semakin seperti Yesus.
Karena Ia mengajarkan kita untuk menghadapi kejahatan hanya dengan kekuatan
kebaikan yang lembut dan hina. Tanpa jalan pintas, tanpa tipu daya, tanpa
bermuka dua. Dunia kita, yang diliputi oleh begitu banyak kejahatan, tidak
memerlukan kompromi yang semakin mendua, orang-orang yang bergerak maju mundur
seperti air pasang – ke mana pun angin meniup mereka, ke situlah kepentingan
mereka membawa diri mereka – atau berayun ke kanan atau ke kiri, tergantung
pada apa yang paling nyaman, orang-orang yang "duduk di pagar". Orang
Kristiani seperti itu tampaknya lebih merupakan seorang “penyeimbang” daripada
seorang Kristiani. Orang-orang yang selalu melakukan tindakan penyeimbang
mencari cara untuk menghindari tangan mereka kotor, agar tidak membahayakan
hidup mereka, tidak menganggap sungguh-sungguh kehidupan. Tolong, takutlah
menjadi anak muda seperti itu. Sebaliknya, menjadi bebas dan otentik, menjadi
hati nurani masyarakat yang kritis. Jangan takut untuk melontarkan kritik! Kami
membutuhkan kritikmu. Kebanyakan daripadamu, misalnya, kritis terhadap
pencemaran lingkungan. Kita membutuhkan hal ini! Bebas dalam melontarkan kritik!.
Bersemangatlah tentang kebenaran, sehingga, dengan impianmu, Kamu dapat
mengatakan : "Hidupku tidak tertawan oleh pola pikir dunia : aku bebas,
karena aku memerintah bersama Yesus demi keadilan, cinta, dan kedamaian!"
Kaum muda yang terkasih, saya berharap dan berdoa agar kamu masing-masing dapat
dengan penuh sukacita mengatakan : “Bersama Yesus, aku pun adalah raja”. Aku
juga memerintah : sebagai tanda yang hidup dari kasih Allah, belas kasih dan
kelembutan-Nya. Aku seorang pemimpi, terpesona oleh cahaya Injil, dan aku
melihat dengan harapan dalam penglihatan malam. Dan setiap kali aku jatuh, aku
menemukan lagi dalam diri Yesus keberanian untuk terus berjuang dan berharap,
keberanian untuk terus bermimpi. Di setiap tahap kehidupan.
______
(Peter
Suriadi - Bogor, 21 November 2021)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.