NB : berhubung Paus
Fransiskus masih mengalami cedera kaki yang tidak memungkinkannya untuk berdiri
lama, Misa dipersembahkan oleh Uskup Agung Mgr. Richard Gallagher.
Bobóto [Kedamaian] R / Bondeko [Persaudaraan]
Bondéko [Persaudaraan] R / Esengo [Sukacita]
Saya
senang, sukacita : sabda Allah yang telah kita dengar memenuhi kita dengan
sukacita. Mengapa, saudara-saudari? Karena, seperti dikatakan Yesus dalam
Bacaan Injil, "Kerajaan Allah sudah dekat" (Luk 10:11). Kerajaan
Allah dekat : tetapi belum tercapai, sebagian tersembunyi, tetapi dekat dengan
kita. Dan kedekatan Allah di dalam Yesus ini, kedekatan Allah yang adalah Yesus
ini, adalah sumber sukacita kita : kita dikasihi dan kita tidak pernah
ditinggalkan sendirian. Tetapi sukacita yang berasal dari kedekatan Allah,
seraya memberikan kedamaian, tidak membiarkanmu dalam kedamaian. Sukacita
tersebut memberi kedamaian dan tidak meninggalkan kita sendirian, sukacita
tertentu. Sukacita tersebut menyebabkan titik balik dalam diri kita : dipenuhi
dengan keheranan, kejutan, mengubah kehidupan.
Dan
perjumpaan dengan Tuhan adalah awal yang berkelanjutan, langkah maju yang
berkelanjutan. Tuhan selalu mengubah hidup kita. Inilah apa yang terjadi pada
para murid dalam Bacaan Injil : untuk mewartakan kedekatan Allah mereka pergi
jauh, mereka pergi bermisi. Karena barang siapa yang menyambut Yesus merasa
harus meneladani-Nya, berbuat apa yang Ia perbuat, karena Ia meninggalkan surga
untuk melayani kita di bumi, dan Ia keluar dari diri-Nya sendiri. Oleh karena
itu, jika kita bertanya pada diri kita apa tugas kita di dunia, apa yang harus
kita perbuat sebagai Gereja dalam sejarah, Bacaan Injil menjawab dengan jelas :
misi. Pergi bermisi, mewartakan, mengumandangkan bahwa Yesus berasal dari Bapa.
Sebagai
orang Kristiani kita tidak bisa berpuas dengan hidup dalam keadaan biasa-biasa
saja. Dan ini adalah sebuah penyakit; begitu banyak orang Kristiani, kita juga
memiliki bahaya hidup dalam keadaan biasa-biasa saja, berurusan dengan
kemungkinan dan kenyamanan kita, hidup untuk hari ini. Tidak, kita adalah para
misionaris Yesus. Kita semua adalah para misionaris Yesus. Tetapi kamu dapat
mengatakan : "Aku tidak tahu bagaimana melakukannya, aku tidak
mampu!". Bacaan Injil masih membuat kita heran, menunjukkan kepada kita
Tuhan yang mengutus murid-murid tanpa menunggu mereka siap dan terlatih dengan
baik : mereka sudah lama tidak bersama-Nya, namun Ia mengutus mereka. Mereka
belum belajar teologi, namun Ia mengutus mereka. Dan cara Ia mengutus mereka
juga penuh kejutan. Oleh karena itu kita menangkap tiga kejutan, tiga hal yang
membuat kita heran, tiga kejutan misioner yang disediakan Yesus untuk
murid-murid-Nya dan disediakan untuk kita masing-masing jika kita
mendengarkan-Nya.
Kejutan
pertama : perlengkapan. Untuk bermisi di tempat yang tidak diketahui, kamu perlu
membawa beberapa benda, tentu saja benda yang penting. Sebaliknya, Yesus tidak
mengatakan apa yang harus dibawa, tetapi apa yang tidak boleh dibawa :
"Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut" (ayat 4).
Hampir tidak ada : tidak ada bagasi, tidak ada keamanan, tidak ada bantuan.
Kita sering berpikir bahwa prakarsa gerejawi kita tidak berjalan dengan baik
karena ketiadaan tatanan, uang dan sarana : ini tidak benar. Penyangkalan
datang dari Yesus sendiri. Saudara, saudari, kita tidak percaya pada kekayaan
dan kita tidak takut pada kemiskinan, baik material maupun manusiawi. Semakin
kita bebas dan sederhana, kecil dan rendah hati, semakin Roh Kudus membimbing
misi dan menjadikan kita pelaku utama dari keheranannya. Tinggalkan ruang untuk
Roh Kudus!
Bagi
Kristus, perlengkapan dasar kita bukan itu : saudara. Hal ini membuat
penasaran. "Ia mengutus mereka berdua-dua" (ayat 1), kata Bacaan
Injil. Tidak sendirian, tidak sendirian, selalu bersama saudara di sampingnya.
Tidak pernah tanpa saudara, karena tidak ada misi tanpa persekutuan. Tidak ada
dikatakan bahwa misi berhasil tanpa memperhatikan orang lain. Jadi kita dapat
bertanya pada diri kita sendiri : sebagai seorang Kristiani, apakah aku lebih
memikirkan ketiadaanku untuk hidup dengan baik, atau apakah aku memikirkan
untuk dekat dengan saudara-saudaraku, peduli terhadap mereka?
Kita
sampai pada kejutan kedua perutusan : pesan. Masuk akal memikirkan bahwa, untuk
mempersiapkan pewartaan, para murid harus belajar apa yang harus dikatakan,
mempelajari isinya secara menyeluruh, menyiapkan khotbah yang meyakinkan dan
diucapkan dengan baik. Ini benar. Saya juga melakukannya. Sebaliknya Yesus
memberi mereka hanya dua frasa kecil. Yang pertama tampaknya bahkan berlebihan,
karena merupakan salam : "Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah
lebih dahulu: 'Damai sejahtera bagi rumah ini!'" (ayat 5). Artinya, Tuhan
berketetapan untuk menampilkan diri, di mana saja, sebagai duta kedamaian.
Seorang Kristiani selalu membawa kedamaian. Seorang Kristiani bekerja untuk
membawa kedamaian ke tempat itu. Inilah tanda yang membedakan : orang Kristiani
adalah pembawa kedamaian, karena Kristus adalah kedamaian. Dari sini kita
mengenali jika kita berasal dari Dia. Sebaliknya, jika kita menyebarkan gosip
dan kecurigaan, kita menciptakan perpecahan, kita menghalangi persekutuan, kita
menempatkan milik kita di atas segalanya, kita tidak bertindak dalam nama
Yesus. Kedamaian. Hari ini, saudara-saudari terkasih, marilah kita berdoa untuk
kedamaian dan rekonsiliasi di tanah airmu, di Republik Demokratik Kongo yang
terluka dan tereksploitasi. Kita bergabung dengan Misa yang dirayakan di negara
itu sesuai dengan ujud ini dan berdoa agar orang Kristiani menjadi saksi
kedamaian, yang mampu mengatasi perasaan balas dendam, mengatasi godaan bahwa
rekonsiliasi tidak mungkin, keterikatan yang tidak sehat dengan kelompok mereka
sendiri yang mengarah pada meremehkan orang lain.
Saudara,
saudari, kedamaian dimulai dari diri kita; kedamaian dimulai dengan dirimu dan
saya, kita masing-masing, hati kita masing-masing. Jika kamu menjalani
kedamaian-Nya, Yesus datang dan keluargamu, masyarakatmu berubah. Mereka
berubah jika hatimu tidak berperang sejak awal, tidak dipersenjatai dengan
kebencian dan kemarahan, tidak terbagi-bagi, tidak ganda, tidak keliru.
Menempatkan kedamaian dan ketertiban dalam hati, meredakan keserakahan,
memadamkan kebencian dan dendam, menghindari korupsi, menghindari kecurangan
dan kelicikan: di sinilah kedamaian dimulai. Kita ingin selalu bertemu dengan
orang-orang yang lemah lembut, baik, penuh kedamaian, dimulai dari kerabat dan
sesama kita. Tetapi Yesus berkata : “Kamu membawa kedamaian ke rumahmu, kamu
mulai menghormati istrimu dan mencintainya dengan hatinya, menghormati dan
merawat anak-anak, orang tua dan sesama. Saudara-saudari, tolong hidup dalam
kedamaian, nyalakan kedamaian dan kedamaian akan bersemayam di rumahmu, dalam
Gerejamu, di negaramu”.
Setelah
salam damai, semua pesan yang dipercayakan kepada para murid dirangkum menjadi
beberapa kata yang di dalamnya kita memulai dan yang diulangi Yesus sebanyak
dua kali : "Kerajaan Allah sudah dekat denganmu! […] Kerajaan Allah sudah
dekat” (ayat 9.11). Mewartakan kedekatan Allah, yang merupakan gaya-Nya; Gaya
Allah jelas: kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Ini adalah gaya Allah.
Mewartakan kedekatan Allah adalah hal yang hakiki. Harapan dan pertobatan
berasal dari sini : dari percaya bahwa Allah dekat dan menjaga kita : Ia adalah
Bapa kita semua, yang menginginkan kita semua bersaudara. Jika kita hidup di
bawah tatapan ini, dunia tidak akan lagi menjadi medan perang, tetapi taman
kedamaian; sejarah tidak akan menjadi perlombaan untuk mencapai garis akhir
paling dulu, tetapi sebuah peziarahan bersama. Semua ini - marilah kita ingat
dengan baik - tidak membutuhkan khotbah yang bagus, tetapi sedikit kata dan
banyak kesaksian. Jadi kita bisa bertanya pada diri kita sendiri : apakah
setiap orang yang bertemu denganku melihat aku sebagai saksi kedamaian dan
kedekatan Allah atau orang yang gelisah, pemarah, tidak toleran, suka berperang?
Apakah aku menunjukkan Yesus atau menyembunyikan-Nya dalam sikap suka berperang
ini?
Setelah
perlengkapan dan pesan, kejutan ketiga misi ini menyangkut gaya kita. Demi Dia,
Yesus meminta untuk pergi ke dunia "seperti anak domba ke tengah-tengah
serigala" (ayat 3). Akal sehat dunia mengatakan sebaliknya : memaksakan
diri, mengungguli! Kristus, di sisi lain, membutuhkan domba, bukan serigala. Ia
tidak bermaksud naif - tidak, tolong! - tetapi membenci setiap naluri supremasi
dan penindasan, keserakahan dan kepemilikan. Ia yang hidup sebagai anak domba
tidak menyerang, ia tidak rakus : ia berada di dalam kawanan, dengan orang
lain, dan menemukan keamanan di dalam Gembala-Nya, bukan dalam kekuatan atau
kesombongan, bukan dalam keserakahan akan uang dan barang yang juga menyebabkan
begitu banyak merugikan Republik Demokratik Kongo. Murid Yesus menolak
kekerasan, ia tidak menyakiti siapa pun - ia adalah orang yang penuh kedamaian
- ia mengasihi semua orang. Dan jika hal ini tampak baginya sebagai pecundang,
ia melihat Sang Gembalanya, Yesus, Anak Domba Allah yang dengan demikian
menaklukkan dunia, di kayu salib. Jadi Ia memenangkan dunia. Dan apakah aku -
marilah kita kembali bertanya pada diri kita sendiri - hidup sebagai anak
domba, seperti Yesus, atau sebagai serigala, seperti yang diajarkan oleh roh
dunia, roh yang membawa perang? Roh itu yang membuat perang, yang
menghancurkan.
Semoga
Tuhan membantu kita menjadi misionaris hari ini, pergi bersama saudara-saudari
kita; memiliki kedamaian di bibirnya dan kedekatan dengan Allah; membawa dalam
hati kelembutan dan kebaikan Yesus, Sang Anak Domba yang menghapus dosa dunia.
Moto azalí na matói
ma koyóka
[Siapa yang bertelinga hendaknya mendengar]
R
/ Ayoka [Berniat]
Moto azali na motém
_____
(Peter
Suriadi - Bogor, 3 Juli 2022)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.