Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XIV (MISA UNTUK UMAT KONGO DI ROMA) 3 Juli 2022 : TIGA KEJUTAN MISIONER

Bacaan Ekaristi : Yes. 66:10-14c; Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a,16,20; Gal. 6:14-18; Luk. 10:1-12,17-20.

 

NB : berhubung Paus Fransiskus masih mengalami cedera kaki yang tidak memungkinkannya untuk berdiri lama, Misa dipersembahkan oleh Uskup Agung Mgr. Richard Gallagher.

 

Bobóto [Kedamaian] R / Bondeko [Persaudaraan]

Bondéko [Persaudaraan] R / Esengo [Sukacita]

 

Saya senang, sukacita : sabda Allah yang telah kita dengar memenuhi kita dengan sukacita. Mengapa, saudara-saudari? Karena, seperti dikatakan Yesus dalam Bacaan Injil, "Kerajaan Allah sudah dekat" (Luk 10:11). Kerajaan Allah dekat : tetapi belum tercapai, sebagian tersembunyi, tetapi dekat dengan kita. Dan kedekatan Allah di dalam Yesus ini, kedekatan Allah yang adalah Yesus ini, adalah sumber sukacita kita : kita dikasihi dan kita tidak pernah ditinggalkan sendirian. Tetapi sukacita yang berasal dari kedekatan Allah, seraya memberikan kedamaian, tidak membiarkanmu dalam kedamaian. Sukacita tersebut memberi kedamaian dan tidak meninggalkan kita sendirian, sukacita tertentu. Sukacita tersebut menyebabkan titik balik dalam diri kita : dipenuhi dengan keheranan, kejutan, mengubah kehidupan.

 

Dan perjumpaan dengan Tuhan adalah awal yang berkelanjutan, langkah maju yang berkelanjutan. Tuhan selalu mengubah hidup kita. Inilah apa yang terjadi pada para murid dalam Bacaan Injil : untuk mewartakan kedekatan Allah mereka pergi jauh, mereka pergi bermisi. Karena barang siapa yang menyambut Yesus merasa harus meneladani-Nya, berbuat apa yang Ia perbuat, karena Ia meninggalkan surga untuk melayani kita di bumi, dan Ia keluar dari diri-Nya sendiri. Oleh karena itu, jika kita bertanya pada diri kita apa tugas kita di dunia, apa yang harus kita perbuat sebagai Gereja dalam sejarah, Bacaan Injil menjawab dengan jelas : misi. Pergi bermisi, mewartakan, mengumandangkan bahwa Yesus berasal dari Bapa.

 

Sebagai orang Kristiani kita tidak bisa berpuas dengan hidup dalam keadaan biasa-biasa saja. Dan ini adalah sebuah penyakit; begitu banyak orang Kristiani, kita juga memiliki bahaya hidup dalam keadaan biasa-biasa saja, berurusan dengan kemungkinan dan kenyamanan kita, hidup untuk hari ini. Tidak, kita adalah para misionaris Yesus. Kita semua adalah para misionaris Yesus. Tetapi kamu dapat mengatakan : "Aku tidak tahu bagaimana melakukannya, aku tidak mampu!". Bacaan Injil masih membuat kita heran, menunjukkan kepada kita Tuhan yang mengutus murid-murid tanpa menunggu mereka siap dan terlatih dengan baik : mereka sudah lama tidak bersama-Nya, namun Ia mengutus mereka. Mereka belum belajar teologi, namun Ia mengutus mereka. Dan cara Ia mengutus mereka juga penuh kejutan. Oleh karena itu kita menangkap tiga kejutan, tiga hal yang membuat kita heran, tiga kejutan misioner yang disediakan Yesus untuk murid-murid-Nya dan disediakan untuk kita masing-masing jika kita mendengarkan-Nya.

 

Kejutan pertama : perlengkapan. Untuk bermisi di tempat yang tidak diketahui, kamu perlu membawa beberapa benda, tentu saja benda yang penting. Sebaliknya, Yesus tidak mengatakan apa yang harus dibawa, tetapi apa yang tidak boleh dibawa : "Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut" (ayat 4). Hampir tidak ada : tidak ada bagasi, tidak ada keamanan, tidak ada bantuan. Kita sering berpikir bahwa prakarsa gerejawi kita tidak berjalan dengan baik karena ketiadaan tatanan, uang dan sarana : ini tidak benar. Penyangkalan datang dari Yesus sendiri. Saudara, saudari, kita tidak percaya pada kekayaan dan kita tidak takut pada kemiskinan, baik material maupun manusiawi. Semakin kita bebas dan sederhana, kecil dan rendah hati, semakin Roh Kudus membimbing misi dan menjadikan kita pelaku utama dari keheranannya. Tinggalkan ruang untuk Roh Kudus!

 

Bagi Kristus, perlengkapan dasar kita bukan itu : saudara. Hal ini membuat penasaran. "Ia mengutus mereka berdua-dua" (ayat 1), kata Bacaan Injil. Tidak sendirian, tidak sendirian, selalu bersama saudara di sampingnya. Tidak pernah tanpa saudara, karena tidak ada misi tanpa persekutuan. Tidak ada dikatakan bahwa misi berhasil tanpa memperhatikan orang lain. Jadi kita dapat bertanya pada diri kita sendiri : sebagai seorang Kristiani, apakah aku lebih memikirkan ketiadaanku untuk hidup dengan baik, atau apakah aku memikirkan untuk dekat dengan saudara-saudaraku, peduli terhadap mereka?

 

Kita sampai pada kejutan kedua perutusan : pesan. Masuk akal memikirkan bahwa, untuk mempersiapkan pewartaan, para murid harus belajar apa yang harus dikatakan, mempelajari isinya secara menyeluruh, menyiapkan khotbah yang meyakinkan dan diucapkan dengan baik. Ini benar. Saya juga melakukannya. Sebaliknya Yesus memberi mereka hanya dua frasa kecil. Yang pertama tampaknya bahkan berlebihan, karena merupakan salam : "Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: 'Damai sejahtera bagi rumah ini!'" (ayat 5). Artinya, Tuhan berketetapan untuk menampilkan diri, di mana saja, sebagai duta kedamaian. Seorang Kristiani selalu membawa kedamaian. Seorang Kristiani bekerja untuk membawa kedamaian ke tempat itu. Inilah tanda yang membedakan : orang Kristiani adalah pembawa kedamaian, karena Kristus adalah kedamaian. Dari sini kita mengenali jika kita berasal dari Dia. Sebaliknya, jika kita menyebarkan gosip dan kecurigaan, kita menciptakan perpecahan, kita menghalangi persekutuan, kita menempatkan milik kita di atas segalanya, kita tidak bertindak dalam nama Yesus. Kedamaian. Hari ini, saudara-saudari terkasih, marilah kita berdoa untuk kedamaian dan rekonsiliasi di tanah airmu, di Republik Demokratik Kongo yang terluka dan tereksploitasi. Kita bergabung dengan Misa yang dirayakan di negara itu sesuai dengan ujud ini dan berdoa agar orang Kristiani menjadi saksi kedamaian, yang mampu mengatasi perasaan balas dendam, mengatasi godaan bahwa rekonsiliasi tidak mungkin, keterikatan yang tidak sehat dengan kelompok mereka sendiri yang mengarah pada meremehkan orang lain.

 

Saudara, saudari, kedamaian dimulai dari diri kita; kedamaian dimulai dengan dirimu dan saya, kita masing-masing, hati kita masing-masing. Jika kamu menjalani kedamaian-Nya, Yesus datang dan keluargamu, masyarakatmu berubah. Mereka berubah jika hatimu tidak berperang sejak awal, tidak dipersenjatai dengan kebencian dan kemarahan, tidak terbagi-bagi, tidak ganda, tidak keliru. Menempatkan kedamaian dan ketertiban dalam hati, meredakan keserakahan, memadamkan kebencian dan dendam, menghindari korupsi, menghindari kecurangan dan kelicikan: di sinilah kedamaian dimulai. Kita ingin selalu bertemu dengan orang-orang yang lemah lembut, baik, penuh kedamaian, dimulai dari kerabat dan sesama kita. Tetapi Yesus berkata : “Kamu membawa kedamaian ke rumahmu, kamu mulai menghormati istrimu dan mencintainya dengan hatinya, menghormati dan merawat anak-anak, orang tua dan sesama. Saudara-saudari, tolong hidup dalam kedamaian, nyalakan kedamaian dan kedamaian akan bersemayam di rumahmu, dalam Gerejamu, di negaramu”.

 

Setelah salam damai, semua pesan yang dipercayakan kepada para murid dirangkum menjadi beberapa kata yang di dalamnya kita memulai dan yang diulangi Yesus sebanyak dua kali : "Kerajaan Allah sudah dekat denganmu! […] Kerajaan Allah sudah dekat” (ayat 9.11). Mewartakan kedekatan Allah, yang merupakan gaya-Nya; Gaya Allah jelas: kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Ini adalah gaya Allah. Mewartakan kedekatan Allah adalah hal yang hakiki. Harapan dan pertobatan berasal dari sini : dari percaya bahwa Allah dekat dan menjaga kita : Ia adalah Bapa kita semua, yang menginginkan kita semua bersaudara. Jika kita hidup di bawah tatapan ini, dunia tidak akan lagi menjadi medan perang, tetapi taman kedamaian; sejarah tidak akan menjadi perlombaan untuk mencapai garis akhir paling dulu, tetapi sebuah peziarahan bersama. Semua ini - marilah kita ingat dengan baik - tidak membutuhkan khotbah yang bagus, tetapi sedikit kata dan banyak kesaksian. Jadi kita bisa bertanya pada diri kita sendiri : apakah setiap orang yang bertemu denganku melihat aku sebagai saksi kedamaian dan kedekatan Allah atau orang yang gelisah, pemarah, tidak toleran, suka berperang? Apakah aku menunjukkan Yesus atau menyembunyikan-Nya dalam sikap suka berperang ini?

 

Setelah perlengkapan dan pesan, kejutan ketiga misi ini menyangkut gaya kita. Demi Dia, Yesus meminta untuk pergi ke dunia "seperti anak domba ke tengah-tengah serigala" (ayat 3). Akal sehat dunia mengatakan sebaliknya : memaksakan diri, mengungguli! Kristus, di sisi lain, membutuhkan domba, bukan serigala. Ia tidak bermaksud naif - tidak, tolong! - tetapi membenci setiap naluri supremasi dan penindasan, keserakahan dan kepemilikan. Ia yang hidup sebagai anak domba tidak menyerang, ia tidak rakus : ia berada di dalam kawanan, dengan orang lain, dan menemukan keamanan di dalam Gembala-Nya, bukan dalam kekuatan atau kesombongan, bukan dalam keserakahan akan uang dan barang yang juga menyebabkan begitu banyak merugikan Republik Demokratik Kongo. Murid Yesus menolak kekerasan, ia tidak menyakiti siapa pun - ia adalah orang yang penuh kedamaian - ia mengasihi semua orang. Dan jika hal ini tampak baginya sebagai pecundang, ia melihat Sang Gembalanya, Yesus, Anak Domba Allah yang dengan demikian menaklukkan dunia, di kayu salib. Jadi Ia memenangkan dunia. Dan apakah aku - marilah kita kembali bertanya pada diri kita sendiri - hidup sebagai anak domba, seperti Yesus, atau sebagai serigala, seperti yang diajarkan oleh roh dunia, roh yang membawa perang? Roh itu yang membuat perang, yang menghancurkan.

 

Semoga Tuhan membantu kita menjadi misionaris hari ini, pergi bersama saudara-saudari kita; memiliki kedamaian di bibirnya dan kedekatan dengan Allah; membawa dalam hati kelembutan dan kebaikan Yesus, Sang Anak Domba yang menghapus dosa dunia.

 

Moto azalí na matói ma koyóka [Siapa yang bertelinga hendaknya mendengar]

R / Ayoka [Berniat]

Moto azali na motém

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 3 Juli 2022)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.