Para
perempuan pergi ke kubur pada waktu fajar, namun mereka masih merasakan
kegelapan malam. Mereka terus berjalan, namun hati mereka tetap berada di kaki
salib. Air mata Jumat Agung belum kering; mereka dilanda kesedihan, diliputi
perasaan bahwa segala sesuatu telah dikatakan dan dilakukan. Sebuah batu telah
menyegel nasib Yesus. Mereka prihatin terhadap batu itu, karena mereka
bertanya-tanya, “Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu
kubur?” (Mrk 16:3). Namun begitu mereka tiba, mereka terkejut ketika melihat
kekuatan luar biasa peristiwa Paskah: “Ketika mereka melayang pandang,
tampaklah, batu itu sudah terguling. Batu itu memang sangat besar” (Mrk 16:4).
Marilah
kita berhenti dan merenungkan dua momen ini, yang membawa kita kepada sukacita
Paskah yang tak terduga. Perempuan itu dengan cemas bertanya-tanya: Siapa yang
akan menggulingkan batu itu dari pintu kubur? Kemudian, ketika mereka melayang
pandang, tampaklah batu itu sudah terguling.
Pertama,
ada pertanyaan yang meresahkan hati mereka yang berduka: Siapa yang akan
menggulingkan batu itu dari pintu kubur? Batu itu menandai akhir kisah Yesus,
yang kini terkubur di malam kematian. Dia, Sang kehidupan yang datang ke dunia,
telah dibunuh. Dia, yang menyatakan kasih Bapa yang maharahim, tidak menemui
kerahiman. Dia, yang membebaskan orang-orang berdosa dari beban hukuman mereka,
telah dihukum di kayu salib. Sang Raja Damai, yang membebaskan seorang
perempuan yang tertangkap basah berzinah dari hukuman rajam yang keji, kini terkubur
di balik sebuah batu besar. Batu itu, sebuah penghalang yang sangat besar,
melambangkan apa yang dirasakan para perempuan dalam hati mereka. Batu itu
mewakili akhir harapan mereka, yang kini dihancurkan oleh misteri yang tidak
jelas dan menyedihkan yang mengakhiri impian mereka.
Saudara-saudari,
kita juga bisa mengalami hal yang sama. Ada kalanya kita merasa ada batu besar
yang menghalangi pintu hati kita, menghambat kehidupan, memadamkan harapan,
memenjarakan kita dalam kubur ketakutan dan penyesalan, serta menghalangi
sukacita dan harapan. Kita menghadapi “batu kubur” seperti itu dalam perjalanan
hidup kita dalam semua pengalaman dan situasi yang merampas antusiasme dan
kekuatan kita untuk bertekun. Kita menghadapinya pada saat-saat duka: dalam kehampaan
yang ditinggalkan oleh kematian orang-orang yang kita kasihi, dalam kegagalan
dan ketakutan yang menghalangi kita untuk mencapai kebaikan yang ingin kita
lakukan. Kita menghadapinya dalam segala bentuk keasyikan terhadap diri sendiri
yang menghambat dorongan kita untuk bermurah hati dan mencintai dengan tulus,
dalam dinding karet keegoisan dan ketidakpedulian yang menghalangi kita dalam
upaya membangun kota dan masyarakat yang semakin adil dan manusiawi, dalam
semua aspirasi kita demi perdamaian yang dirusak oleh kebencian yang kejam dan
kebrutalan perang. Ketika kita mengalami kekecewaan-kekecewaan ini, apakah kita
juga merasakan bahwa semua impian ini pasti akan gagal, dan kita juga harus
bertanya pada diri kita dalam kesedihan: “Siapa yang akan menggulingkan batu
dari pintu kubur?”.
Namun
para perempuan yang memiliki kegelapan ini dalam hati mereka menceritakan
kepada kita sesuatu yang sangat luar biasa. Ketika mereka melayangkan pandangan,
mereka melihat bahwa batu yang sangat besar itu telah terguling. Inilah Paskah
Kristus, pewahyuan kuasa Allah: kemenangan kehidupan atas kematian, kemenangan
terang atas kegelapan, lahirnya kembali pengharapan di tengah puing-puing
kegagalan. Tuhan, Allah segala sesuatu yang mustahil, menggulingkan batu itu
selamanya. Bahkan sekarang, Ia membuka kubur kita, agar harapan dapat lahir
kembali. Oleh karena itu, kita juga harus “melayangkan pandangan” kepada Dia.
Lalu,
marilah kita melayangkan pandangan kepada Yesus. Setelah mengambil rupa
kemanusiaan kita, Ia turun ke kedalaman kematian dan memenuhinya dengan kuasa
kehidupan ilahi-Nya, memungkinkan seberkas cahaya yang tak terbatas menerobos
ke dalam diri kita masing-masing. Dibangkitkan oleh Bapa dalam daging-Nya, dan
daging kita, dalam kuasa Roh Kudus, Ia membuka lembaran baru dalam sejarah umat
manusia. Sejak saat itu, jika kita memperkenankan Yesus untuk menggandeng
tangan kita, tidak ada pengalaman kegagalan atau kesedihan, betapapun
menyakitkannya, yang akan menentukan makna dan tujuan hidup kita. Sejak saat
itu, jika kita memperkenankan diri kita dibangkitkan oleh Tuhan yang bangkit,
maka tidak ada kemalangan, tidak ada penderitaan, tidak ada kematian yang dapat
menghentikan kemajuan kita menuju kepenuhan hidup. Selanjutnya, “kita umat
Kristiani menyatakan bahwa sejarah ini... mempunyai makna, makna yang mencakup
segalanya... sebuah makna yang tidak lagi dinodai oleh kemustahilan dan
bayang-bayang... sebuah makna yang kita sebut Allah... Semua air transformasi
kita berkumpul pada-Nya; mereka tidak tercurah ke kedalaman ketiadaan dan
kemustahilan... Karena kubur-Nya kosong dan Yang Mati kini telah dinyatakan
sebagai Yang Hidup."
Saudara-saudara,
Yesus adalah Paskah kita. Dialah yang membawa kita dari kegelapan menuju
terang, yang terikat pada kita selama-lamanya, yang menyelamatkan kita dari
jurang dosa dan maut, serta menarik kita ke alam pengampunan dan kehidupan
kekal yang bercahaya. Mari kita melayangkan pandangan kepada Dia! Marilah kita
menyambut Yesus, Allah kehidupan, ke dalam hidup kita, dan hari ini sekali lagi
mengatakan “ya” kepada-Nya. Maka tidak ada batu yang akan menghalangi jalan
menuju hati kita, tidak ada kubur yang akan menekan sukacita hidup, tidak ada
kegagalan yang akan membuat kita putus asa. Marilah kita mengarahkan pandangan
kita kepada-Nya dan memohon agar kuasa kebangkitan-Nya dapat menggulingkan
batu-batu berat yang membebani jiwa kita. Marilah kita mengarahkan pandangan
kita kepada-Nya, Tuhan yang bangkit, dan berkembang dengan keyakinan bahwa,
dengan latar belakang kegagalan harapan dan kematian kita, kehidupan kekal yang
Ia datangkan kini hadir di tengah-tengah kita.
Saudara-saudari,
perkenankanlah hatimu meledak dengan sorak kegirangan di malam kudus ini!
Bersama-sama marilah kita menyanyikan kebangkitan Yesus: “Bernyanyilah bagi
Dia, negeri-negeri nun jauh, sungai-sungai dan dataran-dataran rendah,
gurun-gurun dan gunung-gunung... Bernyanyilah bagi Tuhan Sang kehidupan, yang
telah bangkit dari kubur, lebih cemerlang dari seribu matahari. Segala bangsa dilanda
kejahatan dan ketidakadilan, segala bangsa terlantar dan hancur: pada malam
kudus ini singkirkan nyanyian kesedihan dan keputusasaanmu. Sang manusia
dukacita tidak lagi berada di dalam penjara: Ia telah membuka sebuah terobosan
di dinding; Ia bergegas menemuimu. Dalam kegelapan, perkenankanlah seruan
sukacita yang tak terduga bergema: Ia hidup; Ia telah bangkit! Dan kamu,
saudara-saudariku, kecil dan besar... kamu yang letih lesu hidup, yang merasa
tidak layak untuk bernyanyi... perkenankanlah nyala api baru berkobar dalam
hatimu, perkenankanlah daya hidup baru terdengar dalam suaramu. Inilah Paskah
Tuhan; inilah pesta orang yang hidup."
______
(Peter Suriadi - Bogor, 31 Maret 2024)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.