Bacaan Ekaristi : Kis. 9:26-31; Mzm. 22:26b-27,28,30,31-32; 1Yoh. 3:18-24; Yoh. 15:1-8.
Yesus
adalah pokok anggur, kita adalah carangnya. Dan Allah, Bapa yang pengasih dan
baik, bekerja bersama kita seperti tukang kebun yang sabar agar hidup kita
berbuah banyak. Oleh karena itu, Yesus menganjurkan kita untuk menjaga karunia
yang tak ternilai harganya, yaitu ikatan dengan-Nya, yang menjadi sandaran
kehidupan dan kesuburan kita. Ia terus-menerus mengulangi: "Tinggallah di
dalam Aku dan Aku di dalam kamu. […] Siapa yang tinggal di dalam Aku dan Aku di
dalam dia, ia berbuah banyak” (Yoh 15:4-5). Hanya mereka yang tinggal bersatu
dengan Yesus yang akan berbuah. Marilah kita berfokus pada hal ini.
Yesus
akan mengakhiri misinya di bumi. Pada Perjamuan Terakhir bersama orang-orang
yang akan menjadi rasul-Nya, bersama dengan Ekaristi, Ia memberikan kepada
mereka beberapa kata kunci. Inilah persisnya salah satu kata kunci tersebut:
“tinggallah”, jagalah agar ikatan dengan-Ku tetap hidup, tinggallah bersatu
dengan-Ku seperti carabg-carang pada pokok anggur. Dengan menggunakan gambaran
ini, Yesus mengambil metafora biblis yang dikenal baik oleh orang-orang dan
juga mereka temui dalam doa, seperti dalam mazmur yang berbunyi: "Ya Allah
Semesta Alam, kembalilah! / pandanglah dari langit, dan lihatlah / Perhatikan
pokok anggur ini" (Mzm 80:15). Israel adalah pokok anggur yang ditanam dan
dipelihara Allah. Dan ketika umat tidak menghasilkan buah kasih yang diharapkan
Allah, nabi Yesaya merumuskan tuduhan dengan menggunakan perumpamaan tentang
seorang tukang kebun yang menggarap kebun anggurnya, membersihkannya dari
batu-batu dan menanam pokok anggur yang berharga dengan harapan akan
menghasilkan anggur yang baik, namun justru hanya menghasilkan buah anggur yang
masih mentah. Dan nabi menyimpulkan: "Kebun anggur Tuhan Semesta Alam /
ialah kaum Israel, / dan orang Yehuda/ ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya; /
dinanti-Nya keadilan, / tetapi hanya ada kelaliman, / dinanti-Nya kebenaran /
tetapi hanya ada keonaran" (Yes 5,7). Yesus sendiri, ketika mengangkat
kisah Yesaya, menceritakan perumpamaan dramatis tentang para penggarap kebu8n
anggur yang membunuh, menyoroti perbedaan antara kesabaran Allah dan penolakan
umat-Nya (bdk Mat. 21:33-44).
Oleh
karena itu, metafora pokok anggur, meskipun mengungkapkan kasih sayang Allah
kepada kita, di sisi lain memperingatkan kita, karena jika kita memutuskan
ikatan dengan Allah ini, kita tidak dapat menghasilkan buah kehidupan yang baik
dan kita sendiri berisiko menjadi carang-carang yang kering. Buruknya menjadi
carang-carang yang kering, carang-carang yang dibuang.
Saudara-saudari,
dengan latar belakang gambaran yang digunakan oleh Yesus, saya juga memikirkan
tentang sejarah panjang yang menghubungkan Venezia dengan pengerjaan kebun
anggur dan produksi anggur, dengan perawatan dari banyak pembuat anggur dan
dengan banyak kebun anggur yang bermunculan di pulau-pulau di laguna dan di
taman-taman di antara jalan-jalan kota, dan kepada mereka yang mempekerjakan
para rahib dalam memproduksi anggur untuk komunitas mereka. Dalam ingatan ini,
tidak sulit untuk menangkap pesan dari perumpamaan tentang pokok anggur dan
carang-carangnya: beriman kepada Yesus, ikatan dengan-Nya tidak memenjarakan
kebebasan kita tetapi, sebaliknya, membukakan kita untuk menyambut getah kasih
Allah, yang melipatgandakan kegembiraan kita, merawat kita dengan perawatan
pembuat anggur yang baik dan membuat pokok anggur tumbuh bahkan ketika tanah
kehidupan kita menjadi gersang. Dan seringkali hati kita menjadi kering.
Namun
metafora yang datang dari hati Yesus juga dapat dibaca dengan memikirkan kota
yang dibangun di atas air, dan diakui keunikannya sebagai salah satu tempat
paling menggugah di dunia. Venezia menyatu dengan perairan tempat ia berdiri,
dan tanpa perawatan dan perlindungan terhadap lingkungan alamnya, Venesia
mungkin tidak akan ada lagi. Kehidupan kita juga demikian: kita juga, yang
selalu terbenam dalam sumber kasih Allah, telah dilahirkan kembali dalam
Pembaptisan, kita dilahirkan kembali ke dalam kehidupan baru oleh air dan Roh
Kudus serta dimasukkan ke dalam Kristus seperti carang-carang pada pokok
anggur. Getah kasih ini mengalir dalam diri kita, tanpanya kita menjadi
carang-carang kering yang tidak berbuah. Beato Yohanes Paulus I, ketika menjadi
Patriark kota ini, pernah berkata bahwa Yesus "datang untuk membawa
kehidupan kekal kepada manusia [...]". Dan beliau melanjutkan: “Kehidupan
itu ada di dalam diri-Nya dan berpindah dari Dia ke murid-murid-Nya, seperti
getah yang naik dari batang ke carang-carang pokok anggur. Kehidupan
tersebutadalah air segar yang Ia berikan, sumber yang selalu memancar” (A.
Luciani, Venice 1975-1976. Opera Omnia. Pidato, tulisan, artikel, Vol. VII,
Padua 2011, 158).
Saudara-saudari,
inilah yang penting: tetap tinggal di dalam Tuhan, tinggal di dalam Dia.
Marilah kita renungkan hal ini sejenak: tinggal di dalam Tuhan, tinggal di
dalam Dia. Dan kata kerja ini - tetap tinggal - tidak boleh diartikan sebagai
sesuatu yang statis, seolah ingin menyuruh kita berdiri diam, parkir dalam
kepasifan; pada kenyataannya, hal ini mengajak kita untuk bergerak, karena
tinggal di dalam Tuhan berarti bertumbuh; selalu tinggal di dalam Tuhan berarti
bertumbuh, bertumbuh dalam hubungan dengan-Nya, berdialog dengan-Nya, menyambut
sabda-Nya, mengikuti Dia di jalan menuju Kerajaan Allah. Oleh karena itu,
pertanyaannya adalah memulai perjalanan setelah Dia: tetap tinggal di dalam
Tuhan dan berjalan, memulai perjalanan di belakang-Nya, memperkenankan diri
kita terpancing oleh Injil-Nya dan menjadi saksi kasih-Nya.
Inilah
sebabnya Yesus mengatakan bahwa siapa pun yang tinggal di dalam Dia, ia akan
berbuah. Dan itu bukan sembarang buah! Buah dari carang yang mengalirkan
getahnya adalah pokok anggur, dan anggur berasal dari buah anggur, yang
merupakan tanda mesianik yang unggul. Yesus, sesungguhnya, Mesias yang diutus
oleh Bapa, membawa anggur kasih Allah ke dalam hati manusia dan memenuhinya
dengan sukacita, memenuhinya dengan harapan.
Saudara-saudari,
inilah yang penting: tetap tinggal di dalam Tuhan, tinggal di dalam Dia.
Marilah kita renungkan hal ini sejenak: tinggal di dalam Tuhan, tinggal di
dalam Dia. Dan kata kerja ini - tetap tinggal - tidak boleh diartikan sebagai
sesuatu yang statis, seolah ingin menyuruh kita berdiri diam, parkir dalam
kepasifan; pada kenyataannya, hal ini mengajak kita untuk bergerak, karena
tinggal di dalam Tuhan berarti bertumbuh; selalu tinggal di dalam Tuhan berarti
bertumbuh, bertumbuh dalam hubungan dengan-Nya, berdialog dengan-Nya, menyambut
sabda-Nya, mengikuti Dia di jalan menuju Kerajaan Allah. Oleh karena itu,
pertanyaannya adalah memulai perjalanan setelah Dia: tetap tinggal di dalam
Tuhan dan berjalan, memulai perjalanan di belakang-Nya, memperkenankan diri
kita terpancing oleh Injil-Nya dan menjadi saksi kasih-Nya.
Dan
kita umat Kristiani, yang merupakan carang-carang yang menyatu dengan pokok
anggur, kebun anggur Tuhan yang memelihara umat manusia dan menciptakan dunia
seperti sebuah taman agar kita dapat tumbuh subur di dalamnya dan membuatnya
berkembang, Bagaimana tanggapan kita sebagai umat Kristiani? Dengan tinggal
bersatu dengan Kristus kita akan mampu membawa buah-buah Injil ke dalam
kenyataan hidup kita: buah-buah keadilan dan perdamaian, buah-buah
kesetiakawanan dan saling peduli; pilihan yang bijaksana untuk menjaga warisan
lingkungan dan juga warisan kemanusiaan: jangan lupakan warisan kemanusiaan,
kemanusiaan kita yang agung, warisan yang dibawa Tuhan untuk berjalan bersama
kita; kita membutuhkan komunitas kristiani, lingkungan sekitar kita, kota kita,
untuk menjadi tempat yang ramah, bersahabat, dan menyertakan. Dan Venezia, yang
selalu menjadi tempat perjumpaan dan pertukaran budaya, dipanggil untuk menjadi
tanda keindahan yang dapat diakses oleh semua orang, mulai dari yang paling
kecil, tanda persaudaraan dan kepedulian terhadap rumah kita bersama. Venezia,
tanah yang bersaudara. Terima kasih.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 30 April 2024)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.