Bacaan Ekaristi : Yes. 6:1-2a,3-8; Mzm. 138:1-2a,2bc-3,4-5,7c-8; 1Kor. 15:1-11 (1Kor. 15:3-8,11); Luk. 5:1-11.
Tindakan
Yesus di Danau Genesaret dijelaskan oleh Penginjil Lukas dengan tiga kata
kerja: ia melihat, ia naik ke dalam perahu dan ia duduk. Yesus melihat, Yesus
naik ke dalam perahu dan Yesus duduk. Yesus tidak berurusan dengan pamer kepada
orang banyak, melakukan suatu pekerjaan, mengikuti jadwal dalam melaksanakan
perutusan-Nya. Berjumpa sesama, berhubungan dengan mereka, serta bersimpati
dengan pergumulan dan rintangan yang sering membebani hati dan mengenyahkan harapan
justru selalu menjadi prioritas-Nya.
Itulah
sebabnya Yesus, pada hari itu, melihat, naik ke dalam kapal dan duduk.
Pertama,
Yesus melihat. Ia memiliki tatapan tajam yang, bahkan di tengah kerumunan orang
banyak, membuat-Nya mampu melihat dua perahu mendekati pantai dan melihat
kekecewaan di wajah para nelayan itu, yang sekarang sedang membasuh jala mereka
yang kosong setelah sepanjang malam bekerja tanpa hasil. Yesus memandang dengan
bela rasa kepada orang-orang itu. Janganlah kita pernah melupakan hal ini: bela
rasa Allah. Tiga sikap Allah adalah kedekatan, bela rasa, dan kelembutan.
Janganlah kita lupa: Allah dekat, Allah lembut, dan Allah selalu berbela rasa.
Yesus memandang dengan bela rasa terhadap ungkapan orang-orang itu, merasakan
keputusasaan dan frustrasi mereka setelah bekerja sepanjang malam dan tidak
menangkap apa pun, hati mereka kosong seperti jala yang mereka tarik.
Maafkan
saya, sekarang saya akan meminta pemimpin [Perayaan Liturgi] untuk melanjutkan
membaca karena saya kesulitan bernapas.
Melihat
keputusasaan mereka, Yesus naik ke dalam perahu. Ia meminta Simon untuk menepi
tidak jauh dari pantai dan Simon pun naik ke dalam perahu. Dengan cara ini, Ia
masuk ke dalam kehidupan Simon dan ikut merasakan kekecewaan dan
kesia-siaannya. Ini penting: Yesus tidak hanya berdiri diam dan melihat segala
sesuatunya berjalan buruk, seperti yang sering kita lakukan, lalu mengeluh
dengan getir. Sebaliknya, Ia mengambil prakarsa, Ia mendekati Simon,
menghabiskan waktu bersamanya pada saat-saat sulit itu dan memilih untuk
menaiki perahu kehidupannya, yang malam itu tampaknya penuh dengan kegagalan.
Kemudian,
setelah naik ke dalam perahu, Yesus duduk. Dalam keempat Injil, hal ini
merupakan ciri khas seorang guru, seseorang yang mengajar orang lain. Memang,
Bacaan Injil menyatakan bahwa Yesus duduk dan mengajar. Melihat sekilas di mata
dan hati para nelayan itu rasa frustrasi karena sepanjang malam bekerja keras
tanpa hasil, Yesus naik ke dalam perahu untuk mewartakan kabar baik, membawa
terang pada malam gelap kekecewaan, menceritakan keindahan Allah bahkan di
tengah pergumulan hidup, dan menegaskan kembali bahwa pengharapan tetap ada
bahkan ketika semuanya tampak sirna.
Kemudian
terjadilah mukjizat: ketika Tuhan naik ke dalam perahu kehidupan kita untuk membawa
kabar baik tentang kasih Allah yang senantiasa menyertai dan menopang kita,
kehidupan dimulai kembali, pengharapan lahir kembali, semangat bangkit kembali,
dan kita dapat kembali menebarkan jala ke danau.
Saudara-saudari,
pesan pengharapan ini menyertai kita hari ini saat kita merayakan Yubileum
Angkatan Bersenjata, Kepolisian, dan Aparat Keamanan. Saya mengucapkan terima
kasih kepada kamu sekalian atas pengabdianmu, dan saya menyapa semua otoritas,
lembaga dan akademi militer, serta ordinaris dan imam militer yang hadir. Kamu
sekalian telah dipercayakan dengan perutusan luhur yang mencakup berbagai aspek
kehidupan sosial dan politik: membela negara kita, menjaga keamanan, menegakkan
legalitas dan keadilan. Kamu hadir di lembaga pemasyarakatan dan berada di
garis depan dalam memerangi kejahatan dan berbagai bentuk kekerasan yang
mengancam mengganggu kehidupan masyarakat. Saya juga memikirkan semua orang
yang terlibat dalam upaya bantuan pascabencana alam, upaya menjaga lingkungan,
upaya penyelamatan di laut, perlindungan terhadap mereka yang rentan, dan upaya
menggalakkan perdamaian.
Tuhan
juga memintamu untuk melakukan apa yang Ia lakukan: melihat, naik ke dalam
kapal, dan duduk. Melihat, karena kamu dipanggil untuk selalu membuka mata,
waspada terhadap ancaman terhadap kebaikan bersama, terhadap bahaya yang
mengancam kehidupan sesama warga negara, dan terhadap risiko lingkungan,
sosial, dan politik yang kita hadapi. Naik ke dalam perahu, karena seragammu,
disiplin yang telah membentukmu, keberanian yang menjadi ciri khasmu, sumpah
yang telah kamu ucapkan — semua ini adalah hal-hal yang mengingatkanmu tentang
pentingnya tidak hanya melihat kejahatan untuk dilaporkan, tetapi juga naik ke
dalam perahu yang diterjang badai dan bekerja untuk memastikan bahwa perahu itu
tidak kandas. Karena itu melayani kebaikan, kebebasan, dan keadilan juga
merupakan bagian dari perutusanmu. Kemudian, akhirnya, duduk, karena
kehadiranmu di kota-kota dan lingkungan sekitar kita untuk menegakkan hukum dan
ketertiban, dan keikutsertaanmu dalam pihak yang tidak berdaya, dapat menjadi
pelajaran bagi kita semua. Semua itu mengajarkan kita bahwa kebaikan dapat
menang atas segalanya. Kebaikan mengajarkan kita bahwa keadilan, kewajaran, dan
tanggung jawab sipil tetap diperlukan saat ini seperti sebelumnya. Kebaikan
mengajarkan kita bahwa kita dapat menciptakan dunia yang lebih manusiawi, adil,
dan bersaudara, meskipun ada kekuatan jahat yang menentang.
Dalam
melaksanakan tugasmu, yang mencakup seluruh hidupmu, kamu didampingi oleh para
imam, kehadiran mereka di tengah-tengahmu penting. Tugas mereka bukanlah —
seperti yang kadang-kadang terjadi dalam sejarah — untuk memberkati tindakan
perang yang menyimpang. Tidak. Mereka berada di tengah-tengahmu sebagai
kehadiran Kristus, yang ingin berjalan di sampingmu, menyendengkan telinga yang
mendengarkan dan bersimpati, mendorongmu untuk memulai hidup baru dan
mendukungmu dalam pelayananmu sehari-hari. Sebagai sumber dukungan moral dan
spiritual, mereka mendampingimu di setiap langkah dan membantumu untuk
melaksanakan perutusanmu dalam terang Injil dan mengupayakan kebaikan bersama.
Saudara-saudari
terkasih, kami bersyukur atas apa yang kamu lakukan, kadang-kadang dengan
risiko pribadi yang besar. Terima kasih karena dengan naik ke dalam perahu kami
yang diterjang badai, kamu menawarkan perlindungan kepada kami dan mendorong
kami untuk tetap pada tujuan kami. Pada saat yang sama, saya ingin mendorongmu
untuk jangan pernah melupakan tujuan pelayanan dan semua kegiatanmu, yaitu
mengembangkan kehidupan, menyelamatkan nyawa, menjadi pembela kehidupan yang
terus-menerus. Dan saya mohon kepadamu, mohon, untuk waspada. Waspadalah
terhadap godaan menumbuhkan untuk semangat perang. Waspadalah agar tidak
terperdaya oleh khayalan kekuasaan dan gemuruh senjata. Waspadalah agar kamu
tidak diracuni oleh propaganda yang menanamkan kebencian, yang memecah belah
dunia menjadi kawan yang harus dibela dan seteru yang harus dilawan.
Sebaliknya, beranilah bersaksi akan kasih Allah Bapa kita, yang menghendaki
kita semua menjadi saudara dan saudari. Oleh karena itu, marilah kita
bersama-sama berangkat untuk menjadi perajin era baru perdamaian, keadilan, dan
persaudaraan.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 9 Februari 2025)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.