Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI RAYA HATI YESUS YANG MAHA KUDUS (YUBILEUM IMAM) 27 Juni 2025

Bacaan Ekaristi : Yeh 34:11-16; Mzm 23:1-3a,3b-4,5,6; Rm. 5:5b-11; Luk. 15:3-7.

 

Hari ini, Hari Raya Hati Yesus Yang Maha Kudus, Hari Doa untuk Pengudusan Para Imam, kita merayakan Ekaristi ini dengan penuh sukacita sebagai bagian dari Yubileum Imam.

 

Sebelumnya, saudara-saudara para imam terkasih, saya ingin menyampaikan sepatah kata kepadamu, yang telah melewati Pintu Suci untuk berdoa di makam Rasul Petrus serta sekali lagi membenamkan busana baptis dan imamatmu ke dalam hati Sang Juruselamat. Bagi sebagian dari kamu, ini terjadi pada hari yang unik dalam hidupmu: hari tahbisanmu.

 

Berbicara tentang hati Kristus dalam konteks ini berarti merenungkan seluruh misteri penjelmaan, wafat, dan kebangkitan Tuhan, yang dipercayakan secara khusus kepada kita, sehingga kita dapat menghadirkannya di dunia kita. Dalam terang bacaan-bacaan yang baru saja kita dengar, marilah kita merenungkan bagaimana kita dapat berkontribusi pada karya keselamatan ini.

 

Dalam Bacaan Pertama, Nabi Yehezkiel menggambarkan Allah sebagai seorang gembala yang menjaga kawanan dombanya, menghitung domba-dombanya satu per satu. Ia mencari yang hilang, membalut yang terluka, serta menguatkan yang lemah dan sakit (bdk. Yeh 34:11-16). Dengan demikian, ia mengingatkan kita, di zaman pertikaian yang luas dan menghancurkan ini, kasih Allah tak terbatas. Kita dipanggil untuk membiarkan diri kita dipeluk dan dibentuk oleh kasih itu, serta menyadari bahwa di mata Allah – dan juga mata kita – tidak ada tempat untuk perpecahan dan kebencian dalam bentuk apa pun.

 

Dalam Bacaan Kedua (bdk. Rm 5:5-11), Santo Paulus mengingatkan kita bahwa Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya “waktu kita masih lemah” (ayat 6) dan “ketika kita masih berdosa” (ayat 8), dan menasihati kita untuk memercayakan diri kita, di sepanjang jalan pertobatan setiap hari, kepada kuasa Roh-Nya yang mengubah rupa yang tinggal di dalam hati kita. Pengharapan kita didasarkan pada pengetahuan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita: Ia selalu berada di sisi kita. Pada saat yang sama, kita dipanggil untuk bekerja sama dengan-Nya, terutama dengan menempatkan Ekaristi di pusat kehidupan kita, karena Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, 11). Kemudian juga, “melalui penerimaan sakramen-sakramen yang memperbuahkan rahmat, khususnya dengan sering menerima sakramen tobat” (Dekrit Presbyterorum Ordinis, 18), dan akhirnya melalui doa, meditasi atas sabda Allah, dan pelaksanaan amal, yang semakin menyelaraskan hati kita dengan hati “Bapa yang penuh belas kasihan” (Presbyterorum Ordinis, 18).

 

Hal ini mengantarkan kita kepada Bacaan Injil hari ini (bdk. Luk 15:3-7), yang berbicara tentang sukacita Allah – dan setiap gembala yang mengasihi dengan cara hati-Nya – bahkan saat kepulangan seekor domba-Nya ke dalam kandang. Kita dipanggil untuk melaksanakan amal pastoral dengan kasih yang murah hati, seperti kasih Bapa, dan menumbuhkan dalam hati kita keinginan agar tidak seorang pun hilang (bdk. Yoh 6:39) tetapi agar setiap orang, juga melalui pelayanan kita, dapat mengenal Kristus dan memperoleh hidup yang kekal di dalam Dia (bdk. Yoh 6:40). Kita dipanggil untuk memperdalam kedekatan kita dengan Yesus (bdk. Presbyterorum Ordinis, 14) dan menjadi sumber kerukunan di tengah-tengah para imam saudara kita. Kita melakukannya dengan memikul beban mereka yang tersesat, memberikan pengampunan kepada mereka yang telah berbuat salah, mencari mereka yang telah tersesat atau tertinggal, dan merawat mereka yang menderita secara jasmani maupun rohani. Dan melakukan semua ini dalam pertukaran kasih yang agung, yang mengalir dari lambung tertikam Tuhan yang tersalib, merangkul semua orang dan memenuhi seluruh dunia. Sebab, mengutip kata-kata Paus Fransiskus, “dari luka lambung Kristus terus mengalir aliran yang tidak pernah habis, tidak pernah surut, yang terus menerus menawarkan diri kepada mereka yang ingin mengasihi. Hanya kasih-Nya yang memungkinkan menghasilkan kemanusiaan yang baru.” (Ensiklik Dilexit Nos, 219).

 

Pelayanan imamat adalah pelayanan pengudusan dan rekonsiliasi untuk membangun tubuh Kristus dalam kesatuan (bdk. Lumen Gentium, 7). Karena alasan ini, Konsili Vatikan II mendesak para imam untuk melakukan segala upaya untuk “mengantarkan semua kepada kesatuan cinta kasih” (Presbyterorum Ordinis, 9), menyelaraskan perbedaan-perbedaan sehingga “tidak seorang pun merasa diri terasing” (Presbyterorum Ordinis, 9). Konsili juga mendorong para imam untuk tetap bersatu dengan uskup mereka dan dalam presbiterium (Presbyterorum Ordinis, 7-8). Karena semakin kita bersatu di antara kita, semakin kita akan mampu membawa orang lain kepada kawanan Gembala yang baik, dan hidup sebagai saudara-saudari dalam satu rumah Bapa.

 

Santo Agustinus, dalam homili yang disampaikan pada peringatan tahbisannya, berbicara tentang buah persekutuan yang menggembirakan yang menyatukan umat beriman, para imam dan uskup, yang didasarkan pada pengakuan bahwa kita semua ditebus dan diselamatkan oleh belas kasihan Allah yang sama. Dalam konteks itulah ia mengucapkan kata-kata yang terkenal: “Bagimu aku adalah uskup, bersamamu aku adalah umat kristiani” (Khotbah 340, 1).

 

Dalam Misa meriah inagurasi pontifikasi saya, saya menyuarakan di hadapan umat Allah keinginan besar saya akan “Gereja yang bersatu, tanda persatuan dan persekutuan, yang menjadi ragi bagi dunia yang diperdamaikan” (18 Mei 2025). Hari ini, saya menyatakan kembali keinginan ini kepada kamu semua. Berdamai satu sama lain, bersatu dan diubah oleh kasih yang mengalir berlimpah dari hati Kristus, marilah kita berjalan bersama dengan rendah hati dan tegas mengikuti jejak langkah-Nya, teguh dalam iman dan terbuka kepada semua orang dalam kasih. Marilah kita membawa damai Tuhan yang bangkit ke dunia kita, dengan kebebasan yang lahir dari pengetahuan bahwa kita telah dikasihi, dipilih dan diutus oleh Bapa.

 

Sekarang, sebelum mengakhiri, saya ingin menyampaikan sepatah kata kepadamu, para calon imam yang terkasih, yang dalam beberapa saat, dengan penumpangan tangan uskup dan sekali lagi pencurahan Roh Kudus, akan menjadi imam. Apa yang harus saya katakan sederhana, tetapi saya menganggapnya penting bagi masa depanmu dan masa depan jiwa-jiwa yang dipercayakan kepada pemeliharaanmu. Kasihilah Allah dan saudara-saudarimu, dan berikanlah dirimu kepada mereka dengan murah hati. Bersungguh-sungguhlah dalam perayaan sakramen-sakramen, dalam doa, terutama dalam adorasi di hadapan Ekaristi, dan dalam pelayananmu. Tetaplah dekat dengan kawananmu, berikanlah waktu dan tenagamu dengan cuma-cuma kepada setiap orang, tanpa syarat dan tanpa pilih kasih, sebagaimana lambung tertikam Yesus yang tersalib dan teladan para kudus mengajarkan kita untuk melakukannya. Ingatlah bahwa Gereja, dalam dua ribu tahun sejarahnya, telah memiliki – dan saat ini terus memiliki – teladan kekudusan imami yang luar biasa. Sejak komunitas-komunitas perdana, Gereja telah membangkitkan para imam yang telah menjadi martir, rasul yang tak kenal lelah, misionaris, dan pejuang kasih. Hargailah khazanah ini: pelajarilah kisah-kisah mereka, belajarlah dari kehidupan dan karya mereka, teladanilah kebajikan-kebajikan mereka, dapatkan inspirasi dari semangat mereka, dan mohonlah pengantaraan mereka dengan sering dan terus-menerus! Terlalu sering, dunia saat ini menawarkan model-model keberhasilan dan prestise yang meragukan dan berumur pendek. Jangan biarkan dirimu terbuai oleh mereka! Lihatlah teladan nyata dan keberhasilan kerasulan, yang seringkali tersembunyi dan sederhana, dari orang-orang yang, dengan iman dan dedikasi, telah mengabdikan hidup mereka untuk melayani Tuhan dan saudara-saudari mereka. Jagalah kenangan mereka tetap hidup melalui teladan kesetiaanmu.

 

Sekarang marilah kita memercayakan diri kita kepada perlindungan penuh kasih Santa Perawan Maria, Bunda para imam dan Bunda pengharapan. Semoga ia mengarahkan dan menopang langkah-langkah kita, sehingga setiap hari kita dapat menyelaraskan hati kita semakin dekat dengan hati Kristus, Sang Gembala yang agung dan kekal.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 27 Juni 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.