Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI RAYA TRITUNGGAL MAHA KUDUS (YUBILEUM OLAHRAGA) 15 Juni 2025

Bacaan Ekaristi : Ams. 8:22-31; Mzm. 8:4-5,6-7,8-9; Rm. 5:1-5; Yoh. 16:12-15.

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Dalam Bacaan Pertama kita mendengar kata-kata ini: “Beginilah kata hikmat Allah: Tuhan telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebelum perbuatan-perbuatan-Nya dahulu kala. … Ketika Ia mempersiapkan langit, aku di sana … aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, aku menjadi kesukaan-Nya setiap hari, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; aku bermain-main di muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesukaanku” (Ams 8:22,27,30-31) Bagi Santo Agustinus, Tritunggal Maha Kudus dan hikmat saling terkait erat. Hikmat ilahi dinyatakan dalam Tritunggal Mahakudus, dan hikmat selalu menuntun kita kepada kebenaran.

 

Seraya kita sedang merayakan Hari Raya Tritunggal Maha Kudus hari ini, kita juga memperingati Yubileum Olahraga. Kombinasi Tritunggal dan Olahraga ini agak tidak biasa, tetapi menjajarkan keduanya tepat. Setiap kegiatan manusia yang baik dan berharga dalam beberapa hal mencerminkan keindahan Allah yang tak terbatas, dan olahraga tentu saja merupakan salah satunya. Karena Allah bergerak dan tidak tertutup pada diri-Nya sendiri, bahkan kegiatan, persekutuan, hubungan dinamis antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus, terbuka bagi manusia dan dunia. Para teolog berbicara tentang perichoresis: kehidupan Allah adalah semacam "tarian": tarian cinta kasih timbal balik.

 

Dinamisme kehidupan batiniah Allah ini melahirkan kehidupan. Kita diciptakan oleh Allah yang menemukan sukacita dalam memberikan keberadaan kepada ciptaan-Nya, yang “bergembira” akan dunia kita, sebagaimana kita dengar dalam Bacaan Pertama (bdk. Ams 8:30-31). Beberapa Bapa Gereja bahkan berbicara lebih jauh tentang Deus ludens, Allah yang “bermain-main” (bdk. Santo Salonius dari Jenewa, Dalam Parabolas Salomonis expositio mystica; Santo Gregorius dari Nazianze, Carmina, I, 2, 589). Dengan demikian, olahraga dapat membantu kita untuk berjumpa Allah Tritunggal, karena olahraga menantang kita untuk berelasi kepada dan dengan orang lain, tidak hanya secara lahiriah tetapi juga, dan terutama, secara batiniah. Jika tidak, olahraga tidak lebih dari sekadar kompetisi kosong dari ego yang membesar.

 

Di Italia, penonton acara olahraga sering menyemangati atlet dengan berteriak, “Dai!” (Ayo!). Namun, kata dalam bahasa Italia tersebut secara harfiah berarti, “Berikan!” Hal ini dapat memberi kita alasan untuk berpikir. Olahraga bukan hanya tentang pencapaian fisik, betapapun luar biasanya, tetapi juga tentang memberi diri kita, menempatkan diri kita “dalam permainan”.Tentang memberi diri kita untuk orang lain – untuk peningkatan pribadi kita, para pendukung atletik kita, orang-orang yang kita cintai, pelatih dan kolega kita, masyarakat luas, dan bahkan lawan kita. Menjadi “olahragawan yang baik” lebih penting daripada menang atau kalah. Santo Yohanes Paulus II – yang kita ketahui, adalah seorang olahragawan – mengatakannya seperti ini: “Olahraga adalah kegembiraan hidup, sebuah permainan, sebuah perayaan. Karena itu, olahraga harus dibina... dengan mengembalikan keistimewaannya, kemampuannya untuk menjalin ikatan persahabatan, mendorong dialog dan keterbukaan terhadap orang lain... terlepas dari hukum produksi dan konsumsi yang keras serta semua pendekatan hidup yang murni berasas kegunaan dan hedonistik” (Khotbah dalam Yubileum Olahraga, 12 April 1984).

 

Dari sudut pandang ini, marilah kita merenungkan tiga hal khusus yang menjadikan olahraga, dewasa ini, sebagai sarana yang berharga untuk melatih keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani.

 

Pertama, dalam masyarakat yang ditandai oleh kesendirian, di mana individualisme radikal telah menggeser penekanan dari “kita” menjadi “aku”, yang mengakibatkan kurangnya perhatian yang nyata bagi orang lain, olahraga – khususnya olahraga beregu – mengajarkan nilai kerja sama, bekerja bersama-sama dan berbagi. Hal-hal ini, sebagaimana telah kami katakan, merupakan inti dari kehidupan Allah sendiri (bdk. Yoh 16:14-15). Dengan demikian, olahraga dapat menjadi sarana penting untuk rekonsiliasi dan perjumpaan: di antara bangsa-bangsa serta dalam komunitas, sekolah, tempat kerja, dan keluarga.

 

Kedua, dalam masyarakat yang semakin digital, di mana teknologi mendekatkan orang-orang yang berjauhan, tetapi sering kali menciptakan jarak di antara mereka yang dekat secara fisik, olahraga terbukti merupakan sarana yang berharga dan nyata untuk mempertemukan individu, memberikan rasa yang lebih sehat terhadap tubuh, ruang, usaha, dan waktu nyata. Olahraga menangkal godaan untuk melarikan diri ke dunia virtual dan membantu menjaga kontak yang sehat dengan alam dan kehidupan nyata, di mana cinta sejati dialami (bdk. 1Yoh 3:18).

 

Ketiga, dalam masyarakat kita yang kompetitif, di mana tampaknya hanya mereka yang kuat dan pemenang yang layak untuk hidup, olahraga juga mengajarkan kita bagaimana cara kalah. Olahraga memaksa kita, dengan mempelajari seni kalah, untuk menghadapi salah satu kebenaran terdalam dari kondisi manusiawi kita: kerapuhan, keterbatasan, dan ketidaksempurnaan kita. Ini penting, karena melalui pengalaman keterbatasan inilah kita membuka hati kita untuk berharap. Atlet yang tidak pernah membuat kesalahan, yang tidak pernah kalah, tidak ada. Juara bukanlah mesin yang berfungsi sempurna, tetapi manusia sejati, yang, ketika mereka jatuh, menemukan keberanian untuk bangkit kembali. Santo Yohanes Paulus II tepat sasaran ketika ia mengatakan bahwa Yesus adalah "atlet sejati Allah" karena ia mengalahkan dunia bukan dengan kekuatan, tetapi dengan kesetiaan cinta (bdk. Homili dalam Misa Yubileum Olahraga, 29 Oktober 2000).

 

Bukanlah suatu kebetulan bahwa olahraga telah memainkan peran penting dalam kehidupan banyak orang kudus di zaman kita, baik sebagai disiplin pribadi maupun sebagai sarana evangelisasi. Kita dapat mengingat Beato Pier Giorgio Frassati, orang kudus pelindung para atlet, yang akan dikanonisasi akhir tahun ini pada tanggal 7 September. Kehidupannya yang lugas dan cemerlang mengingatkan kita bahwa, sebagaimana tidak seorang pun dilahirkan sebagai juara, tidak seorang pun dilahirkan sebagai orang kudus. Latihan kasih setiap harilah yang membawa kita lebih dekat kepada kemenangan akhir (bdk. Rm 5:3-5) dan memampukan kita untuk berkontribusi dalam membangun dunia baru. Santo Paulus VI juga mengamati hal ini, dua puluh tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II, ketika ia mengingatkan para anggota sebuah perkumpulan atletik Katolik betapa olahraga telah membantu memulihkan perdamaian dan harapan dalam masyarakat yang hancur oleh konsekuensi perang (bdk. Wejangan kepada anggota CSI, 20 Maret 1965). Ia melanjutkan dengan mengatakan, “Upayamu diarahkan pada pembentukan masyarakat baru..., dengan kesadaran bahwa olahraga, berdasarkan nilai-nilai pendidikan yang baik yang dipromosikannya, dapat menjadi sarana yang sangat berguna untuk peningkatan spiritual manusia, kondisi utama dan tak terelakkan bagi masyarakat yang tertib, damai, dan konstruktif.”

 

Para atlet terkasih, Gereja memercayakan kepadamu sebuah misi yang indah: merefleksikan dalam semua kegiatanmu kasih Allah Tritunggal, demi kebaikanmu sendiri dan demi kebaikan saudara-saudarimu. Laksanakanlah misi ini dengan penuh semangat: sebagai atlet, sebagai pelatih, sebagai lembaga dan kelompok, serta dalam keluargamu. Paus Fransiskus suka menunjukkan bahwa Injil menampilkan Perawan Maria sebagai sosok yang selalu aktif, bergerak, bahkan “berlari” (bdk. Luk 1:39), selalu siap, seperti para ibu, untuk berangkat atas tanda dari Allah guna menolong anak-anaknya (bdk. Wejangan kepada Relawan Hari Orang Muda Sedunia, 6 Agustus 2023). Marilah kita memohon kepadanya untuk menyertai usaha dan antusiasme kita, serta selalu menuntunnya menuju kemenangan terbesar: hadiah kehidupan kekal di lapangan permainan di mana permainan tidak akan pernah berakhir dan sukacita kita akan menjadi penuh (bdk. 1 Kor 9:24-25; 2Tim 4:7-8).

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Juni 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.