Bacaan Ekaristi : Yer. 31:7-9; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Ibr. 5:1-6; Mrk. 10:46-52.
Bacaan
Injil hari ini Bartimeus, seorang buta yang terpaksa mengemis di pinggir jalan,
seorang rakyat jelata yang kehilangan harapan, dihadirkan kepada kita. Namun,
ketika ia mendengar Yesus lewat, ia mulai berseru kepada-Nya. Yang dapat
dilakukan Bartimeus hanyalah menjerit dalam penderitaannya kepada Yesus dan
mengungkapkan keinginannya agar ia dapat melihat kembali. Sementara banyak
orang merasa terganggu oleh jeritannya dan menegurnya, Yesus berhenti sejenak.
Karena Allah selalu mendengar jeritan orang miskin, dan tidak ada jeritan
penderitaan yang tidak didengar-Nya.
Hari
ini, pada penutupan Sidang Umum Sinode Para Uskup, dengan hati yang dipenuhi
rasa syukur atas momen-momen yang telah kita lalui bersama, marilah kita
merenungkan apa yang terjadi pada Bartimeus. Awalnya ia “duduk di pinggir jalan”
(Mrk 10:46), tetapi pada akhirnya ia dipanggil oleh Yesus, memperoleh kembali
penglihatannya dan “mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya” (ayat 52).
Hal
pertama yang diceritakan Injil kepada kita tentang Bartimeus yaitu ia sedang
mengemis di pinggir jalan. Posisinya merupakan gambaran seseorang yang duduk di
pinggir jalan, tenggelam dalam kesedihannya, seolah-olah tidak ada hal lain
yang dapat dilakukan selain menerima sesuatu dari banyak peziarah yang melewati
kota Yerikho saat Paskah semakin dekat. Namun, seperti yang kita ketahui, jika
kita benar-benar ingin hidup, kita tidak dapat duduk diam. Hidup berarti terus
bergerak, berangkat, bermimpi, membuat rencana, dan membuka diri terhadap masa
depan. Bartimaeus yang buta, melambangkan kebutaan batin yang mengekang kita,
membuat kita terpaku di satu tempat, menahan diri kita dari dinamisme
kehidupan, dan menghancurkan harapan kita.
Hal
ini dapat membantu kita merenungkan bukan hanya kehidupan kita, tetapi juga
tentang apa artinya menjadi Gereja Tuhan. Begitu banyak hal di sepanjang jalan
yang dapat membuat kita buta, tidak mampu memahami kehadiran Tuhan, tidak siap
menghadapi tantangan kenyataan, terkadang tidak mampu memberikan tanggapan yang
memadai terhadap pertanyaan-pertanyaan dari begitu banyak orang yang berseru
kepada kita, seperti yang dilakukan Bartimeus kepada Yesus. Kita tidak dapat
tinggal diam di hadapan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh manusia masa
kini, di hadapan tantangan-tantangan zaman kita, mendesaknya penginjilan dan
banyaknya luka yang menimpa umat manusia. Saudara-saudari, kita tidak dapat
berdiam diri. Gereja yang tidak banyak bergerak, yang secara tidak sengaja
menarik diri dari kehidupan dan membatasi diri pada pinggiran kenyataan, adalah
Gereja yang berisiko tetap buta dan menjadi nyaman dengan kegelisahannya. Jika
kita tetap terjebak dalam kebutaan kita, kita akan terus-menerus gagal memahami
kemendesakan memberikan tanggapan pastoral terhadap banyak masalah di dunia
kita. Marilah kita memohon kepada Tuhan agar mengutus Roh Kudus kepada kita,
agar kita tidak duduk dalam kebutaan kita, yang dengan kata lain dapat berupa
keduniawian, kepuasan diri, atau hati yang tertutup. Kita tidak dapat
terus-menerus duduk dalam kebutaan kita.
Namun,
kita harus ingat bahwa Tuhan lewat setiap hari. Tuhan selalu lewat dan berhenti
sejenak untuk memperhatikan kebutaan kita. Kita harus bertanya pada diri kita,
"Apakah aku mendengar Dia lewat? Apakah aku memiliki kemampuan untuk
mendengar langkah kaki Tuhan? Apakah aku memiliki kemampuan untuk melakukan
pembedaan roh ketika Tuhan lewat?" Ada baiknya jika Sinode mendesak kita
sebagai Gereja untuk menjadi seperti Bartimeus: sebuah komunitas murid yang,
mendengar bahwa Tuhan lewat, merasakan sukacita keselamatan, membiarkan diri
kita dibangkitkan oleh kuasa Injil, dan berseru kepada-Nya. Gereja melakukan
ini ketika ia menanggapi seruan segenap manusia di dunia, seruan orang-orang
yang ingin menemukan sukacita Injil, dan orang-orang yang telah berpaling;
seruan hening dari orang-orang yang acuh tak acuh; seruan orang-orang yang
menderita, orang-orang miskin dan terpinggirkan, anak-anak yang diperbudak
untuk bekerja di begitu banyak bagian dunia; suara terbata-bata dari
orang-orang yang tidak lagi memiliki kekuatan untuk berseru kepada Allah, baik
karena mereka tidak memiliki suara atau karena mereka putus asa. Kita tidak
memerlukan Gereja yang tidak banyak bergerak dan mengalah, tetapi Gereja yang
mendengar seruan dunia – saya ingin mengatakan hal ini meskipun beberapa orang
mungkin merasa tersinggung – Gereja yang mendapati tangannya kotor dalam
pelayanan.
Maka,
kita sampai pada aspek kedua. Injil memberitahu kita bahwa jika pada awalnya
Bartimeus duduk, pada akhirnya kita melihatnya mengikuti Yesus di sepanjang
jalan. Ini adalah ungkapan khas Injil, yang berarti bahwa ia telah menjadi
murid Tuhan dan telah mengikuti jejak langkah-Nya. Ketika pengemis itu berseru
kepada-Nya, Yesus berhenti dan memanggilnya. Bartimeus, dari tempatnya duduk,
melompat berdiri dan segera setelah itu penglihatannya pulih. Sekarang ia dapat
melihat Tuhan; ia dapat mengenali tindakan Allah dalam hidupnya dan akhirnya
berangkat untuk mengikuti-Nya. Marilah kita melakukan hal yang sama. Setiap
kali kita duduk diam, ketika sebagai Gereja kita tidak dapat menemukan
kekuatan, keberanian atau keteguhan hati untuk bangkit dan melanjutkan
perjalanan, marilah kita selalu ingat untuk kembali kepada Tuhan dan Injil-Nya.
Kita selalu perlu kembali kepada Tuhan dan Injil. Ketika Ia lewat berulang
kali, kita perlu mendengarkan panggilan-Nya sehingga kita dapat bangkit kembali
dan Ia dapat menyembuhkan kebutaan kita; dan kemudian kita dapat mengikuti-Nya
sekali lagi, dan berjalan bersama-Nya di sepanjang jalan.
Saya
ingin menegaskan kembali bahwa Injil mengatakan tentang Bartimeus bahwa ia
“mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya”. Ini adalah gambaran Gereja sinodal.
Tuhan sedang memanggil kita, mengangkat kita ketika kita terduduk atau
terjatuh, memulihkan penglihatan kita sehingga kita dapat memahami kecemasan
dan penderitaan dunia dalam terang Injil. Dan ketika Tuhan menegakkan kita
kembali, kita mengalami sukacita mengikuti-Nya dalam perjalanan-Nya. Kita
mengikuti Tuhan di sepanjang jalan, kita tidak mengikuti-Nya dalam kenyamanan
kita atau kita tidak mengikuti-Nya dalam labirin pikiran kita. Kita
mengikuti-Nya hanya di sepanjang jalan. Marilah kita ingat untuk tidak pernah
berjalan sendiri atau menurut kriteria duniawi, tetapi berjalan bersama-Nya.
Saudara-saudari,
bukan Gereja yang hanya duduk, tetapi Gereja yang berdiri. Bukan Gereja yang
diam, tetapi Gereja yang merangkul seruan umat manusia. Bukan Gereja yang buta,
tetapi Gereja yang diterangi oleh Kristus, yang membawa terang Injil kepada
orang lain. Bukan Gereja yang statis, tetapi Gereja misioner yang berjalan
bersama Tuhannya melalui jalan-jalan dunia.
Hari
ini, saat kita bersyukur kepada Tuhan atas perjalanan yang telah kita lalui
bersama, kita akan dapat melihat dan menghormati relikui Kursi Santo Petrus
kuno yang telah dipugar dengan hati-hati. Saat kita merenungkannya dengan
keheranan iman, marilah kita ingat bahwa kursi tersebut adalah Kursi kasih,
persatuan, dan belas kasih, sesuai dengan perintah Yesus kepada Rasul Petrus
untuk tidak memerintah orang lain, tetapi melayani mereka dalam kasih. Dan,
saat kita mengagumi Bernini Baldachin yang megah, lebih agung dari sebelumnya,
kita dapat menemukan kembali bahwa kursi itu membingkai titik fokus sejati
seluruh basilika, yaitu kemuliaan Roh Kudus. Inilah Gereja sinodal: sebuah
komunitas yang keutamaannya terletak pada karunia Roh, yang menjadikan kita
semua saudara dan saudari di dalam Kristus dan mengangkat kita kepada-Nya.
Saudara-saudari,
oleh karena itu, marilah kita melanjutkan perjalanan kita bersama dengan
keyakinan. Hari ini, sabda Allah berbicara kepada kita, seperti kepada
Bartimeus: “Teguhkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau”. Apakah aku
merasa terpanggil? Apakah aku merasa lemah dan tidak dapat berdiri? Apakah aku
meminta pertolongan? Marilah kita singkirkan jubah kepasrahan; marilah kita
percayakan kebutaan kita kepada Tuhan; marilah kita berdiri sekali lagi dan
membawa sukacita Injil melalui jalan-jalan dunia.
______
(Peter Suriadi - Bogor, 27 Oktober 2024)