Bacaan Liturgi : Yes. 9:1-6; Mzm. 96:1-2a,2b-3,11-12,13; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14.
Malam ini, nubuat agung nabi Yesaya
digenapi : “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah
diberikan untuk kita” (Yes 9:5).
Seorang putra telah diberikan untuk
kita. Kita sering mendengar bahwa sukacita terbesar dalam hidup adalah
kelahiran seorang anak. Kelahiran seorang anak merupakan sesuatu yang luar
biasa dan mengubah segalanya. Kelahiran seorang anak membawa kegirangan yang
membuat kita tidak memikirkan keletihan, ketidaknyamanan, dan malam-malam tidak
bisa tidur, karena memenuhi kita dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan dan tiada
taranya. Itulah apakah Natal : kelahiran Yesus adalah “kebaruan” yang
memampukan kita untuk dilahirkan kembali setiap tahun dan menemukan, di dalam
Dia, kekuatan yang dibutuhkan untuk menghadapi setiap pencobaan. Mengapa? Sebab
kelahiran-Nya adalah untuk kita - untuk saya, untuk kamu, untuk semua orang.
“Sebab” adalah kata yang muncul berulang kali di malam kudus ini : “Sebab
seorang anak telah lahir untuk kita”, Yesaya menubuatkan. “Sebab hari ini telah
lahir bagi kita seorang Juruselamat”, kita mengulanginya dalam Mazmur
Tanggapan. Yesus "telah menyerahkan diri-Nya bagi kita" (Tit 2:14),
Santo Paulus memberitahu kita, dan dalam Bacaan Injil, malaikat menyatakan :
"Sebab hari ini telah lahir bagimu Juruselamat" (Luk 2:11).
Namun - untuk kita - apa sebenarnya
arti kata-kata itu? Kata-kata itu berarti bahwa Putra Allah, Dia yang pada
hakekatnya kudus, datang untuk menjadikan kita, sebagai anak-anak Allah, kudus
berkat kasih karunia. Ya, Allah datang ke dunia sebagai seorang Anak untuk
menjadikan kita anak-anak Allah. Sungguh karunia yang mahaagung! Hari ini,
Allah menakjubkan kita dan berkata kepada kita masing-masing : “Kamu
menakjubkan”. Saudari terkasih, saudara terkasih, jangan pernah berputus asa.
Apakah kamu tergoda untuk merasa bahwa kamu adalah sebuah kesalahan? Allah
memberitahu kamu, "Tidak, kamu adalah anak-Ku!" Apakah kamu telah
merasa gagal atau tidak mampu, ketakutan bahwa kamu tidak akan pernah keluar
dari terowongan gelap pencobaan? Allah berkata kepadamu, "Teguhkan hati,
Aku besertamu". Ia melakukan hal ini bukan dengan kata-kata, tetapi dengan
menjadikan diri-Nya seorang Anak besertamu dan untuk kamu. Dengan cara ini, Ia
mengingatkan kamu bahwa titik awal seluruh kelahiran kembali adalah pengakuan
bahwa kita adalah anak-anak Allah. Inilah pokok harapan kita, inti yang
berpijar yang memberikan kehangatan dan makna bagi kehidupan kita. Yang
mendasari seluruh kekuatan dan kelemahan kita, lebih kuat dari seluruh
kesakitan dan kegagalan masa lalu kita, atau ketakutan dan kekhawatiran kita
tentang masa depan, adalah kebenaran yang agung ini : kita adalah putra dan
putri yang dikasihi. Kasih Allah untuk kita tidak, dan tidak akan pernah,
bergantung pada diri kita. Kasih-Nya adalah kasih yang sepenuhnya cuma-cuma,
kasih karunia semata. Malam ini, Santo Paulus memberitahu kita, “kasih karunia
Allah sudah nyata” (Tit 2:11). Tidak ada yang lebih berharga dari hal ini.
Seorang putra telah diberikan untuk
kita. Bapa tidak memberikan sebuah benda, sebuah barang, kepada kita; Ia
memberikan Putra satu-satunya, Putra-Nya yang tunggal, yang adalah segenap
sukacita-Nya. Namun jika kita memandang rasa tidak berterimakasih kita terhadap
Allah dan ketidakadilan kita terhadap begitu banyak saudara dan saudari kita,
keraguan bisa muncul. Tepatkah Allah memberi kita begitu banyak? Masih tepatkah
Ia memercayai kita? Apakah Ia tidak berharap tinggi terhadap kita? Tentu saja,
Ia berharap tinggi terhadap kita, dan Ia melakukan hal ini karena Ia sangat
mengasihi kita. Ia tidak bisa tidak mengasihi kita. Begitulah cara-Nya, sangat
berbeda dengan cara kita. Allah senantiasa mengasihi kita dengan kasih yang
lebih besar dari kasih yang kita miliki untuk diri kita sendiri. Inilah
rahasia-Nya untuk memasuki hati kita. Allah tahu bahwa kita menjadi lebih baik
hanya dengan menerima kasih-Nya yang tak pernah gagal, kasih yang tak berubah
yang mengubah kita. Hanya kasih Yesus yang dapat mengubah hidup kita,
menyembuhkan luka kita yang paling dalam, dan membebaskan kita dari lingkaran
setan kekecewaan, kemarahan, dan sungut-sungut yang terus-menerus.
Seorang putra telah diberikan untuk
kita. Dalam palungan hina di kandang yang gelap, Putra Allah sungguh hadir.
Tetapi hal ini menimbulkan pertanyaan lain. Mengapa Ia lahir pada malam hari,
tanpa penginapan yang layak, dalam kemiskinan dan penolakan, ketika Ia pantas
dilahirkan sebagai raja yang terbesar di istana yang terbaik? Mengapa? Untuk
membuat kita memahami betapa besar kasih-Nya terhadap keadaan manusiawi kita :
bahkan sampai menyentuh kedalaman kemiskinan kita dengan kasih-Nya yang nyata.
Putra Allah dilahirkan sebagai seorang buangan, untuk memberitahu kita bahwa
setiap orang yang terbuang adalah anak Allah. Ia datang ke dunia seperti setiap
anak yang datang ke dunia, lemah dan rentan sehingga kita bisa belajar menerima
kelemahan kita dengan kasih yang lembut. Dan untuk menemukan sesuatu yang
penting. Seperti yang diperbuat-Nya di Betlehem, begitu juga dengan kita, Allah
berkenan melakukan keajaiban melalui kemiskinan kita. Ia menempatkan seluruh
keselamatan kita dalam palungan di sebuah kandang. Ia tidak takut dengan
kemiskinan kita, jadi marilah kita memperkenankan belas kasihan-Nya mengubah
sepenuhnya!
Inilah yang dimaksud dengan
mengatakan bahwa seorang putra telah lahir untuk kita. Namun kita mendengar
kata "untuk/bagi" di tempat lain juga. Malaikat mewartakan kepada
para gembala : "Inilah tanda bagimu : seorang bayi terbaring di dalam
palungan" (Luk 2:12). Tanda itu, Anak di dalam palungan, juga merupakan
tanda untuk kita, untuk membimbing kita menjalani kehidupan. Di Betlehem,
sebuah nama yang berarti “Rumah Roti”, Allah tergeletak di dalam palungan,
seolah-olah mengingatkan kita bahwa, untuk hidup, kita membutuhkan Dia, seperti
roti yang kita makan. Kita perlu dipenuhi dengan kasih-Nya yang bebas, tidak
pernah gagal, dan nyata. Seberapa sering justru, dalam rasa lapar kita akan
hiburan, kesuksesan, dan kesenangan duniawi, kita memelihara hidup dengan
makanan yang tidak memadai dan membuat batin kita hampa! Tuhan, melalui nabi
Yesaya, mengeluh bahwa, sementara lembu dan keledai mengetahui palungan yang
disediakan tuannya, kita, umat-Nya, tidak mengenal Dia, sumber kehidupan kita
(bdk. Yes 1:2-3). Memang benar : dalam tak berujungnya keinginan kita untuk
memiliki, kita mengejar sejumlah palungan yang dipenuhi dengan hal-hal yang
fana dan melupakan palungan Betlehem. Palungan itu, miskin dalam segala hal
namun kaya akan kasih, mengajarkan bahwa makanan yang sesungguhnya dalam
kehidupan berasal dari memperkenankan diri kita dikasihi oleh Allah dan pada
gilirannya mengasihi orang lain. Yesus memberi kita teladan. Ia, Sabda Allah,
menjadi seorang Anak; Ia tidak mengatakan sepatah kata pun tetapi menawarkan
kehidupan. Kita, di sisi lain, penuh dengan kata-kata, tetapi sering kali hanya
sedikit yang bisa dikatakan tentang kebaikan.
Seorang putra telah diberikan untuk
kita. Orangtua yang memiliki anak-anak kecil tahu betapa mereka membutuhkan
kasih dan kesabaran. Kita harus memberi mereka makan, merawat mereka,
memandikan mereka, serta peduli terhadap kerentanan dan kebutuhan mereka, yang
seringkali sulit untuk dipahami. Seorang anak membuat kita merasa dikasihi
tetapi juga bisa mengajari kita bagaimana mengasihi. Allah lahir sebagai
seorang anak untuk mendorong kita peduli pada orang lain. Air mata-Nya yang
teduh membuat kita menyadari kesia-siaan dari banyak ledakan ketidaksabaran
kita. Kasih-Nya yang melumpuhkan mengingatkan kita bahwa waktu kita tidak
dihabiskan untuk mengasihani diri sendiri, tetapi untuk menghibur air mata
orang-orang yang sedang menderita. Allah datang di antara kita dalam kemiskinan
dan kebutuhan, untuk memberitahu kita bahwa dengan melayani orang miskin, kita
akan menunjukkan kasih kita kepada-Nya. Mulai malam ini dan seterusnya, seperti
yang ditulis seorang penyair, "Kediaman Allah berada di sebelah
kediamanku, perabotan-Nya adalah kasih" (EMILY DICKINSON, Puisi, XVII).
Seorang putra telah diberikan untuk
kita. Yesus, Engkau adalah Anak yang menjadikanku seorang anak. Engkau
mengasihiku apa adanya, bukan seperti yang kubayangkan. Dengan merangkul-Mu,
Anak Palungan, aku sekali lagi merangkul hidupku. Dengan menyambut-Mu, Roti
hidup, aku juga ingin memberikan hidupku. Engkau, Juruselamatku, ajarilah aku
untuk melayani. Engkau yang tidak meninggalkanku sendirian, tolonglah aku untuk
menghibur saudara-saudari-Mu, karena, mulai malam ini, semua adalah saudara dan
saudariku.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 25 Desember
2020)