Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA DI TEPI LAUT BEIRUT (LEBANON) 2 Desember 2025

Bacaan Ekaristi : Yes 11:1-10; Mzm 72:2.7-8.12-13.17; Luk 10:21-24.

 

Saudara-saudari terkasih!

 

Di penghujung hari-hari penuh gejolak ini, yang telah kita lalui bersama dengan penuh sukacita, kita bersyukur kepada Tuhan atas banyak karunia kebaikan-Nya, kehadiran-Nya di antara kita, Sabda-Nya yang secara berlimpah Ia tawarkan kepada kita, dan memperkenankan kita bersama-sama dengan Dia.

 

Sebagaimana baru saja kita dengar dalam Bacaan Injil, Yesus juga mengucap syukur kepada Bapa dan, berpaling kepada-Nya, berdoa, "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi" (Luk 10:21).

 

Namun, pujian tidak selalu menemukan tempat dalam diri kita. Terkadang, terbebani oleh pergumulan hidup, kekhawatiran akan banyaknya masalah di sekitar kita, lumpuh karena ketidakberdayaan dalam menghadapi kejahatan, dan tertekan oleh begitu banyak situasi sulit, kita lebih cenderung pasrah dan meratap daripada takjub dan bersyukur.

 

Rakyat ​​Lebanon yang terkasih, saya mengajakmu untuk senantiasa memupuk sikap memuji dan bersyukur. Kamu adalah penerima keindahan langka negerimu yang telah dipersemarak Tuhan. Pada saat yang sama, kamu adalah saksi sekaligus korban bagaimana kejahatan, dalam berbagai bentuknya, dapat mengaburkan kemegahan ini.

 

Dari lapangan terbuka yang menghadap ke laut ini, saya juga dapat merenungkan keindahan Lebanon yang dinyanyikan dalam Kitab Suci. Tuhan menanam pohon-pohon aras-Nya yang tinggi di sini, memelihara dan menyiraminya (bdk. Mzm. 104:16). Ia membuat pakaian pengantin perempuan dalam Kidung Agung beraroma negeri ini (bdk. 4:11), dan di Yerusalem, kota suci yang diselubungi cahaya untuk kedatangan Mesias, Ia mengumumkan: "Kepadamu akan dibawa kemuliaan Lebanon: pohon sanobar, berangan, dan cemara untuk mempersemarak tempat kudus-Ku; Aku hendak memuliakan tempat kaki-Ku berpijak" (Yes. 60:13).

 

Namun, keindahan ini dibayangi oleh kemiskinan dan penderitaan, luka-luka yang telah menandai sejarahmu. Dalam hal ini, saya baru saja mengunjungi pelabuhan untuk berdoa di lokasi ledakan. Keindahan negaramu juga dibayangi oleh banyaknya masalah yang menimpamu, konteks politik yang rapuh dan seringkali tidak stabil, krisis ekonomi dramatis yang membebanimu, serta kekerasan dan konflik yang telah membangkitkan kembali ketakutan-ketakutan lama.

 

Dalam skenario seperti itu, rasa syukur mudah tergantikan oleh kekecewaan, nyanyian pujian tak menemukan tempat dalam kesunyian hati, dan pengharapan dikeringkan oleh ketidakpastian dan kebingungan.

 

Namun, sabda Tuhan mengundang kita untuk menemukan cahaya-cahaya kecil yang bersinar di tengah malam, baik untuk membuka diri kita kepada rasa syukur maupun memacu kita kepada komitmen bersama demi negeri ini.

 

Sebagaimana telah kita dengar, alasan Yesus mengucap syukur kepada Bapa bukan karena karya-Nya yang luar biasa, melainkan karena Ia menyatakan kebesaran-Nya secara khusus kepada orang kecil dan rendah hati, kepada orang yang tidak menarik perhatian dan tampaknya tidak berarti atau sama sekali tidak berarti, serta tidak bersuara. Kerajaan yang didatangkan Yesus untuk diresmikan ditandai, pada kenyataannya, oleh karakteristik yang digambarkan Nabi Yesaya: ia adalah sebuah tunas, cabang kecil yang tumbuh dari tunggul pohon (bdk. Yes 11:1). Ia adalah tanda kecil pengharapan yang menjanjikan kelahiran kembali ketika segala sesuatu yang lain tampaknya sedang sekarat. Sungguh, kedatangan Mesias diumumkan dalam tunas yang kecil, karena Ia hanya dapat dikenali oleh orang kecil, oleh orang yang dengan rendah hati tahu bagaimana mengenali rincian dan jejak tersembunyi Allah dalam kisah yang tampaknya sirna.

 

Ini juga merupakan indikasi bagi kita, agar kita memiliki mata yang mampu mengenali betapa kecilnya tunas yang muncul dan tumbuh bahkan di tengah masa yang menyakitkan. Bahkan di sini dan saat ini, kita dapat melihat cahaya-cahaya kecil yang bersinar di malam hari, tunas-tunas kecil yang bersemi, dan benih-benih kecil yang ditanam di taman yang gersang di era sejarah ini. Saya memikirkan imanmu yang tulus dan murni, yang berakar dalam keluargamu dan dipupuk oleh sekolah-sekolah kristiani. Saya memikirkan karya paroki, tarekat, dan gerakan yang terus-menerus untuk menjawab pertanyaan dan kebutuhan umat. Saya memikirkan banyak imam dan pelaku hidup bakti yang mengabdikan diri untuk bermisi di tengah berbagai kesulitan, dan umat awam yang mengabdikan diri pada karya amal dan penyebaran Injil dalam masyarakat. Atas cahaya-cahaya ini yang berusaha menerangi kegelapan malam, dan atas tunas-tunas kecil dan tak kasat mata ini yang tetap membuka pengharapan untuk masa depan, hari ini kita bersama Yesus mengatakan, "Kami bersyukur kepada-Mu, Bapa!" Kami bersyukur kepada-Mu karena Engkau menyertai kami dan jangan biarkan kami goyah.

 

Pada saat yang sama, rasa syukur ini tidak boleh hanya menjadi penghiburan introspektif dan ilusi. Rasa syukur harus menuntun kita pada transformasi hati, pertobatan hidup, dan kesadaran bahwa Allah telah menciptakan kita justru untuk hidup dalam terang iman, janji pengharapan, dan sukacita kasih. Oleh karena itu, kita semua dipanggil untuk menumbuhkan tunas-tunas ini, tidak berkecil hati, tidak menyerah pada nalar kekerasan dan penyembahan berhala uang, dan tidak menyerah dalam menghadapi kejahatan yang menyebar.

 

Setiap orang harus melakukan bagiannya, dan kita harus menyatukan upaya agar negeri ini dapat kembali ke kejayaannya. Melucuti hati kita adalah satu-satunya cara untuk melakukannya. Marilah kita tanggalkan perisai perpecahan etnis dan politik kita, buka pengakuan agama kita untuk saling bertemu, dan bangkitkan kembali dalam hati kita impian Lebanon yang bersatu. Lebanon di mana perdamaian dan keadilan berkuasa, di mana semua orang saling mengakui sebagai saudara dan saudari, dan, akhirnya, di mana sabda Nabi Yesaya dapat digenapi: "Serigala akan tinggal bersama domba, dan macan tutul akan berbaring di samping anak kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan bersama-sama" (Yes 11:6).

 

Inilah impian yang dipercayakan kepadamu; inilah yang diserahkan Allah sumber damai ke dalam tanganmu. Lebanon, bangkitlah! Jadilah rumah keadilan dan persaudaraan! Jadilah tanda perdamaian yang profetik bagi seluruh kawasan Levant!

 

Saudara-saudari, saya juga ingin mengulang sabda Yesus: "Aku bersyukur kepadai-Mu, Bapa." Aku bersyukur kepada Tuhan karena hari-hari ini telah ambil bagian denganmu. Seraya menyimpan penderitaan dan pengharapanmu dalam hati saya, saya berdoa agar negeri Levant ini senantiasa diterangi oleh iman kepada Yesus Kristus, matahari keadilan. Saya juga berdoa agar melalui rahmat Kristus, Lebanon akan bertekun dalam pengharapan yang tak pernah mengecewakan.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 2 Desember 2025)