Bacaan Ekaristi : Kis. 5:12-16; Mzm. 118:2-4,22-24,25-27a; Why. 1:9-11a,12-13,17-19; Yoh. 20:19-31.
Saudara-saudari
terkasih,
Yesus
yang bangkit menampakkan diri kepada para murid-Nya ketika mereka berada di
Ruang Atas, tempat mereka mengurung diri dengan penuh ketakutan, dengan
pintu-pintu terkunci (Yoh 20:19). Pikiran mereka dalam keadaan kacau dan hati
mereka dipenuhi kesedihan, karena Sang Guru dan Gembala yang mereka ikuti,
meninggalkan segalanya, telah dipaku di kayu salib. Mereka mengalami hal-hal
yang mengerikan dan merasa yatim piatu, sendirian, tersesat, terancam, dan
tidak berdaya.
Gambaran
pembuka yang dipaparkan Bacaan Injil kepada kita pada hari Minggu ini juga
dapat menggambarkan dengan baik keadaan pikiran kita semua, Gereja, dan seluruh
dunia. Gembala yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya, Paus Fransiskus, telah
mengakhiri hidup duniawinya dan telah meninggalkan kita. Kesedihan atas kepergiannya,
rasa sedih yang melanda kita, gejolak yang kita rasakan di dalam hati kita,
perasaan bingung: kita mengalami semua ini, seperti para rasul yang berduka
atas kematian Yesus.
Namun,
Bacaan Injil memberitahu kita bahwa justru pada saat kegelapan inilah Tuhan
datang kepada kita dengan terang kebangkitan, untuk menerangi hati kita. Paus
Fransiskus mengingatkan kita tentang hal ini sejak ia terpilih dan sering
mengulanginya kepada kita, memusatkan pontifikasinya pada sukacita Injil yang,
sebagaimana ditulisnya dalam Evangelii
Gaudium, “memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Mereka
yang menerima tawaran penyelamatan-Nya dibebaskan dari dosa, penderitaan,
kehampaan batin dan kesepian. Bersama Kristus sukacita senantiasa dilahirkan kembali.”
(no. 1).
Sukacita
Paskah, yang menopang kita di masa pencobaan dan kesedihan ini, adalah sesuatu
yang hampir dapat disentuh di lapangan ini hari ini; kamu dapat melihatnya
tergurat terutama di wajahmu, anak-anak dan kaum muda terkasih yang datang dari
seluruh dunia untuk merayakan Yubileum. Kamu datang dari begitu banyak tempat:
dari seluruh keuskupan di Italia, dari Eropa, dari Amerika Serikat hingga
Amerika Latin, dari Afrika hingga Asia, dari Uni Emirat Arab... bersamamu di
sini, seluruh dunia benar-benar hadir!
Secara
khusus saya menyapamu, dengan keinginan agar kamu merasakan pelukan Gereja dan
kasih sayang Paus Fransiskus, yang ingin bertemumu, menatap matamu, dan
berjalan di antaramu untuk menyapamu.
Mengingat
banyaknya tantangan yang harus kamu hadapi - misalnya, saya memikirkan
teknologi dan kecerdasan buatan yang menjadi ciri khas zaman kita - jangan
pernah lupa untuk memelihara hidupmu dengan pengharapan sejati yang berwajah
Yesus Kristus. Tidak ada yang terlalu besar atau terlalu menantang bersama-Nya!
Bersama-Nya kamu tidak akan pernah sendirian atau ditinggalkan, bahkan di
saat-saat terburuk sekalipun! Ia datang untuk menemuimu di mana pun kamu
berada, memberimu keberanian untuk hidup, ambil bagian dalam pengalaman,
pikiran, karunia, dan impianmu. Ia datang kepadamu dalam wajah orang-orang yang
dekat atau jauh, sebagai saudara-saudari untuk dikasihi, yang kepada mereka
kamu memiliki begitu banyak hal untuk diberikan dan dari mereka kamu akan
menerima begitu banyak hal, untuk membantumu bermurah hati, setia, dan
bertanggung jawab saat kamu melangkah maju dalam hidup. Ia ingin membantumu
memahami apa yang paling berharga dalam hidup: kasih yang meliputi segala
sesuatu dan mengharapkan segala sesuatu (lihat 1 Kor 13:7).
Hari
ini, pada Hari Minggu Paskah II, Dominica in Albis, kita merayakan Pesta
Kerahiman Ilahi.
Kerahiman
Bapa, yang lebih besar daripada keterbatasan dan perhitungan kita, justru
menjadi ciri Magisterium Paus Fransiskus dan kegiatan apostoliknya yang intens.
Demikian pula keinginan untuk mewartakan dan berbagi kerahiman Allah dengan
semua orang - pewartaan Kabar Baik, evangelisasi - merupakan tema utama
pontifikasinya. Ia mengingatkan kita bahwa "kerahiman" adalah nama
Allah sendiri, dan, oleh karena itu, tidak seorang pun dapat membatasi
kasih-Nya yang penuh kerahiman yang dengannya Ia ingin membangkitkan dan
menjadikan kita umat baru.
Menerima
prinsip yang sangat ditekankan oleh Paus Fransiskus sebagai khazanah yang
berharga ini penting. Dan - izinkan saya mengatakan - kasih sayang kita
kepadanya, yang sedang diwujudkan pada saat ini, tidak boleh hanya sekadar
emosi sesaat; kita harus menyambut warisannya dan menjadikannya bagian dari
kehidupan kita, membuka diri terhadap kerahiman Allah dan juga penuh kerahiman
satu sama lain.
Kerahiman
membawa kita kembali ke pokok iman. Kerahiman mengingatkan kita bahwa kita
tidak perlu menafsirkan hubungan kita dengan Allah dan keberadaan kita sebagai
Gereja menurut kategori manusiawi atau duniawi. Kabar baik Injil pertama-tama
dan terutama adalah penemuan dikasihi oleh Allah yang memiliki perasaan penuh
kerahiman dan kelembutan bagi kita masing-masing, terlepas dari kebaikan kita.
Kerahiman juga mengingatkan kita bahwa hidup kita dijalin dengan kerahiman:
kita hanya dapat bangkit kembali setelah jatuh dan menatap masa depan jika kita
memiliki seseorang yang mengasihi kita tanpa batas dan mengampuni kita. Oleh
karena itu, kita dipanggil untuk berkomitmen menjalani hubungan kita tidak lagi
menurut kriteria perhitungan atau dibutakan oleh keegoisan, tetapi dengan
membuka diri untuk berdialog dengan orang lain, menyapa mereka yang kita temui
di sepanjang jalan dan memaafkan kelemahan dan kesalahan mereka. Hanya
kerahiman yang menyembuhkan dan menciptakan dunia baru, memadamkan api
ketidakpercayaan, kebencian, dan kekerasan: inilah ajaran agung Paus Fransiskus.
Yesus
menunjukkan kepada kita wajah Allah yang penuh kerahiman ini dalam khotbah-Nya
dan dalam perbuatan yang Ia lakukan. Lebih jauh, seperti yang telah kita
dengar, ketika Ia hadir di Ruang Atas setelah kebangkitan-Nya, Ia menawarkan
karunia damai dan berkata, “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada”
(Yoh 20:23). Karena itu, Tuhan yang bangkit mengarahkan para murid-Nya,
Gereja-Nya, untuk menjadi sarana kerahiman bagi umat manusia, bagi mereka yang
bersedia menerima kasih dan pengampunan Allah. Paus Fransiskus adalah saksi
Gereja yang cemerlang yang membungkuk dengan kelembutan terhadap mereka yang
terluka dan menyembuhkan dengan balsem kerahiman. Ia mengingatkan kita bahwa
tidak akan ada perdamaian tanpa pengakuan terhadap orang lain, tanpa
memerhatikan mereka yang lebih lemah dan, terutama, tidak akan pernah ada
perdamaian jika kita tidak belajar untuk saling mengampuni, saling menunjukkan
kerahiman sebagaimana ditunjukkan Allah kepada kita.
Saudara-saudari,
tepat pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi dengan kasih sayang kita mengenang Paus
Fransiskus kita yang terkasih. Sungguh, kenangan seperti itu sangat jelas di
antara para pegawai dan umat Kota Vatikan, banyak di antaranya yang hadir di
sini, dan saya ingin mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang mereka
lakukan setiap hari. Kepadamu, kepada kita semua, kepada seluruh dunia, Paus
Fransiskus mengulurkan pelukannya dari surga.
Kita
mempercayakan diri kita kepada Santa Perawan Maria, yang kepadanya ia sangat
berdevosi sehingga ia memilih untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria
Maggiore. Semoga ia melindungi kita, menjadi perantara kita, menjaga Gereja,
dan mendukung perjalanan umat manusia dalam damai dan persaudaraan. Amin.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 27 April 2025)